
Apa Itu Strict Parents dan Dampaknya untuk Anak di Masa Depan
- Ditulis oleh Tim Tentang Anak
- Ditinjau oleh Gianti Amanda M.Psi.T, Montessori, Dipl.
Dalam setiap keluarga, orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-beda. Salah satu gaya yang sering ditemui adalah strict parenting atau pola asuh ketat, mirip dengan authoritarian parenting.
Orang tua yang menerapkan gaya ini cenderung memiliki aturan yang ketat, ekspektasi tinggi, serta memberikan disiplin yang tegas kepada anak-anak mereka. Tujuannya biasanya untuk membentuk anak yang disiplin, bertanggung jawab, dan sukses di masa depan.
Namun, apakah pola asuh yang terlalu ketat benar-benar efektif? Apakah anak yang dibesarkan dengan strict parenting akan tumbuh menjadi individu yang sukses dan bahagia, atau justru mengalami tekanan emosional yang berpengaruh pada kehidupannya di masa depan?
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang apa itu strict parents,serta manfaat dan dampaknya terhadap perkembangan psikologis dan sosial anak di masa depan.
Apa Itu Strict Parents?
Strict parents adalah orang tua yang menerapkan aturan tegas dan mengharapkan anak-anak mereka untuk mematuhinya.
Kata strict sendiri berarti bertindak sesuai dengan prinsip atau persyaratan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, strict parents memiliki batasan yang jelas dan percaya bahwa anak-anak mampu mematuhinya.
Strict parents umumnya menerapkan gaya parenting yang otoriter, di mana mereka memiliki kontrol yang tinggi terhadap anak-anak mereka.
Fokus utama mereka adalah kepatuhan terhadap aturan daripada membangun kemandirian atau memberikan kebebasan pada anak untuk mengambil keputusan sendiri.
Ciri-ciri Strict Parents
1. Banyak Menuntut, Tetapi Tidak Responsif
Strict parents memiliki banyak aturan dan sering kali mengontrol hampir semua aspek kehidupan anak, baik di rumah maupun di tempat umum.
Mereka juga memiliki aturan yang tidak tertulis, di mana anak diharapkan mengetahui dan mematuhinya tanpa perlu diberi tahu secara eksplisit.
2. Minim Kehangatan dan Kasih Sayang
Strict parents sering terlihat dingin, jauh, dan kaku dalam berinteraksi dengan anak. Mereka lebih cenderung memarahi atau mengkritik anak daripada memberikan dorongan dan pujian.
Mereka lebih mementingkan disiplin dibandingkan kebahagiaan anak, dengan keyakinan bahwa anak sebaiknya "dilihat, bukan didengar."
3. Hukuman Tanpa Penjelasan yang Jelas
Orang tua dengan pola asuh ini sering kali menggunakan hukuman fisik, seperti memukul atau menghukum anak dengan cara yang keras.Mereka jarang memuji atau memberikan afirmasi positif ketika anak berperilaku baik.
Jika aturan dilanggar, mereka bereaksi cepat dengan hukuman yang tegas tanpa menjelaskan alasan di baliknya.
4. Tidak Memberikan Pilihan pada Anak
Strict parents tidak memberi anak kebebasan untuk membuat keputusan sendiri. Mereka menerapkan aturan dengan pendekatan "ikut aturan atau keluar dari rumah", tanpa ruang untuk kompromi atau diskusi.
5. Tidak Sabar terhadap Perilaku Buruk
Orang tua mengharapkan anak untuk tahu bagaimana harus berperilaku tanpa perlu diberitahu berulang kali. Orang tua strict parents juga cenderung kurang sabar dalam menjelaskan alasan mengapa tidak boleh melakukan sesuai. Mereka juga cenderung mengabaikan perasaan anak dan lebih fokus pada aturan.
6. Kurang Mempercayai Anak
Strict parents tidak pernah mempercayai anak untuk membuat keputusan sendiri. Mereka sering kali membatasi kebebasan anak secara berlebihan untuk memastikan anak tidak melakukan kesalahan.
Mereka lebih memilih mengawasi anak secara ketat daripada membiarkan mereka belajar dari kesalahan.
7. Tidak Mau Bernegosiasi
Mereka memandang segala sesuatu dalam hitam dan putih—aturan harus diikuti tanpa pengecualian. Tidak ada ruang untuk kompromi atau diskusi mengenai aturan dalam keluarga.
Anak tidak memiliki hak dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kehidupan mereka sendiri.
8. Menggunakan Rasa Malu sebagai Alat Disiplin
Strict parents sering kali menggunakan kritik dan rasa malu untuk membuat anak mereka patuh. Misalnya, seperti:
- “Kenapa kamu selalu seperti ini?”
- “Berapa kali harus Ayah/Bunda katakan? Tidak boleh!”
- “Kenapa kamu tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar?”
Alih-alih membangun kepercayaan diri anak, mereka percaya bahwa mempermalukan anak akan membuat mereka berperilaku lebih baik.
Pengaruh Strict Parenting terhadap Anak
Strict parenting sering dikaitkan dengan aturan yang ketat dan ekspektasi tinggi. Meskipun terkesan kaku, pola asuh ini dapat membentuk anak-anak dengan kedisiplinan tinggi, rasa tanggung jawab, dan tujuan yang jelas dalam hidup.
1. Anak Terbiasa Mengikuti Aturan
Anak-anak yang dibesarkan dengan aturan tegas cenderung lebih memahami batasan dan konsekuensi dari tindakan mereka. Hal ini terjadi karena:
- Orang tua menetapkan ekspektasi yang jelas terkait perilaku anak.
- Anak belajar memahami aturan dan pentingnya menaati batasan yang ada.
- Kesadaran akan konsekuensi membuat mereka lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Kedisiplinan yang ditanamkan sejak dini dapat membantu anak menjaga diri dan tetap aman dalam berbagai situasi.
2. Anak Lebih Terarah dalam Mencapai Tujuan
Strict parents biasanya memiliki harapan tinggi terhadap anak-anak mereka, yang dapat membentuk pola pikir lebih terarah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa:
- Anak-anak dalam lingkungan dengan aturan tegas cenderung memiliki standar yang tinggi terhadap diri mereka sendiri.
- Ekspektasi yang tinggi dapat membantu mereka lebih fokus dan berusaha keras dalam mencapai tujuan.
- Studi pada mahasiswa di China menunjukkan bahwa pola asuh otoriter berkaitan dengan pencapaian akademik yang lebih tinggi.
Dengan terbiasa menghadapi tantangan dan memenuhi ekspektasi sejak kecil, anak-anak dari keluarga strict parenting sering menunjukkan ketekunan dalam mengejar keberhasilan akademik maupun profesional.
Baca Juga: Prediksi Sikap Anak di Masa Depan Berdasarkan Tipe Parenting
Dampak Negatif Menjadi Strict Parents untuk Anak
Meskipun strict parenting memiliki manfaat tertentu, gaya pengasuhan ini juga dapat berdampak negatif pada anak, terutama jika diterapkan secara berlebihan tanpa keseimbangan dengan kasih sayang dan dukungan emosional.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola asuh otoriter yang terlalu ketat dapat berdampak buruk pada perkembangan akademik, kesehatan mental, dan keterampilan sosial anak.
1. Prestasi Akademik yang Lebih Rendah
Berbeda dengan asumsi umum bahwa aturan ketat meningkatkan prestasi akademik, penelitian menunjukkan bahwa:
- Dalam budaya Barat, pola asuh otoriter, permisif, dan tidak terlibat dikaitkan dengan prestasi akademik yang lebih rendah.
- Sebaliknya, pola asuh otoritatif (tegas tetapi tetap mendukung dan komunikatif) justru lebih terkait dengan pencapaian akademik yang lebih tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak membutuhkan lebih dari sekadar aturan ketat untuk berkembang di bidang akademik—mereka juga memerlukan bimbingan yang fleksibel dan motivasi intrinsik.
2. Tingkat Kepuasan Hidup yang Lebih Rendah
Pola asuh otoriter yang murni dapat berdampak negatif pada kepuasan hidup anak. Sebuah penelitian yang meneliti hubungan antara kepuasan hidup dan gaya pengasuhan menemukan bahwa:
- Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih rendah.
- Efek negatif ini ditemukan dalam studi yang melibatkan 10 negara berbeda, menunjukkan bahwa dampaknya bersifat universal.
Ketika anak merasa terlalu dikendalikan dan tidak memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi minat mereka sendiri, mereka bisa merasa kurang puas dengan hidup mereka.
3. Meningkatkan Risiko Kecemasan dan Depresi
Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara strict parenting dan masalah kesehatan mental, termasuk:
- Peningkatan kecemasan dan stres pada anak-anak yang sering merasa takut akan konsekuensi dari aturan ketat.
- Risiko depresi yang lebih tinggi akibat kurangnya dukungan emosional dari orang tua.
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat ketat sering kali mengalami tekanan yang besar, yang dapat berdampak pada kesejahteraan emosional mereka dalam jangka panjang.
4. Kesulitan dalam Mengambil Keputusan
Pola asuh yang terlalu ketat juga dapat membuat anak-anak mengalami:
- Tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah.
- Ketergantungan pada orang lain untuk membangun rasa percaya diri mereka.
- Kesulitan dalam mengambil keputusan karena mereka terbiasa mencari persetujuan dari orang tua sebelum bertindak.
Sebuah studi tahun 2006 pada orang tua di budaya Asia menunjukkan bahwa anak-anak dengan strict parents sering kali memiliki harga diri yang lebih rendah.
Mereka cenderung ragu dalam mengambil keputusan karena takut melakukan kesalahan atau tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua mereka.
5. Intensitas Konflik yang Lebih Tinggi dengan Orang Tua
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan dengan aturan yang sangat ketat seringkali lebih cenderung memberontak. Sebuah penelitian di China menemukan bahwa:
- Remaja yang memiliki orang tua dengan pola asuh otoriter atau tidak terlibat melaporkan tingkat konflik yang lebih tinggi dengan orang tua mereka.
- Semakin keras aturan yang diterapkan, semakin tinggi kemungkinan anak untuk melawan atau mencari cara untuk melanggar aturan tersebut.
Hal ini dapat menciptakan hubungan yang penuh ketegangan antara orang tua dan anak, yang pada akhirnya bisa merusak komunikasi dan kedekatan emosional dalam keluarga.
Kesimpulan
Strict parenting memang dapat memberikan manfaat tertentu, seperti kedisiplinan yang tinggi dan tujuan hidup yang lebih terarah. Namun, gaya pengasuhan yang terlalu ketat juga berisiko menimbulkan dampak negatif, seperti rendahnya kepuasan hidup, meningkatnya kecemasan, serta kesulitan anak dalam mengambil keputusan dan menjalin hubungan sosial.
Sebagai orang tua, penting untuk memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan dan karakter yang berbeda. Menerapkan pola asuh yang terlalu kaku tanpa mempertimbangkan perasaan dan perkembangan emosional anak justru bisa menghambat pertumbuhan mereka. Oleh karena itu, cobalah untuk tidak terjebak dalam strict parenting yang berlebihan.
Sebagai alternatif, pertimbangkan gaya asuh authoritative parenting, yang mengombinasikan kedisiplinan dengan kehangatan, komunikasi terbuka, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Dengan pola asuh ini, orang tua tetap dapat menanamkan nilai-nilai kedisiplinan tanpa mengorbankan kebahagiaan dan kesehatan mental anak.
Memberikan keseimbangan antara aturan dan kebebasan akan membantu anak tumbuh menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tua.

Sumber Foto: Freepik
Referensi:
- https://amotherfarfromhome.com/strict-parents/
- https://psychcentral.com/blog/why-teens-need-a-strict-parent#benefits
- https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01443410.2021.2024513
- https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S019074092030918X#!
- https://www.researchgate.net/profile/Rebecca-Ang-2/publication/40838190_Authoritarian_Parenting_Style_in_Asian_Societies_A_Cluster-_Analytic_Investigation/links/0deec53358e1620313000000/Authoritarian-Parenting-Style-in-Asian-Societies-A-Cluster-Analytic-Investigation.pdf
- https://www.mdpi.com/2076-328X/10/6/101
- https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2018.02187/full
- https://www.verywellmind.com/what-is-authoritarian-parenting-2794955
