Anak Perempuan Disunat

Bolehkah Anak Perempuan Disunat? Simak Penjelasannya di Sini

  • Ditulis oleh Tim Tentang Anak
  • Ditinjau oleh dr. Ganda Ilmana, Sp.A

Pertanyaan terkait apakah anak perempuan boleh disunat memang perdebatan yang sering muncul dalam berbagai konteks budaya, agama, dan medis. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi isu ini dengan memberikan pemahaman yang mendalam dan mempertimbangkan perspektif kesehatan terkait praktik sunat pada anak perempuan.

Apa Itu Sunat Perempuan?

Sunat perempuan, juga dikenal sebagai mutilasi genital perempuan (FGM) atau female circumcision, yaitu praktik tradisional yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh kelamin eksternal perempuan. 

Sunat perempuan dilakukan di berbagai negara dan berbagai komunitas, terutama di Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Praktik ini memiliki berbagai alasan, termasuk budaya, agama, dan keyakinan tentang kebersihan atau kontrol seksual.

Dari segi medis, tidak ada rekomendasi rutin untuk melakukan sunat pada bayi perempuan. Tindakan sunat bayi perempuan ini biasanya dilakukan dengan memotong sedikit kulit penutup (prepusium) klitoris.

Namun, tahukah AyBun secara anatomi tubuh, tidak semua anak perempuan memiliki prepusium atau bagian yang menutupi klitoris maupun saluran kemih. Sehingga, tidak semua anak perempuan mempunyai prepusium yang menutupi klitoris maupun saluran kemih sehingga sunat dinilai tidak perlu dilakukan pada setiap perempuan.

Selaras dengan hal tersebut pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014 yang menyatakan sunat perempuan hingga saat ini bukan merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.

Sunat Perempuan dari Pandangan WHO

Faktanya, di beberapa negara di dunia, sunat pada bayi perempuan dikerjakan sebagai Mutilasi Genital Perempuan (Female Genital Cutting/Mutilation – FMG).

Ada beberapa tipe sunat perempuan atau FMG sesuai dengan pembagian dari Badan Kesehatan Dunia  atau WHO, yaitu di antaranya melukai, menusuk, atau menggores klitoris atau prepusium, membuang sebagian atau seluruh klitoris sampai memotong seluruh klitoris dan seluruh labia minor dan mayor dan menyisakan saluran kemih saja, seluruhnya tanpa indikasi medis. Tindakan FMG yang masih banyak dipraktikan di Afrika, sebagai bentuk kepatuhan terhadap budaya lokal.

WHO dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia menolak semua jenis FMG dan menyebut tindakan tersebut merupakan “praktik medis yang tidak diperlukan, yang memiliki risiko komplikasi serius dan mengancam nyawa seseorang”.

Persatuan Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics – AAP) melarang seluruh anggotanya melakukan tindakan ini, untuk alasan di luar medis. FMG dianggap mengancam nyawa karena terdapat banyak pembuluh darah di daerah kemaluan perempuan sehingga memiliki risiko perdarahan yang hebat. 

Mayoritas dari praktik FMG dilakukan secara ilegal, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya risiko infeksi saluran kemih akibat praktik medis tidak steril. 

Selain itu, perempuan yang mengalami FMG juga akan mengalami ketidaknyamanan dalam melakukan hubungan seksual yang dapat menyebabkan efek samping jangka panjang. 

Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tidak merekomendasikan sunat perempuan dalam arti pemotongan klitoris. 

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa di sisi medis, belum ada bukti penelitian untuk mendukung tindakan rutin sunat pada perempuan. Risiko perdarahan yang besar dan kemungkinan menyebabkan kerusakan pada daerah genital perempuan menyebabkan prosedur ini tidak rutin dilakukan oleh banyak organisasi kesehatan dunia. 

Bagi para Ayah Bunda, ingatlah untuk selalu berkonsultasi dengan dokter anak sebelum melakukan sunat pada bayi perempuan.

Foto: Freepik

Sumber:

https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/apakah-bayi-perempuan-perlu-disunat

https://www.unicef.org/stories/what-you-need-know-about-female-genital-mutilation#:~:text=Female%20genital%20mutilation%20(FGM)%20refers,between%20infancy%20and%20age%2015

Artikel Terkait

Lihat Semua