Cara Mengatasi Anak Tantrum & Mencegahnya Terbawa Hingga Dewasa
- Ditulis oleh Tim Tentang Anak
- Ditinjau oleh Gianti Amanda M.Psi.T, Montessori, Dipl. dan Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi, Psikolog
Saat menginjak usia 2 tahun, anak mulai mengembangkan banyak emosi baru, termasuk emosi yang kuat yang justru bisa membuat diri si Kecil kewalahan dalam mengatasinya.
Emosi yang kuat itu di antaranya seperti rasa marah, frustasi, rasa malu, perasaan bersalah, maupun kegembiraan berlebihan. Termasuk salah satunya, tantrum.
Tentu AyBun tidak asing lagi dengan tantrum. Tantrum adalah ekspresi luapan emosi, bisa berupa marah atau frustasi, yang ditunjukkan si Kecil saat mereka tidak mendapatkan yang diinginkan.
AyBun mungkin merasa lelah atau ikut frustasi saat menghadapi si Kecil sedang tantrum. Namun amarah dari anak yang sedang tantrum sebetulnya tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, bagi anak-anak khususnya balita, temper tantrum merupakan bagian dari fase perkembangan psikologi mereka menuju dewasa.
Tantrum sebetulnya merupakan fase sementara. Umumnya terjadi pada anak-anak usia pra sekolah yakni 1 – 3 tahun, atau 4 tahun. Namun pada sebagian anak, dapat terbawa hingga ia berusia 8 tahun, bahkan dalam kasus tertentu ada pula yang terbawa hingga mereka beranjak dewasa.
Inilah yang perlu AyBun waspadai. Sebab, tantrum yang terbawa hingga dewasa justru akan menjadi boomerang tersendiri bagi si anak, kelak. Tantrum bisa ‘terbawa’ sampai dewasa jika AyBun tak membantu anak mengelola pengalaman emosinya dengan efektif sejak dini. Oleh karena itu, penting sekali bagi AyBun untuk membantu mereka melewati fase perkembangan emosi ini dengan baik.
Cara Mengatasi Anak Tantrum
Lalu, apa sebaiknya yang harus AyBun lakukan untuk membantu si Kecil yang sedang tantrum? AyBun, ada beberapa tips yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak mengelola emosinya di masa fase emas pertumbuhan psikologi mereka.
Pertama, AyBun perlu mengenali penyebab umum si Kecil tantrum. Ada beberapa jenis penyebab yang umumnya dapat menjadi pemantik anak tantrum. Rasa lapar, lelah, bosan, dapat menjadi penyebab utama anak merasa kesal hingga akhirnya melontarkan tantrum.
Belum bisa bicara dengan jernih atau belum bisa menyampaikan maksud dengan jelas pun bisa menyebabkan anak frustasi, dan akhirnya melepaskan emosi lewat tantrum. Begitu pula adanya perubahan rutinitas, terlebih apabila perubahannya mendadak dan anak tidak siap, dapat memicu anak tantrum.
Dengan lebih peka, AyBun dapat mencari solusi sekaligus mengawal anak mengatasi emosi berlebihnya. Selain itu, AyBun juga dapat lebih tenang karena bisa memahami dan mencegah si Kecil tantrum.
Kedua, dampingi anak dan beri ia waktu untuk meluapkan pengalaman emosi selama tidak menyakiti diri sendiri, orang lain, dan/atau lingkungan. Kepekaan dan penilaian AyBun terhadap waktu di sini sangat penting karena jangan sampai membiarkannya terlalu lama.
Ketiga, ketika anak sudah lebih tenang, coba ajak si Kecil memahami perasaannya. Kenalkan ia dengan pengalamannya tersebut melalui kata-kata yang dapat dipahaminya.
Contoh kalimat yang dapat membuka wawasan si Kecil terhadap apa yang dialaminya:
-“Kakak menangis karena bosan menunggu Ayah ya?”
-“Adik kesal ya karena mainannya direbut Kakak?”
-“Baterainya habis ya, mainannya gak bisa nyala jadi Adik marah?”
Dengan mengajak anak ‘berdiskusi’ kecil tentang apa yang menimpa dirinya, dia pun menjadi lebih mengerti akan dengan dirinya, perasaan yang dialaminya, sekaligus mengarahkannya untuk memahami pula penyebabnya dan cara mengatasinya.
Keempat, AyBun dapat mengakui emosi anak sambil memberikan batasan, kemudian kenalkan perilaku alternatif dari tantrumnya tersebut. Hal ini agar anak menjadi paham bahwa ia boleh merasa sedih, merasa marah, merasa kecewa, dan perlu belajar untuk mengungkapkannya tanpa kekerasan.
Contoh kalimat yang dapat membantu anak menyadari emosinya dan memiliki pilihan perilaku alternatif:
-“Wajar Kakak marah karena …, tapi bukan berarti boleh dikeluarkan dengan pukulin Bunda, ya.”
-“Pelan-pelan aja ya Dek bicaranya. Pasti Ayah dengerin kok.”
Kerap terjadi, diri AyBun sebagai orang tua terpancing dengan tantrum si Kecil. Namun, penting sekali AyBun bersikap tenang pada saat anak tantrum. Tetap tenang dan jangan membalas berteriak atau memaksa anak menghentikan emosinya.
Misalnya, meremehkan emosi atau perspektif anak. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kalimat, “Ya ampun.. Masa gini doang nangis sih?” “Aduh ini kan hal sepele!” “Masa hal sepele ini aja buat Adik marah!” Dan lain sebagainya.
Hal tersebut justru dapat berbalik tidak baik bagi si Kecil yang perlu dibantu untuk mempelajari cara mengelola emosi. Pastikan si Kecil tahu bahwa AyBun menanggapi pengalaman dan perasaannya dengan serius.
Contoh hal lainnya yang perlu AyBun waspadai dan hindari yakni mengatur apa yang harus dirasakan anak. Misalnya dengan kalimat seperti, “Jangan marah! jangan nangis!” “Berhenti nggak nangisnya sekarang?” “Adik tuh udah besar! Ngga perlu cengeng deh.”
Biarkanlah si Kecil mengenali dan memproses perasaan yang muncul di dalam dirinya. Ajarkan dia cara meregulasinya, bukan cara menyangkal ataupun mengabaikan perasaan yang ada.
Selain itu, jangan sampai AyBun justru terjebak dalam praktik membohongi anak. Misalnya melontarkan kalimat, “TVnya rusak, ngga bisa dinyalain lagi.” “Yah permennya udah kadaluwarsa.. Nggak boleh dimakan sama anak kecil!” “Permennya udah Ayah buang semua, udah enggak ada lagi.” Dan lain sebagainya.
Percayalah AyBun, hal ini tidak positif. Hindari membohongi si Kecil karena hal ini dapat melunturkan rasa percayanya kepada AyBun.
Lalu, apa yang perlu dilakukan atau diucapkan saat si Kecil tantrum? Di antara pilihan kalimat yang dapat AyBun katakana, misalnya:
- “Adik kenapa marah-marah? Coba sini ceritakan, Bunda mendengarkan yah..”
- “Yuk, biar Adik tenang coba tarik napas perlahan bareng-bareng yah..”
Sikap tenang AyBun akan membuat tantrum si Kecil lebih mudah untuk diatasi. AyBun juga bisa mengajak si Kecil ke tempat yang lebih tenang guna menenangkan emosinya.
Jika tantrum si Kecil tidak kunjung mereda, AyBun dapat melakukan pengamatan dengan lebih mendalam. AyBun perlu segera berkonsultasi dengan tenaga profesional jika si Kecil menunjukkan gejala-gejala di bawah ini:
-Tantrum tidak hilang sampai usia si Kecil lebih dari 5 tahun.
-Tantrumnya menjadi lebih parah, yakni semakin sering terjadi dan dengan durasi yang lebih Panjang.
-Tantrum si Kecil disertai pula dengan perilaku menyakiti diri sendiri, orang lain dan/atau merusak lingkungan.
-Saat tantrum, anak menahan napas.
Tantrum merupakan bagian penting yang memang perlu dilewati seorang anak yang sedang bertumbuh dan berkembang menuju fasenya yang lebih dewasa. Dan di saat krusial itu, si Kecil teramat sangat membutuhkan perhatian, pengertian, juga arahan AyBun untuk mengatasinya. Semangat selalu, AyBun!
Gianti Amanda M.Psi.T, Montessori, Dipl. dan Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi, Psikolog
Artikel Terkait
Lihat SemuaMemeluk Tingkatkan Kecerdasan Anak, Kenali Manfaat Lainnya di Sini!
ParentingPola Asuh Turut Menentukan Tingkat Risiko Bullying, Ini yang Harus Dilakukan
Balita5 Hal yang Harus Ayah & Bunda Lakukan Saat Terlanjur Membentak Anak!
ParentingRutin Makan Telur Sebabkan Bisulan, Mitos atau Fakta?
Kesehatan AnakPeran Ayah Terhadap Kecerdasan Anak Perempuan
Parenting- Lihat Semua