frekuensi normal bab pada bayi baru lahir

Berapa kali bayi baru lahir BAB? AyBun mungkin penasaran, yuk cek frekuensi normal BAB pada bayi baru lahir di sini.

Kesehatan Anak

Sebagai orang tua baru, memahami pola <a href="https://tentanganak.com/artikel/cara-mengatasi-bayi-susah-bab/">buang air besar (BAB) bayi</a> adalah bagian penting dari merawat si Kecil. Meskipun terlihat sepele, pola BAB bisa menjadi indikator kesehatan bayi, terutama pada minggu-minggu pertama kehidupannya.&nbsp;
Artikel ini akan membantu AyBun memahami apa yang dianggap normal, faktor yang mempengaruhi frekuensi BAB, hingga kapan harus mencari bantuan medis.
<h2>Mekonium dan Transisi BAB</h2>
Dalam 24&ndash;48 jam pertama setelah lahir, bayi akan mengeluarkan mekonium. Mekonium adalah feses pertama bayi yang berwarna hijau tua hingga hitam, lengket, dan menyerupai tar. Mekonium menandakan bahwa saluran pencernaan bayi berfungsi dengan baik.
Setelah periode ini, pola BAB bayi mulai bertransisi. <a href="https://tentanganak.com/artikel/ciri-feses-bayi-asi-yang-normal/">Feses bayi yang mengkonsumsi ASI</a> akan berubah menjadi kuning dengan tekstur yang lebih lembut, sementara bayi yang diberi susu formula cenderung memiliki feses yang lebih padat dengan warna hijau atau cokelat kekuningan.
<h2>Frekuensi BAB pada Bayi Baru Lahir</h2>
<h4>Usia 0&ndash;6 Minggu</h4>
Pada fase ini, kebanyakan bayi BAB 2&ndash;5 kali per hari, bahkan ada yang BAB setiap kali selesai menyusu. Hal ini wajar terjadi karena ASI mengandung nutrisi yang mudah dicerna, sehingga pencernaan bayi bekerja lebih sering.
Bayi yang diberi <a href="https://tentanganak.com/artikel/susu-formula-dan-susu-hewani-mana-lebih-baik/">susu formula</a> biasanya BAB lebih jarang, tetapi tetap dalam kisaran normal sebanyak 1&ndash;4 kali sehari. Jika bayi AyBun tampak nyaman dan fesesnya lunak, tidak perlu khawatir meskipun frekuensinya sedikit lebih rendah dibandingkan bayi yang diberi ASI.
<h4>Usia 6 Minggu&ndash;3 Bulan</h4>
Setelah usia 6 minggu, frekuensi BAB bayi cenderung menurun. Beberapa bayi hanya BAB sekali sehari, bahkan ada yang BAB hanya sekali dalam seminggu. Kondisi ini masih dianggap normal selama bayi tetap sehat, berat badannya bertambah, dan fesesnya lunak.
Penurunan frekuensi ini disebabkan oleh efisiensi saluran pencernaan bayi yang mulai berkembang. ASI diserap hampir sepenuhnya oleh tubuh, sehingga menghasilkan lebih sedikit sisa untuk dibuang.
Baca Juga: <a href="https://tentanganak.com/artikel/jenis-jenis-bab-anak-yang-perlu-diwaspadai/">Jenis-Jenis BAB Anak yang Perlu Diwaspadai</a>
<h2>Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi BAB</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/67528481-0181030f-6ff6-4621-b37c-59574ec5ff1a.jpg" />
1. Jenis Asupan
Bayi yang mengkonsumsi ASI cenderung BAB lebih sering dibandingkan bayi yang diberi susu formula. ASI juga menghasilkan feses yang lebih lunak dan berwarna kuning. Di sisi lain, susu formula dapat menghasilkan feses yang lebih padat dan kadang berwarna hijau.
2. Usia Bayi
Bayi yang lebih muda biasanya lebih sering BAB karena saluran pencernaan mereka masih berkembang. Seiring waktu, pola BAB menjadi lebih jarang dan teratur.
3. Respons Tubuh Bayi
Setiap bayi memiliki pola BAB yang unik. Ada bayi yang BAB dengan cepat setelah menyusu, sementara yang lain memerlukan waktu lebih lama.
<h3>Tanda-Tanda Masalah pada Pola BAB</h3>
<h4>1. Diare</h4>
<a href="https://tentanganak.com/artikel/penyebab-dan-cara-mengatasi-diare-pada-bayi/">Diare pada bayi</a> ditandai dengan feses yang cair dan lebih sering dari biasanya. Jika diare berlangsung lebih dari satu hari, segera konsultasikan dengan dokter karena bayi rentan terhadap dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi meliputi:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bibir dan mulut kering</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak buang air kecil selama lebih dari 6 jam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mata atau ubun-ubun terlihat cekung</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi tampak lemas</li>
</ul>
<h4>2. Sembelit</h4>
Sembelit jarang terjadi pada bayi yang hanya mengkonsumsi ASI. Namun, jika bayi mengalami feses yang keras, jarang BAB, atau tampak kesakitan saat BAB, ini bisa menjadi <a href="https://tentanganak.com/artikel/cara-mengatasi-sembelit-pada-bayi/">tanda sembelit</a>. AyBun bisa membantu bayi dengan:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Melakukan pijatan lembut pada perut bayi</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menggerakkan kaki bayi seperti gerakan mengayuh sepeda untuk merangsang pencernaan</li>
</ul>
Jika sembelit tidak membaik, konsultasikan dengan dokter.
<h4>3. Warna dan Tekstur Feses yang Tidak Normal</h4>
Feses bayi yang sehat biasanya berwarna kuning, hijau, atau cokelat, dengan tekstur yang lunak. Namun, beberapa kondisi tertentu bisa menjadi tanda masalah, seperti:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Feses berwarna putih atau abu-abu: Bisa mengindikasikan masalah pada hati atau pencernaan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Feses hitam (bukan mekonium): Bisa menjadi tanda perdarahan di saluran pencernaan bagian atas.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Feses berdarah: Biasanya akibat iritasi atau retakan di anus, tetapi jika darah terus muncul, segera konsultasikan dengan dokter.</li>
</ul>
<h2>Manfaat Memantau Pola BAB Bayi</h2>
Memantau frekuensi dan karakteristik BAB bayi dapat membantu AyBun memastikan bahwa bayi menerima asupan yang cukup dan berada dalam kondisi sehat.
Bayi yang mendapatkan cukup ASI biasanya memiliki pola BAB yang lebih teratur. Selain itu, pola BAB juga dapat menjadi indikator keberhasilan menyusui, terutama pada minggu-minggu pertama.&nbsp;
Jika si Kecil tampak jarang BAB, sulit buang air kecil, atau berat badannya tidak naik, segera temui dokter atau konsultan laktasi.
Baca Juga: <a href="https://tentanganak.com/artikel/rekomendasi-buku-anak/">15 Rekomendasi Buku Anak yang Edukatif dan Menarik</a>
<h2>Kapan Harus Mencari Bantuan Medis?</h2>
Konsultasikan dengan dokter jika si Kecil menunjukkan tanda-tanda berikut:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak BAB selama lebih dari seminggu, terutama jika fesesnya keras atau bayi tampak kesakitan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Diare yang berlangsung lebih dari 24 jam.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Feses yang mengandung darah atau berwarna tidak normal.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi tampak lemas, sulit menyusu, atau menunjukkan tanda dehidrasi.</li>
</ul>
<h3>Kesimpulan</h3>
Frekuensi BAB bayi baru lahir sangat bervariasi, mulai dari beberapa kali sehari hingga sekali seminggu. Pola ini dipengaruhi oleh usia dan jenis asupan yang diterima bayi. Selama bayi tumbuh dengan baik, tidak perlu khawatir jika pola BABnya berbeda dengan bayi lain.
Namun, sebagai orang tua, penting untuk memahami tanda-tanda yang tidak normal pada pola BAB bayi. Dengan memantau frekuensi, warna, dan tekstur feses bayi, AyBun dapat memastikan bahwa si Kecil mendapatkan asupan yang cukup dan berada dalam kondisi sehat.&nbsp;
Jika ada kekhawatiran, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter.

Ini Frekuensi Normal BAB pada Bayi Baru Lahir dalam Sehari, Catat!

Resiliensi adalah kemampuan untuk pulih dan beradaptasi setelah menghadapi berbagai tantangan, stress, dan rintangan dalam hidup. Memiliki anak yang tangguh dan mampu mengatasi berbagai kesulitan adalah impian setiap orang tua. Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya resiliensi pada anak serta cara-cara untuk membangunnya, berdasarkan penelitian dan sumber yang terpercaya.

Resiliensi adalah kemampuan untuk pulih dan beradaptasi setelah menghadapi berbagai tantangan, stress, dan rintangan dalam hidup. Memiliki anak yang tangguh dan mampu mengatasi berbagai kesulitan adalah impian setiap orang tua. Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya resiliensi pada anak serta cara-cara untuk membangunnya, berdasarkan penelitian dan sumber yang terpercaya.
<h3>Apa Itu Resiliensi?</h3>
Menurut<a href="https://developingchild.harvard.edu/science/key-concepts/resilience/"> Harvard University's Center on the Developing Child</a>, resiliensi adalah Resiliensi adalah 'keberhasilan' untuk menunjukkan upaya/outcome positif terlepas dari tekanan yang dihadapi/dialami. 
Dengan kata lain, bukan hanya bertindak guna 'bertahan' dalam situasi, dengan bantuan/dukungan yang sesuai, situasi ini bisa menjadi katalis tumbuh/kembang anak.
<h3>Pentingnya Memperkuat Resiliensi pada Anak</h3>
Membantu anak mengembangkan resiliensi memiliki banyak manfaat, termasuk:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kemampuan Mengatasi Kesulitan: Anak yang tangguh memiliki kemampuan untuk mengatasi rintangan dan tantangan dengan cara yang positif.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Meningkatkan Kemandirian: Resiliensi membantu anak untuk menjadi mandiri dan percaya diri dalam mengambil keputusan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Meningkatkan Kesejahteraan Emosional: Anak yang memiliki resiliensi yang kuat cenderung memiliki tingkat kesejahteraan emosional yang lebih tinggi.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Memperkuat Hubungan Sosial: Anak yang tangguh mampu membangun hubungan sosial yang baik dan memperoleh dukungan dari orang-orang di sekitarnya.</li>
</ul>
<h3>Cara Membangun Resiliensi pada Anak</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Memberikan Dukungan Emosional dari Orang Tua: Pentingnya peran orang tua yang menjadi sumber dukungan emosional yang stabil bagi anak. Dengarkan perasaan dan kekhawatiran mereka, dan berikan dukungan yang mereka butuhkan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Ajarkan Keterampilan Problem Solving: Ajarkan anak cara-cara untuk menyelesaikan masalah dan mengatasi rintangan dengan cara yang positif. Berikan mereka kesempatan untuk mencoba dan belajar dari kegagalan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mendorong Kemandirian: Mendorong anak untuk menjadi mandiri dan mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka dapat membantu memperkuat resiliensinya.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Fokus pada Pengembangan Hubungan Sosial yang Positif: Bantu anak untuk membangun hubungan yang sehat dan positif dengan teman-teman dan keluarga. Ini akan memberikan mereka dukungan sosial yang penting dalam mengatasi kesulitan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Membangun Optimisme: Ajarkan anak untuk melihat sisi positif dari setiap situasi dan untuk tetap optimis bahkan dalam menghadapi kesulitan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berikan Model Perilaku yang Positif: Berperilaku positif dan menunjukkan sikap yang tangguh dalam menghadapi kesulitan dapat menjadi contoh yang baik bagi anak.</li>
</ul>
Menurut sebuah studi yang diterbitkan di<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6069421/"> NCBI</a>, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk membangun resiliensi pada anak, termasuk:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Membangun Hubungan yang Aman: Memberikan anak lingkungan yang aman dan penuh kasih adalah langkah penting dalam membangun resiliensi.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mendorong Dukungan Sosial: Mendukung anak untuk memiliki hubungan yang positif dan mendukung dengan teman sebaya dan orang dewasa dapat membantu mereka mengatasi kesulitan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mengajarkan Keterampilan Penyesuaian Diri: Mengajarkan anak cara-cara untuk beradaptasi dengan perubahan dan mengatasi stres dapat membantu mereka menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan.</li>
</ul>
Membangun resiliensi pada anak adalah investasi penting dalam masa depan mereka. 
Dengan memberikan dukungan emosional yang stabil, mengajarkan keterampilan problem solving, mendorong kemandirian, dan membangun hubungan sosial yang positif, Ayah Bunda dapat membantu si Kecil mengatasi berbagai kesulitan dan tumbuh menjadi individu yang tangguh dan berkembang secara positif.&nbsp;
AyBun bisa dengan membaca dan membelikan buku Resilience
<img src="https://tentanganak.com/_next/image/?url=%2Fstatic%2Fproducts%2Fbooks%2Fresiliencetangguh-buku-bilingual.jpg&amp;w=3840&amp;q=75" alt="Resilience/Tangguh (buku bilingual)" width="171" height="171" />
<div>Penulis
Writer: Gianti Amanda, Grace Sameve, Mesty Ariotedjo &amp; Reda Gaudiamo Illustrator: Bellansori Translator: Natalia Marhum
</div>
<div>Sinopsis
Ketangguhan adalah salah satu karakter baik dengan beragam manfaat jika dimiliki. Proses menumbuhkan karakter baik, termasuk ketangguhan, memerlukan waktu dan dukungan dari lingkungan.
Oleh sebab itu, buku ini diharapkan dapat mendampingi orang tua untuk memulai proses ini dan turut menginspirasi si Kecil untuk mulai menerapkannya dalam keseharian sejak dini.
Hadir dalam Bahasa Indonesia dan English, buku ini juga turut mendukung AyBun untuk membiasakan penggunaan 2 bahasa dengan si Kecil.
</div>
<div class="py-1 flex items-center justify-between">
<div class="flex items-center space-x-2">Segera hadir dapatkan di aplikasi pada menu BELANJA atau <a href="https://shope.ee/4Ac2BKJgMz">di SHOPEE kesayangan AyBun&nbsp;</a> klik <a href="https://shope.ee/4Ac2BKJgMz">di sini!</a></div>
</div>
Ingatlah bahwa membangun resiliensi adalah proses yang berkelanjutan, serta penting untuk terus memberikan dukungan dan bimbingan kepada anak dalam perjalanan mereka menuju kedewasaan.
&nbsp;
Foto: Freepik
Referensi:
https://raisingchildren.net.au/school-age/behaviour/understanding-behaviour/resilience-how-to-build-it-in-children-3-8-years#:~:text=Resilience%20is%20the%20ability%20to,get%20back%20to%20living%20life.&nbsp;
https://developingchild.harvard.edu/science/key-concepts/resilience/&nbsp;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6069421/&nbsp;

5 Cara Melatih Anak Tangguh untuk Menjadi Sukses di Masa Depan

Temukan jawaban apakah anak boleh minum susu saat sedang mengalami diare dalam artikel ini. Simak juga pertolongan pertama ketika menghadapi anak yang diare &amp; ciri-ciri diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa.

Balita

Bayi

Nutrisi

Menghadapi masalah diare pada anak seringkali membingungkan, terutama terkait dengan pertanyaan apakah anak yang sedang mengalami diare seharusnya menghindari konsumsi susu.&nbsp;
Disebut mengalami diare apabila Si Kecil sering BAB (lebih dari atau sama dengan 3 kali/hari) dengan tinja yang lebih cair dari biasanya, biasanya karena infeksi virus dan paling sering terjadi pada balita.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kebenaran dari anjuran tersebut, serta memberikan jawaban yang tepat untuk membantu para AyBun dalam merawat anak mereka selama kondisi diare.
<h2>Pemberian Susu Susu saat Anak Diare</h2>
Ketika anak mengalami diare, produksi enzim laktase di ususnya menurun, menyebabkan kesulitan dalam mencerna produk makanan atau minuman yang mengandung laktosa seperti susu.&nbsp;
Hal ini menyebabkan ketika Anak minum susu, mereka cenderung langsung mengeluarkannya menjadi pup atau feses. Biasanya feses nya ini berwarna putih atau cair seperti susu. Namun hal ini bukan berarti Anak mengalami intoleransi laktosa dan belum tentu juga alergi susu sapi.
Anak yang lagi diare tetap boleh minum susu dengan takaran seperti biasa dan nggak perlu diencerkan. Penelitian menunjukkan kalau mengencerkan susu tidak akan mengurangi intensitas diare, justru malah membuat Si Kecil kekurangan nutrisi.
<h2>Haruskah Ganti Susu Saat Anak Diare?</h2>
Untuk menjawab pertanyaan ini, AyBun harus tahu dulu penyebab masalah diare Anak. Anak yang mengalami diare perlu mempertimbangkan untuk mengganti susu jika disebabkan oleh intoleransi laktosa dan alergi susu sapi.
Pertimbangkan juga untuk mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa selama masa diare, meskipun Si Kecil tidak mengalami intoleransi laktosa. Namun Dengan catatan mengganti cairan tubuh lain sampai kondisinya membaik.
Mengurangi makanan atau minuman yang mengandung susu bertujuan untuk mempermudah usus bekerja karena selama diare yang mengalami kesulitan mencerna laktosa dalam susu sapi.
<h2>Pertolongan Pertama Menghadapi Anak yang Diare</h2>
Berikut pertolongan pertama yang bisa AyBun lakukan saat Si Kecil mengalami diare, AyBun bisa menyesuaikan dengan umur dan kondisi Si Kecil, namun jika tidak kunjung membaik konsultasikan dengan dokter:
<h3>Usia Anak 6 Bulan Ke Atas</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Anak yang masih menyusui sebaiknya tetap diberikan ASI dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. Berikan minum setiap kali setelah muntah. Selain itu, berikan larutan oralit atau air selama 12 jam pertama.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi yang diberi susu formula pertimbangkan untuk mengurangi takarannya, namun AyBun wajib mengganti dengan larutan oralit atau air selama 12 jam pertama. Setelah kondisi membaik, Si Kecil dapat diberikan susu formula kembali bisa mulai dalam jumlah yang sedikit.</li>
</ul>
<h3>Balita</h3>
Berikan anak-anak yang lebih besar minuman dalam jumlah kecil secara teratur &mdash; misalnya setiap 15 menit. Larutan oralit adalah pilihan terbaik. Jika mereka tidak mau minum oralit, jus pisang dapat dijadikan pertimbangan terutama untuk anak yang memulai MPASI
<h3>Suplemen Prebiotik</h3>
Suplemen dengan kandungan prebiotik sangat bermanfaat dalam merawat anak yang mengalami diare. Prebiotik membantu memperbaiki keseimbangan bakteri baik di dalam saluran pencernaan, yang dapat membantu mengurangi durasi diare dan mempercepat pemulihan.
<h3>Zinc Sulfat</h3>
Zinc sulfat juga direkomendasikan untuk diberikan selama 10 hari berturut-turut. Zinc sulfat membantu mengatasi kekurangan nutrisi atau defisiensi zinc yang umum terjadi selama diare. Selain itu, zinc sulfat juga membantu dalam kasus intoleransi laktosa dengan memperbaiki fungsi pencernaan.
<h3>Istirahat yang Cukup</h3>
Pastikan merupakan bagian penting dalam proses pemulihan dari diare. Istirahat yang cukup membantu tubuh untuk pulih secara optimal, memperkuat sistem kekebalan, dan mengurangi stres yang bisa memperburuk kondisi. Pastikan anak Anda cukup tidur dan istirahat agar proses penyembuhan berlangsung lebih efektif.
<h2>Ciri-Ciri Diare Akut oleh Intoleransi Laktosa:</h2>
Beberapa tanda diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa antara lain sebagai berikut:
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Diare cair dan berbau asam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sering buang angin, kembung, nyeri perut</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sekitar anus kemerahan.</li>
</ol>
Bila terjadi hal-hal di atas perlu konsultasi ke dokter untuk pertimbangan penggantian susu dan segera bawa anak ke fasilitas kesehatan jika:
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Usia &lt; 6 bulan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Diare lebih dari 3 hari</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tinja berdarah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Ada tanda dehidrasi seperti pucat, mata cekung, rewel, lemas, tangan dan kaki dingin</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Penurunan kesadaran.</li>
</ol>
Baca juga: <a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=1547">Warna Feses atau BAB Anak yang Berbahaya dan Cara Mengatasinya</a>
<h2>Penutup</h2>
Itulah tata cara merawat anak yang sedang mengalami diare, termasuk mempertimbangkan terkait konsumsi susu. Penting bagi orang tua untuk memahami penyebab diare dan bagaimana memberikan perawatan yang tepat untuk mempercepat pemulihan Si Kecil.
Jika AyBun mengalami kekhawatiran atau pertanyaan lebih lanjut tentang kesehatan Si Kecil, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter dengan memanfaatkan fitur <a href="tentanganak://consult_list?type=consult_list">Tanya Ahli</a>.&nbsp;
Tetap perhatikan tanda-tanda yang mungkin memerlukan perhatian medis lebih lanjut seperti dehidrasi atau tanda-tanda lain yang telah dibahas. Keselamatan dan kesehatan Si Kecil selalu menjadi prioritas utama.

Anak Diare Boleh Minum Susu? Intip Jawabannya Di Sini

Temukan solusi untuk perut kembung pada bayi di artikel ini. Pelajari penyebab, gejala, dan cara mengatasi perut kembung yang sering membuat si kecil rewel. Baca tips efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan dan membuat bayi lebih nyaman.&nbsp;

Pencernaan

Masalah Kesehatan

Bagi Ayah &amp; Bunda yang baru punya bayi, pasti sering mengalami panik jika terjadi sesuatu yang membuat si kecil tidak nyaman. 
Salah satunya ketika bayi mengalami perut kembung. Meski bukan hal yang membahayakan, perut kembung bisa membuat bayi rewel bahkan menangis menjerit-jerit dalam waktu yang tidak sebentar.&nbsp;
Penyebab perut kembung pada bayi cukup beragam, mulai dari terlalu banyak menelan udara ketika menangis dan menyusui, hingga sebagai reaksi alergi terhadap susu maupun makanan tertentu. 
Agar ayah-bunda tidak panik, dan tahu cara mengatasi persoalan ini, artikel kali ini akan membahas serba serbi perut kembung pada bayi, mulai dari penyebab, ciri-ciri hingga tips menghilangkan gas yang membuat perut bayi kembung. 
Yuk, kita mulai pembahasannya di bawah ini.
<h2>Gejala Perut Kembung Pada Bayi dan Anak</h2>
Ada sejumlah ciri yang menjadi pertanda bahwa perut si kecil kembung. 
Namun, perlu ayah-bunda pahami, gejala ini juga bisa disebabkan oleh kondisi kesehatan lainnya. 
Berikut ini beberapa di antaranya: 
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Perut bayi terasa kencang atau keras saat disentuh</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sering menggeliat dan wajahnya terlihat merah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi menangis bahkan menjerit-jerit dalam waktu lama karena tidak nyaman</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi kesulitan tidur atau terbangun dengan mudah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi menolak untuk makan atau minum susu</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi sering kentut atau bersendawa</li>
</ol>
<h2>Makanan Penyebab Perut Kembung Pada Bayi</h2>
Jika bunda masih menyusui si kecil, bisa jadi perut kembung yang dialaminya merupakan reaksi alergi terhadap makanan yang dikonsumsi oleh bunda. 
Berikut ini adalah sejumlah makanan yang dapat membuat perut bayi bergas:
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Makanan yang kaya akan serat, contohnya seperti makanan yang mengandung bran (bekatul).</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Beberapa buah seperti aprikot, persik, plum, jeruk, lemon dan buah pir.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sayuran seperti brokoli, asparagus, kubis, kentang dan kol.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pasta</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Makanan berbahan susu sapi seperti keju.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Minuman berkarbonasi, minuman yang mengandung kafein dan coklat.</li>
</ol>
<h2>Cara Mengatasi Perut Kembung Pada Bayi</h2>
Ada sejumlah cara yang bisa Ayah &amp; Bunda lakukan untuk membantu bayi yang kembung mengeluarkan gas dari perutnya. 
Sejumlah cara ini dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan tenaga medis sekalipun.
Nah, berikut ini adalah sejumlah cara mengatasi perut kembung pada bayi:
<h3>1. Lakukan Seperti Posisi Mengayuh Sepeda</h3>
Menggerakkan kaki bayi dengan cara mengayuh seperti saat bersepeda dapat membantu mempercepat pengeluaran gas dari perut bayi yang terperangkap. 
Metode ini sering disarankan oleh dokter anak dan praktisi kesehatan untuk membantu mengurangi ketidaknyamanan dan kembung pada bayi.
<h3>2. Berikan Pijatan pada Perut Bayi</h3>
Pijatan lembut pada perut bayi dapat membantu meredakan kembung dan memudahkan pengeluaran gas. 
Teknik pijatan yang tepat adalah dengan menekan perut bayi secara perlahan dengan gerakan memutar searah atau berlawanan arah jarum jam, dengan membiarkan reaksi bayi mengarahkan tekanan yang diberikan.
<h3>3. Tummy Time atau Tengkurap</h3>
Banyak manfaat yang diperoleh bayi dari aktivitas tummy time atau tengkurap. 
Selain dapat memperkuat otot-otot tubuh bagian atas dan merangsang mereka untuk mengangkat kepala, posisi tengkurap juga dapat membantu membebaskan gas yang terperangkap di dalam perut bayi. 
Namun, pastikan agar Ayah &amp; Bunda mengawasi bayi saat tummy time.
<h3>4. Mengusap Lembut Punggung Bayi</h3>
Dengan menepuk punggung bayi, AyBun juga bisa membantunya mengeluarkan gas yang terperangkap di perut. 
Berikut ini adalah 3 posisi yang bisa AyBun lakukan:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Letakkan bayi di atas bahu AyBun, sambil memegang kepala dan leher bayi dengan lembut. Usap atau tepuk punggung bayi dengan lembut sampai bayi bersendawa.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Dudukkan bayi di pangkuan AyBun dengan posisi duduk. Pegang kepala bayi dengan satu tangan sementara tangan yang lain memberikan dukungan pada dada bayi. Kemudian, usap atau tepuk punggung bayi dengan lembut sampai bayi bersendawa.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Letakkan bayi di depan AyBun dalam posisi jongkok dengan kepala bayi di bawah dada Anda. Pegang kepala bayi dengan lembut dan gunakan tangan yang lain untuk memberikan dukungan pada bokong bayi. Kemudian, usap atau tepuk punggung bayi dengan lembut sampai bayi bersendawa.</li>
</ul>
Nah, Ayah &amp; Bunda, di atas adalah sejumlah metode ini sering disarankan oleh dokter anak dan praktisi kesehatan untuk membantu mengurangi ketidaknyamanan akibat kembung pada bayi. 
Namun, jika bayi terlihat tidak nyaman dalam jangka waktu yang lama, disarankan untuk segera memeriksakan si kecil ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut. Selamat mencoba!

Cara Mudah Mengatasi Perut Kembung pada Bayi

Ayah memiliki peran vital dalam keluarga, seperti penyedia kebutuhan ekonomi hingga berperan sebagai pendidik. Apa saja peran lainnya? Baca selengkapnya di sini.

Psikologi Ayah Bunda

Parenting

Ketika seorang ayah berperan aktif dalam kehidupan anak-anaknya, mereka dapat memberikan dampak yang positif pada kesehatan fisik dan psikologi anak. Kehadiran ayah dapat membuat anak-anak merasa lebih aman, stabil, dan didukung dalam kehidupan mereka. Pernyataan ini juga didukung oleh banyak penelitian.
&nbsp;
Salah satunya adalah sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2014 dalam jurnal "Pediatrics" yang mengevaluasi 17 penelitian sebelumnya dengan melibatkan lebih dari 50.000 anak di seluruh dunia sebagai responden menemukan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua tunggal atau tidak tinggal serumah dengan ayah cenderung mengalami obesitas dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal bersama dengan kedua orang tua.&nbsp;
&nbsp;
Mengingat vitalnya peran seorang ayah dalam keluarga, artikel ini akan mengulas lebih jauh mengenai apa saja peran dan tanggungjawab yang harus dipikul ayah sebagai kepala keluarga. Ingin tahu lebih jelas lagi? Yuk, baca penjelasan selengkapnya di bawah ini.
<h2>5 Peran Utama Ayah dalam Keluarga</h2>
<h3>1. Peran Ayah Sebagai Pencari Nafkah</h3>
Peran ayah sebagai provider atau pencari nafkah merujuk pada tanggung jawab ayah dalam memberikan dukungan finansial kepada pasangan dan anak-anak. Sebagai pencari nafkah, ayah berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar keluarga, seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya seperti rekreasi.
<h3>2. Peran Ayah Sebagai Pelindung Keluarga</h3>
Seorang ayah juga bertanggung jawab melindungi keluarga dari bahaya dan ancaman, baik fisik maupun emosional. Dalam kata lain, ayah wajib memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap keluarga yang dicintainya.
&nbsp;
Tidak hanya melindungi anggota keluarga dari segala bentuk ancaman dari luar, ayah juga harus memastikan tidak adanya kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, hingga intimidasi di antara sesama anggota keluarga. Tidak terkecuali juga kewajiban untuk memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada keluarga seperti memperhatikan kebutuhan dan perasaan anak-anak, memberikan dukungan saat anggota keluarga mengalami kesulitan dan rasa takut, serta membantu keluarga dalam mengambil keputusan penting.
<h3>3. Peran Ayah Sebagai Teladan</h3>
Seorang ayah juga merupakan figur yang dapat dijadikan sebagai teladan oleh anggota keluarga, terutama anak-anak. Untuk itu, ayah wajib menunjukkan kepada anak-anak bagaimana menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
&nbsp;
Contohnya seperti cara berbicara, bersikap, cara memperlakukan orang lain, cara mengambil keputusan, hingga cara menyelesaikan masalah. Sebagai teladan, ayah diharapkan menunjukkan nilai-nilai yang penting seperti integritas, kerja keras, kesetiaan, dan rasa saling menghormati.
&nbsp;
Dengan menjadi role model yang baik, ayah dapat membantu anak-anaknya untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab, serta mendorong anak-anak untuk memiliki cita-cita dan meraih kesuksesan dalam hidup.
<h3>4. Peran Ayah Sebagai Pendidik</h3>
Dalam keluarga, ayah juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik kepada anak-anaknya, mulai dari menyediakan akses pendidikan hingga membantu mereka dalam belajar dan berkembang secara intelektual, emosional, dan sosial.
&nbsp;
Dalam perannya pendidik, ayah dapat membantu anak-anak dalam berbagai hal seperti belajar membaca, menulis, berhitung, serta mengembangkan minat dan bakat mereka. Selain itu, ayah juga dapat memberikan pandangan yang berbeda dari ibu atau anggota keluarga lainnya mengenai berbagai macam hal.
<h3>5. Peran Ayah Sebagai Pengambil Keputusan</h3>
Peran penting lain yang diemban seorang ayah adalah sebagai pengambil keputusan dalam keluarga. Alasannya karena secara kultural dan sosio-ekonomi, sejumlah keputusan lebih diambil ayah ketimbang anggota keluarga lainnya. Karena keputusan yang diambil ayah biasanya akan berdampak pada seluruh anggota keluarga, oleh karenanya diharapkan agar keputusan yang diambil haruslah cerdas dan tidak egois.
&nbsp;
Saat mengambil keputusan, pastikan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan anggota keluarga lainnya, serta membantu untuk menyelesaikan perbedaan pendapat yang mungkin timbul antara pasangan atau anak-anak. Komunikasi antara ayah dan anggota keluarga juga sangat penting sehingga alasan-alasan yang melatarbelakangi pengambilan keputusan dapat dipahami anggota keluarga lainnya.
<h3>Apa Dampaknya jika Ayah Tidak Berperan dalam Keluarga?</h3>
Ketika seorang ayah tidak hadir dalam kehidupan anak, hal itu dapat memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan psikologi dan fisik anak. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masalah kesehatan fisik: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung memiliki masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, dan masalah jantung.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masalah kesehatan mental: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung memiliki masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masalah dalam hubungan sosial: Anak yang tidak memiliki hubungan baik dengan ayah cenderung punya masalah dalam hubungan sosial, termasuk masalah dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masalah identitas diri: Ayah dapat membantu anak dalam menemukan identitas diri mereka. Ketika ayah tidak hadir dalam kehidupan anak, mereka dapat mengalami kesulitan dalam menemukan jati dirinya.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masalah akademik: Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung memiliki masalah dalam kehidupan akademik, termasuk kesulitan belajar, terlambat membaca dan menulis, serta masalah dalam mengikuti aturan.</li>
</ul>
Foto: Designed by freepik
Sumber:&nbsp;
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/oby.21902

Peran dan Tanggung Jawab Ayah dalam Keluarga

Dukung kemampuan bicara si kecil dengan rutin mengajak bayi bicara. Ini cara mengajak bayi bicara yang tepat untuk bantu anak lebih cepat bicara.

6-12 bulan

Ternyata, bayi sudah bisa diajak bicara bahkan sejak masih berada di dalam kandungan. Walaupun bayi masih belum bisa berbicara, bayi dapat merespon ucapan orang di sekitarnya melalui ekspresi, gerak tubuh, hingga gumaman. Maka dari itu, proses pembelajaran bayi untuk berbicara dan mengenali kosakata baru sudah dimulai sejak bayi baru lahir.
Bayi diperkirakan mulai berbicara pada usia 4&ndash;6 bulan. Kosakata pertamanya mungkin masih berupa celotehan. Lama-kelamaan, celotehan itu akan menjadi kosakata pertama yang bayi ucapkan. Kosakata tersebut bayi pelajari dari ucapan orang di sekitarnya, buku, atau TV.&nbsp;
Orang tua dianjurkan untuk sering berkomunikasi dengan si kecil sejak dini. Kegiatan ini bermanfaat untuk mendukung perkembangan bahasa bayi serta mempercepat kemampuan bicara bayi. Komunikasi rutin juga dapat menambah kosakata sang buah hati. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui cara mengajak bayi bicara yang benar.&nbsp;
Tapi, berkomunikasi dengan bayi tidak cukup dengan rutin saja. Langkah tepat dalam mengajak bayi berbicara dapat memaksimalkan manfaat komunikasi untuk si kecil. Yuk pelajari cara mengajak bayi bicara dengan benar berikut ini!
<h2>Manfaat Mengajak Bayi Berbicara</h2>
Bayi-bayi berkembang dengan tempo yang berbeda-beda. Dengan berkomunikasi secara rutin dengan bayi sejak usia dini, kemampuan bicara bayi akan lebih terlatih dengan banyaknya kosakata yang ia kenali. Di bawah ini adalah manfaat penting dari mengajak si kecil berbicara:
<h3>1. Membuat Bayi Lebih Cepat Bicara</h3>
Seperti pepatah &ldquo;bisa karena biasa&rdquo;, mengajak bayi berbicara dapat mempercepat proses untuk mulai berbicara. Hak ini disebabkan oleh bayi yang terbiasa mendengar kosakata yang diucapkan kepadanya. Bayi akan mengenali kosakata tersebut, kemudian ia akan termotivasi untuk mengucapkannya kembali. Bunda juga bisa membantu bayi mengenali benda-benda di sekitarnya melalui komunikasi rutin selama masa pertumbuhannya.
<h3>2. Membuat Bayi Lebih Pintar</h3>
Dengan sering mengajak si kecil berbicara sejak usia dini, bayi akan mampu mengetahui dan membedakan benda melalui kosakata baru. Bayi juga akan memiliki kemampuan memproses bahasa serta IQ yang lebih baik. Selain itu, komunikasi rutin dan positif dengan bayi turut membantu bayi mengembangkan rasa percaya diri.&nbsp;
<h3>3. Meningkatkan Kemampuan Bahasa</h3>
Bayi belajar berbicara dengan memproses kosakata yang ia dengar. Semakin banyak kosakata yang ia dengar, maka semakin kaya kosakata yang ia miliki. Bunda juga bisa memperkenalkan bahasa asing kepada bayi sejak dini karena otaknya yang mampu mempelajari bahasa lebih mudah dan cepat. Bayi yang terbiasa mendengar bahasa ibu ataupun bahasa asing akan lebih mudah mempraktikannya di masa depan.
<h3>4. Meningkatkan Bonding antara Orang Tua dan Bayi</h3>
Memperkuat ikatan antara orang tua dan bayi dapat dilakukan dalam berbagai cara, mulai dari sentuhan, tatapan, hingga ucapan. Mengajak bayi berbicara secara rutin akan membantu bayi membedakan suara orang tua dari suara-suara lainnya. Bayi juga dapat menangkap emosi dan perhatian orang tua dari obrolan rutin yang dilakukan. Hal ini juga berperan dalam mendukung perkembangan emosional dan sosial bayi.
<h2>Tips Mengajak Bayi Bicara dengan Benar</h2>
Cara mengajak bayi bicara tidak bisa dilakukan sembarangan, Bunda. Karena bayi tidak bisa menyaring kosakata yang ia dengar, Bunda harus memilih kosakata yang baik saat berbicara dengannya. Beberapa langkah yang perlu Bunda lakukan agar komunikasi dengan bayi dapat bekerja efektif adalah sebagai berikut:
<h3>1. Gunakan Bahasa yang Benar</h3>
Cara pertama dalam mengajak bicara bayi yang tepat adalah dengan memakai bahasa yang benar. Maksudnya adalah dengan tidak memakai kata tidak baku atau kalimat yang tidak tepat saat berkomunikasi dengan bayi. Biasakan berbicara dengan bayi dengan mengucapkan frasa atau kalimat sederhana dengan tata bahasa yang tepat.
Contohnya, saat si kecil akan minum susu, Bunda sebaiknya tidak mengatakan &ldquo;Adik mau minum cucu?&rdquo;, melainkan katakan &ldquo;Adik mau minum susu?&rdquo;. Kata yang dibuat imut atau terkesan cadel dapat membuat bayi mengira bahwa kata cadel tersebut adalah kata yang benar. Si kecil bahkan akan terbiasa mengucapkan kata cadel tersebut jika Bunda terus berbicara dengan kosakata cadel.
<h3>2. Perlambat Tempo saat Berbicara</h3>
Saat mengajak si kecil berbicara, pastikan Bunda memperlambat tempo untuk mempermudah bayi mengenali kosakata dan memahami kalimat yang Bunda ucapkan. Selain itu, berikan jeda pada setiap kalimat yang Bunda ucapkan.&nbsp;
Jika Bunda berbicara dengan bayi saat TV menyala, sebaiknya turunkan volume TV agar suara Bunda tidak tenggelam oleh suara TV, ya! Hal ini juga membantu bayi untuk membedakan suara Bunda dengan suara orang lain.
<h3>3. Berbicara dengan Ekspresif</h3>
Membacakan buku cerita pada bayi adalah salah satu kegiatan untuk membantu bayi mengenali kosakata baru. Saat membacakan buku cerita, Bunda pastinya perlu berbicara dengan ekspresif untuk menarik perhatian bayi. Bunda juga bisa menggunakan gestur tubuh dan variasi nada. Namun, cara berbicara yang ekspresif juga bisa dilakukan di pembicaraan sehari-hari dengan bayi.
Berbicara dengan ekspresif akan mendorong bayi untuk tertarik berkomunikasi dengan Bunda. Gunakan nada atau penekanan pada kosakata penting. Tunjukkan juga ekspresi wajah atau gestur yang sesuai dengan isi pembicaraan. Contohnya adalah mengacungkan jempol saat memberi pujian pada bayi.
Tidak hanya itu, kontak mata juga sangat penting saat mengajak bayi berbicara. Cara ini penting untuk membantu bayi mengenali wajah orang yang berbicara dengannya. Untuk mempertahankan kontak mata, setidaknya singkirkan hal-hal yang dapat menjadi distraksi bayi ataupun Bunda, seperti TV atau HP.
Demikian cara sukses mengajak bayi berbicara yang bisa Bunda terapkan di rumah. Berbicara dengan bayi hanyalah satu dari banyaknya kegiatan untuk mendukung pertumbuhan sang buah hati. Setelah mengetahui manfaat dan cara mengajak bayi bicara di atas, yuk mulai terapkan komunikasi rutin dan positif dengan si kecil!

Cara Mengajak Bayi Bicara untuk Meningkatkan Kosakata Bayi

Resep MPASI bayi 6 bulan untuk naikkan tinggi badan anak dan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Makanan Pendamping ASI atau MPASI adalah jenis makanan yang diberikan pada bayi untuk memenuhi zat nutrisi dan kebutuhan energinya setelah usia bayi 6 bulan. Pada saat ini, Bunda akan menyediakan berbagai jenis makanan agar Si Kecil mau belajar makan.
Bagi Ayah atau Bunda yang ingin mengoptimalkan pertumbuhan anak adalah dengan menyediakan asupan gizinya berasal dari bahan-bahan terbaik, misalnya mengandung bahan protein hewani atau makanan yang mengandung tinggi protein.
Agar memperkaya rasa dan tekstur anak soal makanan, Ayah dan Bunda dapat memberikan MPASI yang dibuat sendiri di rumah dengan bahan-bahan yang alami. Makanan ini perlu mengandung karbohidrat, protein, dan lemak untuk memenuhi zat gizi si Kecil.
<h2>Rekomendasi resep MPASI Protein Lengkap</h2>
Buat Ayah Bunda yang kehabisan ide buat masak MPASI si Kecil, yuk intip 5 resep di bawah ini yang bisa mendukung kenaikan berat badan si Kecil sesuai dengan anjuran WHO.
<h1>Telur Ikan Wortel Buncis</h1>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/655c889e-0077362c-9733-4f24-ba2b-16225a9b4c51.jpg" />
Porsi: 4 porsi
Waktu: 35&nbsp; menit&nbsp;
Bahan - Bahan:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 butir telur ayam (kocok)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm tempe (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm ikan kembung (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm wortel (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm buncis (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 siung bawang putih (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 siung bawang merah (cincang halus)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Secukupnya garam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm Secukupnya butter untuk menumis</li>
</ul>
Cara masak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Lelehkan butter, tumis bawang merah, dan putih.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masukkan semua bahan kecuali telur dengan urutan tempe, sayuran, lalu ikan kembung.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tumis hingga matang secara merata.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masukan sayuran tumisan tadi ke dalam kocokkan telur.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kukus 10-15 menit atau sampai matang.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sajikan dengan nasi tim tiap kali makan.</li>
</ul>
<h1>Sup Telur Sayur</h1>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/655c8855-cfc5e542-a3d9-47d8-a66f-d348ff576362.jpg" />
Porsi: 3&nbsp; porsi
Waktu: 35&nbsp; menit&nbsp;
Bahan - Bahan:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">30 gr buncis</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">30 gr wortel</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">20 gr jagung pipil</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 butir telur</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">150 ml kaldu ayam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdt minyak wijen</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 siung bawang putih</li>
</ul>
Cara masak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Didihkan air kaldu ayam, masukkan bawang putih yang sudah digeprek,&nbsp; dan rebus sayuran hingga setengah matang.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kocok telur dalam wadah, tuang dan sambil diaduk ke dalam bersama bahan lainnya.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masukkan sisa bumbu. Aduk rata.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sajikan dengan nasi tim tiap kali makan.&nbsp;</li>
</ul>
<h1>Sup Bening Ayam Bayam</h1>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/655c87ea-df02bf01-6f02-49d4-9680-55d4960f7829.jpg" />
Porsi: 3 porsi
Waktu: 35 &nbsp; menit&nbsp;
Bahan - Bahan:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">60 gr paha ayam filet</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">&frac12;&nbsp; ikat atau segenggam bayam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">300 ml air</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">2 sdm jagung pipil</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 sdm butter</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Secukupnya garam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 siung bawang putih (cincang halus)</li>
</ul>
Cara masak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tumis butter masukkan dada ayam sampai setengah matang pada panci.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tambahkan cincangan halus bawang putih.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masukkan air tambahkan garam.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Aduk rata masak sampai mendidih.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Masukkan jagung, dan terakhir bayam.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Aduk dan tutup sebentar.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sajikan dengan nasi tiap kali makan.&nbsp;</li>
</ul>
<h1>Steamed Daging Telur Sayur</h1>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/655c8828-9b7d2dfe-4b77-4ea3-80a9-f4c36778c651.jpg" />
Porsi: 4 porsi
Waktu: 35&nbsp; menit&nbsp;
Bahan - Bahan:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">1 butir telur</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">20 gr daging ayam giling</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">300 gr tofu</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">&frac12; wortel (parut)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Secukupnya daun bawang</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">&frac12; sdt minyak wijen</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">5 sdm air</li>
</ul>
Cara masak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Campurkan semua bahan jadi satu.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Aduk hingga bahan menyatu dan rata.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tuang ke dalam wadah/mangkuk tahan panas.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kukus selama 20 menit.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sajikan dengan &frac12; mangkuk kecil nasi tim tiap kali makan.</li>
</ul>
Untuk tahu kandungan protein dan informasi nilai gizi lainnya yuk, unduh dan akses menu resep melalui aplikasi Tentang Anak.
Foto: Shutterstock

Cegah Stunting, Ini Kumpulan Resep MPASI Anak Sesuai Stardard WHO

Bayi yang terlihat gemuk dan tembem, ternyata belum tentu anak sehat, lho Bun! Cara mudah dan akurat untuk mengetahui pertumbuhan bayi usia satu tahun normal atau tidak adalah berat badan mencapai tiga kali berat lahir, panjang badan naik 50 persen dari panjang lahir, dan lingkar kepala naik sekitar 10 cm.

Pertumbuhan

Bayi yang terlihat gemuk dan tembem, ternyata belum tentu anak sehat, lho Bun! Cara mudah dan akurat untuk mengetahui pertumbuhan bayi usia satu tahun normal atau tidak adalah berat badan mencapai tiga kali berat lahir, panjang badan naik 50 persen dari panjang lahir, dan lingkar kepala naik sekitar 10 cm.&nbsp;
Meskipun&nbsp; setiap anak akan bertumbuh dengan kecepatan yang berbeda-beda, sehingga butuh pengukuran berkala untuk memastikan tidak ada kelainan.&nbsp;
Frekuensi pengukuran yang disarankan setiap bulan hingga anak berusia satu tahun, setiap 3 bulan sampai usia 3 tahun, setiap 6 bulan sampai usia 6 tahun, dan 1 tahun sekali dan tahun-tahun berikutnya.
Acuan yang digunakan untuk tiap kelompok usia dapat berbeda. Untuk Indonesia AyBun dapat menggunakan kurva pertumbuhan milik Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk usia 0 - 5 tahun, dan kurva dari Center for Disease Control Prevention (CDC,2000) untuk usia 5 - 18 tahun. Indikator yang digunakan adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut usia (BB/U).
Indikator BB/TB menentukan status gizi anak dengan membandingkan berat dengan berat ideal menurut tinggi badannya, kemudian dapat diinterpretasikan sebagai obesitas, gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. 
Indikator TB/U membandingkan tinggi badan seorang anak dengan anak yang sama jenis kelamin seusianya. Interpretasinya adalah tinggi, normal, perawakan pendek, dan perawakan sangat pendek. Adapun indikator BB/U membagi anak menjadi berat badan normal, berat badan kurang, dan berat badan berlebih.&nbsp;
Ciri-ciri umum yang nampak pada anak dengan berat badan berlebih atau obesitas yaitu pipi tembem, dagu rangkap, perut buncit, leher terlihat pendek, paha saling menempel, dan pada anak laki-laki penis tampak kecil. 
Tahukah Ayah Bunda obesitas berdampak pada kesehatan anak mulai dari risiko sakit jantung, diabetes melitus, sampai stroke. Bukan hanya itu obesitas juga berdampak pada masalah emosional dan sosial, lho! Lalu, bagaimana cara mencegah terjadinya obesitas sejak dini?
<h2>Cegah Bayi Obesitas Sejak Dini</h2>
Obesitas yaitu terjadinya ketidakseimbangan antara energi yang disimpan dengan energi yang dikeluarkan. Seperti anak yang mengonsumsi makanan kemasan bisa memicu kenaikan berat badan akibat dari banyaknya kandungan gula, garam, dan lemak jenuh. Sehingga Ayah Bunda dapat menerapkan 7 hal ini pada anak untuk mencegah obesitas sejak dini, yuk simak di bawah ini!
<h3>1. Teruskan Memberikan ASI</h3>
Jika Bayi Kecil masih mengonsumsi ASI, dianjurkan pemberiannya ASI selama 2 tahun.
<h3>2. Pilih Makanan dengan 3S Serendah Mungkin</h3>
Si Kecil yang sudah bisa makan, hindari makanan-minuman yang mengandung 3S (sugar, salt, saturated fat) atau jika terpaksa konsumsi dalam porsi sedikit mungkin. Namun, utamanya Ayah Bunda sediakan makanan yang mengandung gizi seimbang seperti protein, zat besi, kalsium, dan karbohidrat.&nbsp;
<h3>3. Hindari Makan dengan Screentime</h3>
Luangkan waktu untuk quality time saat makan bersama anak, orang yang mengonsumsi makanan saat menonton tv justru lebih banyak berisiko obesitas.
<h3>4. Batasi Konsumsi Kemasan</h3>
Jika anak berusia 2 tahun bukan berarti ia dapat mengonsumsi berbagai camilan ya Ayah Bunda, tetap harus perhatikan kandungan gizinya. Jangan berikan ia makanan kemasan menjadi hadiah anak ketika berhasil mencapai sesuatu.
<h3>5. Terapkan Sleep Hygiene</h3>
Anak yang tidak tidur cukup dan berkualitas berisiko lebih tinggi mengalami obesitas. Sehingga disarankan Ayah Bunda menerapkan rutinitas malam hari supaya anak memiliki kualitas tidur baik dan berpengaruh pada tumbuh kembangnya yang optimal.&nbsp;
Tentukan jam anak tidur dan bangun secara konsisten, baringkan bayi di tempat tidur segera saat ia tampak mengantuk. Kemudian pastikan kamar tidurnya tenang dan memiliki cahaya yang redup.
<h3>6. Tidak Melewatkan Sarapan</h3>
Menurut studi orang yang melewatkan sarapan akan lebih tinggi terkena risiko obesitas dibandingkan yang sarapan.
<h3>7. Ajak Aktivitas Fisik</h3>
Aktivitas fisik memang tidak selalu olahraga, Ayah Bunda bisa mengajak si Kecil melakukan aktivitas bergerak aktif seperti:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mendengarkan lagu sambil berjoget</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jalan-jalan keliling rumah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bersepeda</li>
</ul>
Atau temukan IDE AKTIVITAS di menu <a href="https://share.tentanganak.com/Shof/stimulasimainpage">STIMULASI</a> untuk si Kecil sesuai usia. Banyak yang tanya cara mengetahui obesitas pada anak, caranya melihat di kurva pertumbuhan sesuai usia, Ayah Bunda bisa menggunakan aplikasi Tentang Anak dan memasukkan data tumbuh secara detail untuk memantau pertumbuhannya. Yuk, unduh dan gunakan aplikasinya sekarang!
Foto: Freepik
Sumber:&nbsp;
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/anak-gemuk-lebih-berisiko-terkena-berbagai-penyakit
Neri D, dkk. Ultraprocessed food consumption and dietary nutrient profiles associated with obesity: A multicountry study of children and adolescents. Obes Rev. 2022;23:e13387.
De Oliveira dkk. Impacts of consumption of ultra-processed foods on the maternal-child health: a systematic review. Front Nutr. 2022;9:821657.&nbsp;
Crimarco A, Landry MJ, Gardner CD. Ultra-processed foods, weight gain, and co-morbidity risk. Curr Obes Rep. 2022;11:80-92.
Camargos, A. C. R., et al. (2016). Overweight and obese infants present lower cognitive and motor development scores than normal-weight peers. Research in developmental disabilities, 59, 410&ndash;416. https://doi.org/10.1016/j.ridd.2016.10.001
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/sekilas-tentang-obesitas-pada-buah-hati&nbsp;
https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/obesity/Pages/obesity-prevention-aap-policy-explained.aspx

Anak Gemuk Belum Tentu Tinggi & Sehat, Ini Risikonya

Gejala & Penyebab Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Artikel ini membahas detail tentang gejala anemia defisiensi besi (IDA) pada kehamilan, termasuk kelelahan, pucat, dan komplikasi potensial seperti kelahiran prematur, berat lahir rendah, dan mortalitas ibu. Selain itu, artikel ini juga menguraikan dampak jangka panjang IDA pada perkembangan kognitif dan neurofisiologi.

Tahukah AyBun, berdasarkan data WHO lebih dari dua pertiga ibu hamil mengalami anemia, dengan 95% kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Besi (ADB).&nbsp;
Salah satu penyebab umum dari Anemia Defisiensi Besi adalah kekurangan kadar zat besi di dalam tubuh yang disebabkan oleh malnutrisi, parasit, penyakit kronis ataupun malaria.
Sebagai kelompok yang rentan mengalami anemia, ibu hamil memerlukan lebih banyak zat besi untuk menyokong pertumbuhan &amp; perkembangan janin di dalam kandungan. Di negara berkembang, bahkan minggu pertama pasca persalinan, sekitar 84% wanita mengalami kekurangan zat besi.
Lantas, apa gejala anemia pada ibu hamil &amp; bagaimana cara mengatasinya? Simak dalam artikel dari Tentang Anak berikut ini:
<h2>Penyebab Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada Ibu Hamil</h2>
Penyebab Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada Ibu Hamil terjadi karena kekurangan zat besi yang memproduksi sel darah merah kaya oksigen.
Ketika kadar hepcidin rendah, lebih banyak zat besi dapat masuk ke dalam darah, tetapi jika kadar hepcidin tinggi, penyerapan zat besi oleh tubuh menjadi lebih sulit dan zat besi terperangkap di dalam sel-sel seperti enterosit, makrofag, dan hepatosit.
Selama kehamilan, kebutuhan akan zat besi meningkat secara signifikan untuk mendukung volume darah ibu, pertumbuhan janin, dan plasenta.&nbsp;
Di samping itu, kehamilan juga meningkatkan kehilangan zat besi baik sebelum maupun setelah persalinan. Dengan memahami hal ini, penting untuk memantau dan mengelola kondisi anemia defisiensi besi dengan baik demi kesehatan ibu dan perkembangan janin yang optimal.
<h2>Tanda Ibu Hamil Terdiagnosis Anemia Defisiensi Besi (ADB)</h2>
Diagnosis ADB pada ibu hamil umumnya dilakukan dengan memeriksa kadar hemoglobin (Hb) yang rendah. Anemia biasanya dianggap terjadi jika Hb kurang dari 11 g/dL, atau 11,5 g/dL tergantung pada trimester kehamilan.&nbsp;
Jika Hb turun di bawah 100 g/L, segera perlu dilakukan penanganan karena dapat berdampak serius bagi kesehatan ibu dan bayi yang belum lahir, seperti risiko pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran prematur.&nbsp;
Diagnosis ADB juga memperhatikan kadar ferritin serum yang rendah (&lt;20-30 g/L untuk defisiensi berat) sebagai indikator utama, dengan perlu memeriksa kemungkinan adanya reaksi inflamasi atau infeksi yang bisa mempengaruhi hasil tes
<h2>Dampak dari Kekurangan Zat Besi Pada Ibu Hamil</h2>
Kekurangan zat besi pada ibu hamil memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan ibu dan perkembangan janin. Berikut beberapa dampak utama dari kekurangan zat besi pada ibu hamil:
<h3>Anemia</h3>
Kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia pada ibu hamil. Anemia dapat menyebabkan kelelahan, lemah, dan menurunkan daya tahan tubuh. Hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup ibu hamil.
<h3>Risiko Persalinan Prematur</h3>
Ibu hamil dengan anemia defisiensi besi memiliki risiko lebih tinggi mengalami persalinan prematur. Persalinan prematur dapat meningkatkan risiko komplikasi pada bayi, seperti gangguan pernapasan dan masalah perkembangan.
<h3>Pertumbuhan Janin Terhambat</h3>
Kekurangan zat besi dapat menghambat pertumbuhan janin karena kurangnya oksigen yang dibawa oleh sel darah merah yang cukup. Hal ini dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat.
<h3>Risiko Komplikasi Kesehatan</h3>
Anemia defisiensi besi juga meningkatkan risiko komplikasi kesehatan lainnya pada ibu hamil, seperti preeklampsia (tekanan darah tinggi saat hamil), perdarahan postpartum, dan infeksi.
<h3>Dampak Jangka Panjang</h3>
Ibu hamil dengan kekurangan zat besi yang tidak diatasi dapat mengalami dampak jangka panjang seperti kelelahan kronis, gangguan kognitif, dan gangguan jantung.
<h3>Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)</h3>
Ibu hamil dengan anemia defisiensi besi memiliki risiko tiga kali lipat untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah kurang dari 2500 gram. BBLR dapat meningkatkan risiko komplikasi kesehatan pada bayi setelah kelahiran.
<h3>Bayi Anemia</h3>
Risiko bayi lahir dengan kondisi anemia juga meningkat tiga kali lipat jika ibu mengalami kekurangan zat besi selama kehamilan.
<h2>Cara Mengatasi Anemia Pada Ibu Hamil</h2>
Berikut adalah beberapa cara yang direkomendasikan untuk mengatasi anemia pada ibu hamil:
<h3>Suplementasi Zat Besi</h3>
Penting untuk memberikan suplemen zat besi secara rutin kepada ibu hamil untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan mengatasi kekurangan zat besi.&nbsp;
Suplemen ini dapat membantu memenuhi kebutuhan tambahan selama kehamilan yang meningkatkan volume darah dan kebutuhan janin.
<h3>Pemantauan Rutin</h3>
Melakukan pemantauan rutin terhadap kadar hemoglobin dan status zat besi ibu hamil sangat penting untuk mendeteksi dan mengelola anemia secara dini. Ini memungkinkan intervensi yang tepat waktu untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
<h3>Pola Makan Seimbang</h3>
Mendorong ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan kaya zat besi, seperti daging merah, hati, sayuran berdaun hijau, dan sereal yang diperkaya zat besi. Memastikan asupan makanan yang seimbang dan nutrisi yang cukup dapat membantu meningkatkan penyerapan zat besi dari diet.
<h3>Pertimbangan Terapi Besi Intravena</h3>
Dalam beberapa kasus klinis tertentu, terapi besi intravena menjadi pilihan yang efektif untuk mengatasi anemia dengan cepat dan efisien, serta mengurangi risiko transfusi darah. Formulasi besi intravena baru yang dikembangkan dianggap sebagai langkah maju dalam terapi anemia defisiensi zat besi.
Baca juga: <a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=1146">Remaja Putri Minum Tablet Tambah Darah Cegah Anemia &amp; Stunting, Ini Rekomendasinya</a>
<h2>Penutup</h2>
Anemia Defisiensi Besi (ADB) selama kehamilan adalah masalah serius yang dapat menyebabkan kelelahan, pucat, kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, dan bahkan kematian ibu. Efek jangka panjangnya juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan neurofisiologi anak.
Deteksi dini dan manajemen tepat sangat penting untuk mencegah dan mengobati ADB. Pemeriksaan rutin, suplementasi zat besi, dan pemahaman kebutuhan nutrisi selama kehamilan adalah langkah-langkah krusial.
Dengan perhatian yang tepat, risiko ADB dapat diminimalisir, memastikan kesehatan optimal bagi ibu dan bayi. Mari bersama memastikan setiap ibu hamil mendapatkan perawatan yang diperlukan untuk generasi mendatang yang lebih sehat.

Pahami Gejala & Penyebab Anemia Defisiensi Besi (ADB) dan Cara Mengatasinya

Temukan manfaat dari kegiatan mencoret-coret untuk perkembangan anak. Manfaatnya antara lain dapat meningkatkan daya ingat, pembelajaran, dan suasana hati. Pelajari tipe coretan sesuai usia dan cara mengasah keterampilan seni anak dengan tips praktis.

Perkembangan

Si Kecil suka mencoret-coret di rumah? Mungkin AyBun merasa terganggu, tapi sebenarnya ini adalah bagian dari proses belajar dan kreativitas mereka. Anak-anak adalah makhluk kreatif alami dengan imajinasi tanpa batas.&nbsp;
Mencoret-coret adalah cara mereka bereksplorasi, terutama ketika mereka belum bisa berbicara atau menulis dengan baik.
Jangan anggap mencoret-coret sebagai "kegiatan berantakan" atau "mengotori barang&rdquo;. Mencoret merupakan bentuk ekspresi diri yang penting. Melalui coretan, si Kecil mengekspresikan perasaan dan ide-ide mereka.
Beberapa penelitian menunjukkan manfaat coret-coret bagi perkembangan anak. Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
<h2>Manfaat Coret-Coret Bagi Anak</h2>
Beberapa hasil penelitian yang menunjukan manfaat dari mencoret-coret bagi Anak antara lain yakni:
<h3>1. Meningkatkan Daya Ingat</h3>
Sebuah studi dari University of Plymouth mengungkapkan bahwa mencoret-coret dapat meningkatkan daya ingat.&nbsp;
Dalam penelitian ini, dua kelompok mendengarkan pesan suara monoton. Kelompok yang mencoret-coret sambil mendengarkan mampu mengingat 29% lebih banyak pada kuis memori dibandingkan kelompok yang hanya mendengarkan.
<h3>2. Meningkatkan Pembelajaran dan Keterlibatan</h3>
Penelitian dari Universitas Nottingham menunjukkan bahwa mencoret-coret atau membuat catatan visual saat mempelajari materi sains bisa meningkatkan pembelajaran, keterlibatan, dan penalaran.&nbsp;
Coretan ini membantu anak lebih memahami dan terlibat dengan materi yang mereka pelajari.
<h3>3. Meningkatkan Suasana Hati</h3>
Penelitian tahun 2021 oleh Drake menemukan bahwa menggambar dapat membantu mengubah suasana hati anak usia 6-12 tahun.
Aktivitas ini bisa mengubah perasaan sedih menjadi lebih senang atau mengalihkan perhatian mereka saat merasa kecewa.
Baca juga: <a href="tentanganak://article_list?type=article_list&amp;id=1957">Liburan di rumah aja? Yuk, Asah Kecerdasan Anak dengan Bercerita</a>
<h2>Tipe Coretan dan Gambar Berdasarkan Usia Anak</h2>
Tahukah AyBun, seiring bertambahnya usia, anak memiliki periode dan tipe coretan yang berbeda? Ini adalah bagian penting dari perkembangan mereka!
<h3>1. Coretan Anak 15 Bulan</h3>
Pada tahap ini, anak mulai menyadari bahwa gerakan mereka bisa menghasilkan garis dan coretan di atas kertas.&nbsp;
Biasanya, coretan ini dihasilkan dari gerakan besar dengan krayon atau spidol yang dipegang seluruh tangan.&nbsp;
Anak-anak menikmati proses ini karena mereka bisa merasakan umpan balik sensorik, seperti aroma krayon atau cat.&nbsp;
Namun, ada juga anak yang merasa aktivitas ini terlalu berlebihan secara sensorik. Jika demikian, AyBun bisa memperkenalkan aktivitas seni ini secara bertahap sesuai kenyamanan anak.
<h3>2. Coretan Anak 2 Tahun</h3>
Seiring bertambahnya usia, kontrol otot tangan dan jari anak semakin baik. Mereka mulai membuat coretan yang lebih teratur, seperti lingkaran terbuka, garis diagonal, melengkung, atau vertikal.&nbsp;
Pada tahap ini, mereka juga mulai memegang krayon atau spidol di antara ibu jari dan jari telunjuk, menunjukkan perkembangan keterampilan motorik halus.
<h3>3. Coretan Anak 3 Tahun</h3>
Anak-anak mulai memahami bahwa tulisan terdiri dari garis dan kurva. Mereka mulai meniru bentuk-bentuk ini dalam coretan mereka.&nbsp;
Meskipun belum bisa menulis huruf yang sebenarnya, AyBun akan melihat mereka mencoba membuat garis, titik, dan kurva.&nbsp;
Hal ini adalah tanda bahwa mereka mulai memahami konsep bahwa coretan mereka memiliki makna dan merupakan langkah awal menuju kemampuan membaca dan menulis.
<h3>4. Coretan Anak 3,5 Tahun</h3>
Pada tahap ini, anak mulai merencanakan gambar mereka sebelum memulainya. Gambar menjadi lebih detail dan kontrol mereka dalam menggunakan alat tulis semakin baik. Anak-anak mulai menggunakan berbagai warna dalam gambar mereka.&nbsp;
Gambar pertama yang sering mereka buat biasanya berbentuk lingkaran, seperti matahari dengan garis-garis menyerupai sinar atau gambar orang sederhana dengan ciri-ciri manusia.
<h2>Cara Mengasah Keterampilan Seni pada Si Kecil</h2>
Aktivitas seni bukan hanya menghasilkan karya, tetapi juga membantu anak mengembangkan motorik, kreativitas, dan emosi anak. Berikut cara terbaik mengasah keterampilan seni si Kecil yakni:
<h3>1. Tidak perlu instruksi</h3>
Berikan kebebasan bagi anak untuk mengekspresikan kreativitasnya sesuai caranya sendiri. Kreativitas berarti memberi ruang untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri, yang membuat anak merasa percaya diri dan kompeten (Lagoni et al., 1989).
<h3>2. Fokus pada Proses, Bukan Hasil Akhir</h3>
Sebagai orang tua, seringkali kita lebih fokus pada hasil akhir karya anak, seperti memuji gambar kucing atau mengharapkan pohon berwarna hijau.&nbsp;
Namun, anak-anak belajar lebih banyak ketika kita memperhatikan proses berpikir mereka, bukan hanya hasil gambar.
<h3>3. Eksperimen dengan Berbagai Bahan Seni</h3>
Di usia 3 tahun, beri anak kesempatan untuk bereksperimen dengan berbagai bahan seni. Ajak mereka melukis dengan bola kapas, spons, atau tali.&nbsp;
Biarkan mereka menggambar di permukaan bertekstur atau menggunakan kapur di trotoar dan lihat bagaimana air mengubah warna kapur.
<h3>4. Gunakan Seni untuk Mengekspresikan Perasaan</h3>
Saat anak tantrum, tawarkan adonan mainan atau sarankan mereka menggambar perasaan marah mereka.&nbsp;
Aktivitas seni bisa membantu anak mengungkapkan dan memahami perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
<h3>5. Dorong Upaya Anak untuk Menulis</h3>
Jika anak mencoret-coret dan mengatakan apa yang &ldquo;ditulisnya&rdquo; tanggapi dengan serius. Biarkan mereka membawa &ldquo;daftar belanjaan&rdquo; ke supermarket atau mengirim &ldquo;surat&rdquo; ke Nenek. 
Hal ini membantu mereka memahami bahwa kata-kata memiliki makna dan kekuatan.
<h3>6. Perlihatkan Karya Seni dan Tulisan Anak</h3>
Tampilkan karya seni dan tulisan anak untuk menunjukkan bahwa usaha dan kreativitas mereka dihargai. Ini penting untuk membangun rasa percaya diri mereka.
<h2>Kesimpulan</h2>
Kegiatan kreatif membantu anak memecahkan masalah, memahami sebab-akibat, dan membangun rasa percaya diri. Seni juga memungkinkan mereka mengekspresikan ide dan imajinasi mereka.
Dukung si Kecil dengan berbagai aktivitas coret-coret. AyBun bisa juga dengan menggunakan buku aktivitas yang dapat membantu anak melatih motorik halusnya sekaligus mengenal berbagai macam bentuk, angka, hingga huruf. 
Coba fitur <a href="tentanganak://activity?type=activity">ide stimulasi</a> di aplikasi Tentang Anak untuk ide aktifitas bersama si Kecil yang lebih kreatif.&nbsp;
Semoga informasi di atas bermanfaat!