Selain karena tidak terjaganya kebersihan, penyebab bruntusan pada kulit bayi adalah karena alergi. Temukan penjelasan selengkapnya di sini.

Penyakit Kulit & Kelamin

Masalah Kesehatan

Kulit bayi sangat rentan terhadap masalah karena selain masih sangat sensitif, kulit bayi jauh lebih tipis dibandingkan kulit orang dewasa. Salah satu masalah pada kulit bayi yang kerap membuat orang tua pusing adalah dermatitis atopik atau yang lebih dikenal orang awam sebagai bruntusan.
Pada bayi, dermatitis atopik ditandai dengan kulit yang kemerahan, kering dan pecah-pecah. Untuk itu, kelembapan kulit bayi merupakan salah satu hal yang perlu dijaga, guna mencegah risiko dermatitis atopik pada si Kecil.
Nah supaya tahu cara mencegah dan merawat kulit anak tetap lembab dan sehat, yuk baca artikel ini sampai tuntas.&nbsp;
<h2>Penyakit Kulit Bruntusan&nbsp;</h2>
Cuaca, lingkungan dan tingkat kebersihan menjadi faktor penyebab kulit bruntusan pada anak dan bayi. Bruntusan adalah kondisi kulit muncul bintik-bintik merah, mirip seperti jerawat tapi ukurannya lebih kecil. Agar lebih jelas lagi memahami penyebabnya, mari kita ulas secara rinci satu per satu
<h3>1. Hormon&nbsp;</h3>
Pada bayi, bruntusan terjadi karena adanya hormon bawaan dari sang ibu. Untuk diketahui, ketika baru lahir hormon bayi belum seimbang dan banyak mewarisi hormon sang ibu.&nbsp;
Meski begitu AyBun tidak perlu khawatir karena sifatnya sementara. Dalam waktu 1 minggu sampai 2 bulan bruntusan akan hilang dengan sendirinya.&nbsp;
<h3>2. Keringat&nbsp;</h3>
Kelenjar keringat yang dihasilkan bayi belum sempurna, sehingga belum bisa mengontrol keringatnya. Akhirnya keringat menumpuk dan menyebabkan bruntusan pada kulit bayi.&nbsp;&nbsp;
Ketika si kecil sering berkeringat, baiknya sering dibersihkan dan pastikan menjaga sirkulasi udara sehingga ruang tidak terlalu panas.&nbsp;&nbsp;
<h3>3. Kotoran&nbsp;</h3>
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kulit bayi sangatlah sensitif. Saat kotoran masuk ke pori-pori kulit terjadilah penyumbatan yang kemudian membuat kulit bruntusan. Biasakan untuk rutin mencuci pakaian dan barang-barang yang sering digunakan si kecil.&nbsp;
<h3>4. Alergi&nbsp;</h3>
Sabun, detergen, serbuk kayu, bahan logam dalam perhiasan, karet, dan makanan bisa menjadi penyebab bruntusan pada bayi. Untuk mengetahui apakah si kecil alergi pada benda tersebut, AyBun bisa melakukan tes dengan menyetop penggunaannya.
&nbsp;
Apabila bruntusan berkurang, maka bisa dipastikan benda-benda di atas menjadi penyebab bruntusan. Sebaiknya AyBun langsung hentikan penggunaannya secara permanen ya.&nbsp;
<h3>Cara Merawat Kulit Bayi Agar Tidak Bruntusan</h3>
Mencegah memang lebih baik dibandingkan mengobati, tidak terkecuali dalam hal merawat kulit bayi. Supaya kulit si kecil tetap mulus dan licin, berikut cara merawat kulit bayi supaya tidak bruntusan dan tetap lembab serta sehat.&nbsp;
<ol>
<li> Seka Kulit, Jangan Digosok</li>
</ol>
Setelah anak mandi biasakan mengeringkan kulit dengan handuk secara lembut. Cara paling amannya adalah dengan menyeka dan bukan menggosok kulitnya.&nbsp;
Lakukan pengeringan dengan menepuk-nepuk kulit secara lembut. Menepuk nepuk akan membuat kulit si kecil terhindar dari kemerahan atau terkelupas.&nbsp;
<ol start="2">
<li> Berikan Pelembab</li>
</ol>
Lima menit setelah mandi, kondisi kulit masih dalam keadaan lembab. Sebaiknya berikan pelembab ke seluruh badan si kecil. Dengan memberikan pelembab, kulit akan terhidrasi sehingga lebih sehat.&nbsp;
Saat memilih pelembab, perhatikan kandungan dari pelembabnya ya AyBun. Usahakan menggunakan pelembab yang disesuaikan dengan usianya.&nbsp;
3. Konsisten Gunakan Pelembab&nbsp;&nbsp;
Idealnya pelembab digunakan minimal dua kali sehari secara teratur yakni setelah mandi pagi hari dan saat malam hari. Gunakan secara konsisten untuk menjaga kelembaban kulit si kecil. AyBun boleh memberikan lebih dari dua kali bergantung pada kondisi kulit si kecil.&nbsp;
<ol start="4">
<li> Perhatikan Kadar Penggunaan&nbsp; Pelembab</li>
</ol>
Jika tipe kulit anak kering dan mengalami bruntusan dengan jumlah banyak, AyBun harus memastikan kalau pelembab digunakan dengan kadar 100-200 gram/ per minggu.&nbsp;
Supaya AyBun lebih mudah untuk mengukur kadar pelembabnya, disarankan membeli pelembab dengan jumlah yang sedikit supaya mudah untuk menakarnya.&nbsp;
5. Keringkan Saat Berkeringat
Saat si kecil berkeringat, segera keringkan menggunakan tisu atau handuk. Lalu ganti pakaian dengan yang baru sebab pakaian yang basah karena keringat dapat menimbulkan rasa gatal, dan bruntusan berpotensi menjadi semakin bertambah.
Mengganti baju setelah berkeringat juga mencegah kulit terjangkit bakteri yang bisa menimbulkan beruntusan.&nbsp;
Nah, sekarang AyBun sudah tahu penyebab dari kulit anak beruntusan dan cara pencegahannya, semoga bisa membantu ya.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
Tapi apabila bruntusan pada anak tidak disebabkan kondisi kulit yang terlalu kering, tapi karena alergi makanan, segera konsultasi ke dokter ya. Terutama jika gejala bruntusan tidak hilang dan semakin memberat setelah tiga hari.&nbsp;
Foto: Designed by freepik
Sumber:
Basic skin care in atopic dermatitis - new and established treatment options.Chylla R, Schnopp C, Volz T.J Dtsch Dermatol Ges. 2018 Aug;16(8):976-979
Na, et al. A new moisturizer containing physiologic lipid granules alleviates atopic dermatitis. J Dermatologic Treat. 2010;21:23-7.
Kraft, et al. Moisturizer: what they are and a practical approach to product selection. Skin Therapy Letter. 2005;10(5):1-8
DRubel et al. J of Dermatol 2013;40:160-71 Mack Correa MC, Nebus J. Dermatology Research and Practice Volume 2012

Penyebab Bruntusan pada Kulit Bayi dan Cara Mengatasinya

Bayi baru lahir masih memerlukan makan setiap 2 smapai 3 jam, atau 10-12 kali sehari. Memang waktu tersebut membuat Ayah Bunda menyita banyak waktu, tetapi hal ini yang menjalin ikatan bayi dan AyBun menjadi semakin dekat. Nah, Bayi yang sedang menyusu dari botol tak jarang ia meminum sejak mulai lapar

Nutrisi

Kesehatan Anak

Bayi baru lahir masih memerlukan makan setiap 2 smapai 3 jam, atau 10-12 kali sehari. Memang waktu tersebut membuat Ayah Bunda menyita banyak waktu, tetapi hal ini yang menjalin ikatan bayi dan AyBun menjadi semakin dekat.
&nbsp;
Nah, Bayi yang sedang menyusu dari botol tak jarang ia meminum sejak mulai lapar hingga menjelang tidur, akibat durasi yang lama tersebut membuat beberapa AyBun membiarkan si Kecil meminum susu di botol dengan topangan benda di dekatnya.&nbsp;
Hal itu disebut juga dengan bottle propping, cara alternatif menyanggah botol dengan kain/benda lain saat anak menyusui sehingga tak perlu dipegangi (hands-free).&nbsp;
<h2>Risiko Menyusu dengan Penyanggah Botol</h2>
Tahukah AyBun Bottle propping ternyata tidak disarankan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) karena
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berisiko tersedak, air susu dari botol tetap mengalir ke rongga mulut meskipun bayi tidak menghisap.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kemudian, akan meningkatkan risiko karies gigi dan infeksi telinga, membuat susu dapat terkumpul di rongga mulut saat bayi tertidur.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mengurangi bonding time , jika anak menyusu dengan metode alat bantu mengurangi waktu bonding antara bayi dengan orang tuanya.</li>
</ul>
<h2>Cara Mengatasinya</h2>
Lalu, AyBun harus apa?
Jika anak menyusui dari botol, pastikan:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Memilih bentuk dot yang nyaman dan aliran susu yang keluar tidak terlalu cepat</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Memposisikan anak setengah duduk agar kepala lebih tinggi dari dada, bukan tidur terlentang</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menghangatkan ASI/susu dengan menaruh wadah ke air hangat, bukan dengan microwave</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sempatkan untuk menyusui anak dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Misal: adakan kontak mata, belaian, dan pelukan</li>
</ul>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berbagi tugas dengan pasangan untuk bergantian menyusui bayi</li>
</ul>
Mengurangi kelelahan serta masing-masing AyBun dapat memperkuat bonding
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Perlahan kenalkan ia dengan sippy cup atau cangkir sedini mungkin agar saat usia 18 bulan anak sudah stop menggunakan botol dot&nbsp;</li>
</ul>
Jadi, AyBun jangan tinggalkan si Kecil saat menyusu dari botoi sendirian ya.
Foto: www.freepik.com&nbsp;
Sumber:
https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/feeding-nutrition/Pages/Practical-Bottle-Feeding-Tips.aspx
&nbsp;https://www.healthline.com/health/baby/bottle-propping

Hindari Anak Menyusu dengan Penyanggah Botol, Gini Risikonya

Jangan berikan sembarangan buah pada si kecil. Berikut ini buah-buahan yang aman untuk bayi 6 bulan ke atas.

Bayi usia 6 hingga 8 bulan sudah siap untuk menerima makanan padat pertamanya. Selain karena pencernaanya yang sudah lebih kuat, bayi usia 6-8 bulan bisa mengalami defisit energi jika hanya menerima susu, baik ASI maupun formula, tanpa adanya asupan lain.&nbsp;
&nbsp;
Mengingat pentingnya makanan pendamping ASI bagi bayi yang sudah masuk usia 6 bulan ke atas, ayah-bunda perlu untuk menyusun menu makanan atau camilan yang bisa diberikan pada si Kecil. Buah-buahan menjadi salah satu yang perlu dipertimbangkan.
&nbsp;
Namun, ayah-bunda tidak boleh memberikan buah sembarangan. Hindari jenis buah yang dapat mengakibatkan bayi tersedak dan pastikan untuk mengolah buah jika teksturnya tidak cukup lunak untuk bayi. Lantas, buah apa saja yang baik untuk bayi 6-8 bulan? Berikut ini rekomendasinya.
<h2>6 Buah yang Bagus untuk Bayi 6 Bulan</h2>
<h3>1. Pisang</h3>
Pisang merupakan sumber yang baik untuk kandungan kalium, serat, dan vitamin C. Selain itu, tekstur pisang yang lembut dan mudah dicerna membuatnya menjadi salah satu pilihan yang baik untuk bayi.&nbsp;
&nbsp;
Cara penyajian: Pisang dapat dipotong-potong atau dihancurkan dengan sendok untuk membuat teksturnya lebih halus dan mudah dikonsumsi oleh bayi.
&nbsp;
<h3>2. Apel</h3>
Apel kaya akan serat dan vitamin C. Ayah Bunda dapat memilih apel yang lebih lembut dan matang untuk bayi.
&nbsp;
Cara penyajian: Kupas kulit apel dan iris menjadi potongan-potongan kecil. Setelah itu, rebus hingga empuk dan hancurkan menggunakan blender atau food processor. Jika sudah halus, tambahkan sedikit air jika diperlukan.
<h3>3. Mangga</h3>
Mangga mengandung vitamin A dan C yang baik untuk kesehatan bayi. Pilih mangga yang matang untuk memastikan teksturnya lembut dan mudah dikonsumsi oleh bayi.&nbsp;
&nbsp;
Cara penyajian: Kupas kulit mangga dan potong menjadi potongan-potongan kecil. Setelah itu, blender atau hancurkan mangga menggunakan garpu hingga halus.
<h3>4. Pir</h3>
Pir kaya akan serat dan vitamin C, serta merupakan buah yang mudah dicerna oleh bayi.
&nbsp;
Cara penyajian: Kupas kulit pir dan iris menjadi potongan-potongan kecil. Setelah itu, rebus hingga empuk dan lembutkan menggunakan blender atau food processor. Jika sudah halus, tambahkan sedikit air jika diperlukan.
<h3>5. Alpukat</h3>
Buah alpukat kaya akan lemak sehat dan nutrisi penting lainnya, seperti vitamin C dan K. Kandungan lemak sehat yang ada pada alpukat baik untuk perkembangan otak bayi.&nbsp;
&nbsp;
Cara penyajian: Kupas kulit alpukat dan lembutkan daging buah dengan garpu atau blender.
<h3>6. Buah Naga</h3>
Buah naga mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan bayi, seperti vitamin C, serat, magnesium, dan kalium. Vitamin C dalam buah naga dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, sedangkan serat dan magnesium dapat membantu menjaga kesehatan pencernaan bayi. Begitu juga dengan kalium yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung dan sistem saraf bayi.
&nbsp;
Cara penyajian: kupas kulit buah naga dan potong kecil-kecil atau dihaluskan menjadi puree. Perlu diingat untuk menghilangkan biji kerasnya sebelum diberikan pada bayi.
<h3>Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Memberikan Buah pada Bayi</h3>
Sebelum ayah-bunda memberikan buah pada si kecil, ada beberapa hal terkait kesehatan bayi yang harus diperhatikan. Pertama, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu untuk memastikan jumlah yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi, serta aman bagi bayi.
&nbsp;
Kedua, kenali reaksi alergi. Beberapa jenis buah dapat menyebabkan reaksi alergi pada bayi. Oleh karena itu, perkenalkan buah-buahan dalam jumlah kecil secara bertahap dan awasi gejala alergi yang mungkin timbul.
&nbsp;
Ketiga, pilih buah yang matang dan segar. Selain rasanya lebih enak, buah-buahan matang memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik. Selain itu, buah yang matang lebih mudah dicerna oleh bayi. Jangan lupa untuk membersihkan dan mencuci buah sebelum diberikan pada bayi.
&nbsp;
Keempat, sesuaikan. Untuk bayi usia 6-8 bulan, buah dapat dihaluskan menjadi puree agar lebih mudah dikonsumsi atau dipotong kecil-kecil menjadi finger food asal teksturnya mudah hancur ketika diremas tangan.
&nbsp;
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, memberikan buah-buahan pada bayi usia 6-8 bulan dapat dilakukan dengan aman dan sehat. Perhatikan dengan baik cara memberikan makanan dan pastikan makanan yang diberikan sudah memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Dengan memberikan makanan yang sehat dan seimbang, bayi akan tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Foto: Designed by freepik
Sumber:
https://www.nhs.uk/start4life/weaning/what-to-feed-your-baby/around-6-months/&nbsp;
https://www.gov.nl.ca/healthyeating/baby/offering-healthy-foods/what-foods-should-i-offer-my-baby/vegetables-and-fruit/
https://www.newkidscenter.org/Fruits-for-6-Months-Babies.html&nbsp;
https://solidstarts.com/foods/dragon-fruit-pitaya/#:~:text=Is%20dragon%20fruit%20healthy%20for,babies%206%20months%20and%20up.
https://www.mango.org/featured-blog-5-benefits-of-mango-for-kids-plus-a-nutritious-mango-chia-pudding-recipe/

Buah yang Bisa Dikonsumsi Bayi 6-8 Bulan

Salah satu ciri alergi sapi adalah bayi yang menangis secara terus menerus. Temukan ciri alergi susu sapi selengkapnya dan cara mengatasinya.

1-6 bulan

Bayi

Menangis merupakan cara bayi untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakannya. Ada banyak penyebab si bayi menangis. Bisa jadi ia merasa lapar, mengantuk, menyampaikan bahwa ia buang air, juga tidak merasa nyaman.
Salah satu lagi penyebab bayi menangis adalah alergi. Apakah si Kecil yang berusia 0-4 bulan sering rewel atau menangis tanpa sebab yang jelas? Apakah intensitas menangisnya lebih dari 3 jam setiap harinya dan atau terjadi selama lebih dari 3 hari per minggu dalam seminggu terakhir? Apakah dia menangis dengan kedua kaki dan tangan terangkat ke atas perut?
AyBun, jika bayi menangis hingga berjam-jam dan sulit untuk dibujuk, kemungkinan bayi mengalami kolik. Sering disebut sebagai sindrom 4 bulan, sebab kolik biasanya terjadi pada bayi berusia 2 minggu sampai dengan 4 bulan.
Meskipun belum diketahui pasti penyebab utamanya, sejumlah studi menunjukkan bahwa sebagian bayi mengalami kolik karena alergi protein susu sapi. Tubuh bayi kesulitan mencerna protein susu sapi yang menyebabkan ia menjadi kembung, nyeri perut, ataupun sulit buang air besar (BAB). Hal ini lah yang membuat ia menjadi lebih rewel.
Alergi sendiri merupakan reaksi hipersensitivitas, yang merupakan gejala klinis pada diri seorang anak akibat terkena paparan zat tertentu &ndash; yang pada anak lainnya justru dapat ditoleransi.
Banyak faktor yang menyebabkan bayi mengalami alergi terhadap protensi susu sapi. Pertama, faktor genetik. Kedua, terpapar bahan alergi. Ketiga, terpengaruh faktor lainnya seperti polusi udara, asap rokok, hewan peliharaan, hingga cuaca.
Bayi yang mengalami kolik bisa menangis beberapa menit, kemudian menangis lagi dan sulit untuk ditenangkan. Kedua kaki dan tangan bayi terangkat ke atas perutnya, tangannya mengepal, wajahnya kemerahan. Biasanya tangisan bayi yang kolik sering terjadi di saat malam menjelang saatnya tidur.
Gejala lainnya yang mendukung dugaan bahwa si Kecil mengalami alergi susu sapi, ia menunjukkan ruam pada kulit, khususnya pada kulit bagian wajah. Kulit pipi bayi yang mengalami kolik terlihat seperti bersisik.
Kemudian, hidung bayi berair, perut berbunyi, dan sering buang angin. Pada beberapa kasus, bayi yang mengalami kolik juga menderita BAB cair, berlendir, dan kadang disertai darah.
Jika AyBun menemukan gejala tersebut pada si Kecil kesayangan, maka AyBun perlu memperhatikan beberapa hal. Yang pertama adalah waktu menangis si Kecil. Apakah dia menangis setelah atau sebelum makan, atau hanya di saat malam hari saja?
AyBun juga dapat mengecek kembali, apakah terdapat riwayat alergi pada keluarga? Sebab, riwayat alergi pada keluarga bisa meningkatkan risiko kemungkinan anak mengalami alergi pula.
Untuk memeriksa apakah bayi AyBun mengalami alergi, Aybun dapat membuka pakaiannya dan memeriksa apakah ada ruam atau kemerahan pada kulitnya. Bisa juga dengan memeriksa gejala yang menyertai tangis bayi seperti demam, muntah, atau juga diare.
Langkah selanjutnya adalah perhatikan makanan yang dikonsumsi sang ibu. Sebab, ibu yang menyusui akan turut menyalurkan nutrisi yang dikonsumsinya kepada bayi melalui air susu ibu (ASI). Cek, adakah dalam beberapa saat sebelumnya ibu mengonsumsi jenis-jenis makanan yang mungkin mengandung alergen semisal susu sapi, yogurt, mentega, atau keju?
Tips Mengatasi Kolik
Tidak perlu panik apabila si Kecil diidentifikasi mengalami kolik. AyBun dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini.
Pertama, pastikan AyBun tenang dan cepat tanggap menanggapi kebutuhan si Kecil apabila ia menangis. Perhatikan jenis tangisannya. Apakah ia haus? Mengantuk? Popok penuh? Kepanasan? Atau ingin bermain?&nbsp;
Kedua, perhatikan apa yang dikonsumsi bayi. Jika ia meminum ASI, maka AyBun sebaiknya menghindari mengonsumsi susu sapi dan makanan olahannya seperti yoghurt, mentega, keju, dan penganan lain yang mengandung susu. Jika memang penyebabnya alergi susu sapi, bayi akan jauh berkurang rewelnya.
Jika bayi meminum susu formula, maka diskusikan dengan dokter apakah susu anak yang diberikan kepada bayi hipoalergenik dan/atau bebas protein susu sapi. Beberapa produk formula hipoalergenik sehingga dapat dikonsumsi bayi untuk sementara.
Ketiga, AyBun dapat melakukan pijat kepada bayi dan tummy time secara rutin.
Keempat, bedong bayi agar ia merasa aman dan hangat.
Kelima, ciptakan lingkungan yang nyaman untuk membantu bayi tertidur dengan nyenyak. AyBun dapat menggendong dan mengayun-ayunnya secara perlahan dengan suara ritmik yang menyenangkan. Redupkan lampu ruangan dan jauhkan dari suara bising dan berisik.
Keenam, konsultasikan ke dokter untuk mengonfirmasi anak mengalami alergi susu sapi, lactose intolerance, atau infeksi pencernaan.
Jika AyBun menemukan gejala anak tidak dapat ditenangkan dengan cara apapun, menolak atau tidak mengisap kuat saat menyusu, muntah, penurunan berat badan, muncul tanda dehidrasi, penurunan kesadaran, maka sebaiknya AyBun segera membawa si Kecil ke dokter.
Foto:
www.pexels.com
Sumber:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7909757/#!po=18.0233&nbsp;&nbsp;
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenali-alergi-susu-sapi-pada-anak&nbsp;&nbsp;
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kolik-pada-bayi-bagian-1

Bayi Menangis Karena Alergi? Kenali Ciri-ciri Alergi Susu Sapi pada Bayi

rekomendasi sunscreen bayi & anak terbaik

Temukan 15 rekomendasi sunscreen terbaik untuk anak yang aman dan efektif melindungi kulit si kecil dari sinar UV. Pilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan aktivitas anak agar kulit tetap sehat dan terlindungi!

15 Rekomendasi Sunscreen Bayi dan Anak Terbaik untuk Melindungi Kulit

Hepatitis adalah salah satu penyakit hati yang sering diderita oleh masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Lalu, sudah tahukah penyebab dan cara mengatasinya? Cek di artikel ini.

Kondisi Kronik

Juli 2023, Jumlah kasus hepatitis pada anak di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan RI masih sangat memprihatinkan, terutama tipe B dan C. Mirisnya, Kemenkes RI mencatat bahwa hepatitis B dialami oleh kelompok bayi usia di bawah lima tahun.
Hepatitis adalah salah satu penyakit hati yang sering diderita oleh masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak.&nbsp;
Hepatitis pada anak dapat memiliki dampak yang serius pada kesehatan mereka jika tidak ditangani dengan tepat. Artikel ini akan membahas gejala hepatitis pada anak, penyebabnya, serta beberapa cara untuk mengatasi penyakit ini. Informasi dalam artikel ini didasarkan pada sumber IDAI untuk memberikan informasi yang akurat dan terkini.
<h2>Gejala Hepatitis pada Anak</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64ce114b-3a4f47d3-c555-4a82-ad37-dee21e7ff80a.jpg" />
Gejala hepatitis pada anak mungkin tidak selalu jelas dan bisa mirip dengan gejala penyakit lainnya. Namun, beberapa gejala umum yang mungkin muncul pada anak yang menderita hepatitis antara lain:
<ul>
<li>Kelelahan yang berlebihan</li>
<li>Kehilangan nafsu makan</li>
<li>Mual dan muntah</li>
<li>Demam</li>
<li>Perut kembung atau nyeri perut</li>
<li>Warna kulit dan mata yang kuning (jaundice/ikterik)</li>
<li>Urin berwarna gelap</li>
<li>Tinja berwarna pucat</li>
</ul>
&nbsp;
<h2>Penyebab Hepatitis pada Anak</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64ce1155-e33454d5-d797-4d99-bf6a-390299e47320.jpg" />
Hepatitis pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk:
Virus Hepatitis: Virus hepatitis adalah penyebab utama hepatitis pada anak-anak. Terdapat beberapa jenis virus hepatitis, seperti hepatitis A, B, C, D, dan E. Setiap jenis virus ini memiliki cara penularan yang berbeda, dan dapat menyebabkan gejala yang serupa atau berbeda pada anak-anak.
&nbsp;
Infeksi Lainnya: Selain virus hepatitis, infeksi oleh virus lainnya seperti cytomegalovirus (CMV) atau Epstein-Barr virus (EBV) juga dapat menyebabkan hepatitis pada anak-anak.
Reaksi Autoimun: Sistem kekebalan tubuh anak-anak dapat menyebabkan reaksi autoimun yang salah sasaran, di mana tubuh mulai menyerang sel-sel hati sendiri dan menyebabkan peradangan pada hati.
Obat-obatan dan Racun: Beberapa obat-obatan, termasuk obat antiepilepsi dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), serta paparan racun tertentu, dapat menyebabkan kerusakan hati pada anak-anak. Dosis yang diberikan kepada anak sangat perlu diperhatikan karena dosis yang berlebihan pada obat yang pada dasarnya aman dapat juga menyebabkan hepatitis.
<h2>Hepatitis B</h2>
Hepatitis B adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Hepatitis B paling ditakutkan karena dapat menjadi kronik. Infeksi virus hepatitis B yang menetap paling sedikit selama 6 bulan.
Penderita Hepatitis B kronik merupakan sumber penularan utama. Risiko menjadi kronik sangat tinggi (90%) bila infeksi tersebut didapat saat bayi. Penularan pada bayi didapat dari ibu pembawa hepatitis B kronik, yang disebut sebagai transmisi vertikal. Transmisi vertikal dapat terjadi saat intrauterin, intrapartum atau setelah lahir, tetapi sebagian besar transmisi vertikal tersebut terjadi intrapartum.
&nbsp;
<h2>Cara Mengatasi Hepatitis pada Anak</h2>
Mengatasi hepatitis pada anak memerlukan perawatan yang tepat dan tepat waktu. Berikut adalah beberapa cara mengatasi hepatitis pada anak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Konsultasikan dengan Dokter: Jika anak Ayah Bunda menunjukkan gejala hepatitis, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rencana perawatan yang sesuai.</li>
</ul>
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Istirahat yang Cukup: Anak yang menderita hepatitis membutuhkan istirahat yang cukup agar tubuhnya dapat memerangi infeksi dengan lebih efektif.</li>
</ul>
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Nutrisi yang Seimbang: Pastikan anak Ayah Bunda mendapatkan nutrisi yang cukup dengan mengonsumsi makanan sehat dan seimbang. Hindari makanan yang dapat menyebabkan beban ekstra pada hati, seperti makanan berlemak dan berminyak.</li>
</ul>
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Minum Banyak Air: Anak-anak dengan hepatitis perlu minum banyak air untuk mencegah dehidrasi, terutama jika mereka mengalami muntah atau diare.</li>
</ul>
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Obat-obatan: Dalam beberapa kasus hepatitis, dokter mungkin meresepkan obat-obatan untuk mengatasi infeksi virus terkait, membantu mengatasi gejala dan mempercepat pemulihan.</li>
</ul>
&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Vaksinasi: Beberapa jenis hepatitis dapat dicegah dengan vaksinasi. Pastikan anak Ayah Bunda mendapatkan vaksin hepatitis sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokter.</li>
</ul>
&nbsp;
Hepatitis pada anak merupakan kondisi serius yang memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat. Gejala hepatitis pada anak mungkin tidak selalu mudah dikenali, namun dengan memperhatikan tanda yang muncul, Ayah Bunda dapat segera menghubungi dokter untuk mendapatkan bantuan medis. 
Selain itu, tindakan pencegahan seperti vaksinasi juga sangat penting untuk melindungi anak Ayah Bunda dari risiko hepatitis. Dengan dukungan dan perawatan yang tepat, anak Ayah Bunda dapat pulih sepenuhnya dari hepatitis dan kembali menikmati kehidupan dengan sehat. Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai gejala hepatitis pada anak dan cara mengatasinya.
 Foto: Freepik
Sumber:&nbsp;
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/informasi-kesehatan-anak-kenali-hepatitis-b
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1621681-kemenkes-soroti-4-2-juta-balita-di-indonesia-idap-hepatitis-b

Gejala Hepatitis pada Anak: Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya

Nah, itulah sejumlah penyebab berat badan bayi yang tidak bertambah dan solusinya. Yuk, baca artikel ini semoga bisa mencerahkan AyBun yang sedang mengalami masalah terkait berat badan anak.&nbsp;

Pertumbuhan

Masa pertumbuhan, umumnya anak cenderung mengalami kenaikan berat badan. 
Berat badan ideal pada anak baiknya disesuaikan dengan usianya. 
Nah, untuk mencapai berat badan ideal dalam masa pertumbuhan, sebaiknya anak mengkonsumsi makanan-makanan bergizi seperti sayur, buah, protein, dan makanan bergizi lainnya.
Dalam hal ini, Ayah Bunda harus memastikan nutrisi anak terpenuhi dengan baik, tentunya bukan hal yang mudah. 
Anak seringkali melakukan &lsquo;GTM&rsquo; atau gerakan tutup mulut yang membuat Ayah Bunda kebingungan.
Anak yang sering tidak mau makan akan mengalami penurunan berat badan. 
Penurunan berat badan pada anak dalam beberapa kondisi dapat terjadi secara drastis. 
Penurunan berat badan ini juga bisa menyebabkan stunting, berawal dari growth faltering atau gagal tumbuh yang terjadi pada usia 3 sampai 24 bulan.
 Growth faltering terjadi lebih awal pada anak-anak dari beberpa negara berpenghasilan menengah ke bawah yang ditandai dengan berat lahir dan panjang lahir di bawah batas normal kurva World Health Organization (WHO).
Penyebab terjadinya stunting bukan hanya saat anak sudah lahir, ternyata berawal sejak nutrisi ibu selama hamil, adanya kehamilan usia remaja dan interval kelahiran pendek, kualitas MPASI yang rendah, serta infeksi berulang dan faktor lingkungan.
Kebanyakan dari Ayah Bunda mengajukan pertanyaan seperti ini 
&ldquo;Dok, anakku sudah banyak makan, tapi kok segitu-gitu saja berat badannya?&rdquo;.
 Eitss, Ayah Bunda tunggu dulu, jumlah makan yang banyak belum tentu bergizi, lho untuk si Kecil! 
Lalu, makanan seperti apa yang baik pada saat anak MPASI? Yang terpenting Ayah Bunda memastikan di dalam asupan makanannya sehari-hari terdapat:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sumber karbohidrat</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sumber protein</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sayur/Buah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Susu</li>
</ul>
Kemudian makanan MPASI harus mengandung zat besi, lemak, dan zinc misalnya bisa didapat dari daging sapi dan hati ayam. 
Selanjutnya yang perlu diperhatikan yaitu tekstur dari MPASI yang tepat, konsistensinya tidak boleh terlalu encer. 
Selain itu Ayah Bunda juga bisa menyajikan bervariasi jenis makanan supaya anak tidak cepat bosan dan mencegah picky eater. 
Berikut tips untuk Ayah Bunda yang masih kebingungan menghadapi anak yang susah makan atau GTM.
<h2>Cara Mengatasi Bayi GTM</h2>
Setelah penjabaran sekilas di atas, penyebab tidak bertambahnya berat badan bayi selanjutnya adalah pola makan yang salah. Berikut adalah 5 tips yang bisa dilakukan agar berat badan anak bertambah:
<h3>1. Jadwal Makan</h3>
Pembuatan jadwal makan, anak terhindar dari kondisi mudah marah dan tidak nyaman karena lapar. 
Maka, AyBun perlu membuat jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur.&nbsp;
Berikut ini adalah jadwal makan ideal yang AyBun bisa adopsi:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 08.00: sarapan&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 10.00: camilan atau snack</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 12.00: makan siang</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 14.00: susu atau jus&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 16.00: camilan atau snack&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pukul 18.00: makan malam</li>
</ul>
<h3>2. Tidak Makan Lebih dari 30 Menit&nbsp;</h3>
Waktu makan ideal baik untuk makan berat atau camilan adalah tidak lebih dari 30 menit. 
Mengapa? Sederhananya karena makanan akan jadi dingin dan tidak lagi nikmat untuk dimakan.&nbsp;
Alasan lain, jika waktu makan sudah lebih dari 30 menit anak biasanya mengalami perlambatan saat makan dan cenderung mendiamkan makanan di mulut. 
Tentu saja kondisi tersebut bukan proses makan yang sehat.&nbsp;&nbsp;&nbsp;
<h3>3. Tidak Berikan Camilan Sebelum Makan Berat</h3>
Hal ini supaya anak tidak merasa kenyang terlebih dulu dan bersemangat saat makan. 
Selain menjadwalkan kapan anak mengasup camilan, perhatikan juga kalori dan gula yang terkandung.&nbsp;
<h3>4. Buat Kondisi Makan yang Menyenangkan&nbsp;&nbsp;</h3>
Suasana lingkungan turut mempengaruhi nafsu makan anak. 
Jadi buatlah suasana menyenangkan ketika anak makan misalnya dengan menyiapkan serbet untuk alas makan yang menarik perhatian anak.&nbsp;
Selain itu, jangan memaksa anak untuk makan ya Ayah Bunda karena akan membuat psikologis anak tertekan. 
Pastikan juga supaya anak fokus untuk makan dan tidak melakukan aktivitas lain seperti bermain atau menonton.&nbsp;
<h3>5. Berikan Makanan dalam Porsi Kecil</h3>
Untuk membantu agar anak makan dengan lebih mudah, berikan makanan dalam porsi kecil dan sesuai. 
Cara lain, berikan makanan utama atau lauk terlebih dahulu dan diakhiri dengan minum.&nbsp;
<h2>Penutup</h2>
Nah, itulah sejumlah penyebab berat badan bayi yang tidak bertambah dan solusinya. Semoga artikel ini bisa mencerahkan AyBun yang sedang mengalami masalah terkait berat badan anak.&nbsp;
Jika anak mengalami masalah makan lebih dari 2 minggu dan tidak ada kenaikan berat badan meskipun aturan makan sudah tepat dan tidak terlihat adanya gejala penyakit, segera bawa ke dokter spesialis anak untuk pertolongan dan penanganan yang ideal.&nbsp;
Ayah Bunda bisa gunakan aplikasi Tentang Anak untuk mendapatkan resep bergizi untuk si Kecil demi mencegah berat badan yang turun. Yuk, gunakan aplikasi Tentang Anak!
Foto: www.freepik.com
Sumber referensi:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/sulit-makan-pada-bayi-dan-anak&nbsp;

Cemas Berat Badan Anak Turun? Bisa Jadi GTM, Cegah dengan Cara Ini

Mengulas 12 mitos seputar MPASI beserta fakta berdasarkan penelitian &amp; jurnal baru terpercaya. Temukan informasi yang akurat dan berguna untuk mendukung perkembangan Si Kecil dalam memulai makan padat.

Memasuki usia 6 bulan menjadi momen penting untuk mengenalkan Makanan Pendamping ASI (MPASI) ke Si Kecil. MPASI berperan cukup penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Si Kecil. Namun, dengan banyaknya informasi yang beredar, sering kali muncul mitos yang membingungkan terutama untuk para AyBun baru.
<h2>10 Mitos seputar MPASI yang Perlu Diluruskan</h2>
Dalam artikel ini, Tentang Anak akan mengulas beberapa mitos seputar MPASI serta fakta yang didukung oleh penelitian. Sumber-sumber penelitian yang dijadikan acuan akan turut disertakan untuk memastikan keakuratan informasi. Mari simak selengkapnya di bawah ini:
<h3>Mitos 1: Bayi Harus Mulai MPASI Sejak Usia 4 Bulan</h3>
Fakta: Menurut penelitian oleh Dewey, K.G. (2020) yang diterbitkan dalam "The Journal of Nutrition" bayi sebaiknya mulai diberi MPASI pada usia minimal 6 bulan. Pada usia ini, sistem pencernaan bayi sudah cukup matang untuk mengolah makanan padat dengan lebih efisien. Namun, pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan dapat dipertimbangkan dalam kondisi tertentu, dengan syarat tidak ada kontraindikasi, dan berdasarkan rekomendasi dari dokter anak.
<h3>Mitos 2: MPASI Harus Dimulai dengan Sereal Beras</h3>
Fakta: Studi yang diterbitkan dalam jurnal "Pediatrics" oleh Baker, R.D. (2020) menunjukkan pentingnya memperkenalkan beragam jenis makanan yang kaya nutrisi seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Variasi ini memberikan gizi yang lebih baik kepada bayi dibandingkan memulai dengan sereal beras.
<h3>Mitos 3: Susu Formula Setara dengan ASI atau ASIP</h3>
Fakta: Penelitian oleh Rollins, N.C. et al. (2020) yang dipublikasikan dalam "The Lancet" menegaskan bahwa ASI dan ASIP memiliki keunggulan dalam memberikan nutrisi yang lebih baik dan melindungi bayi dari penyakit.
<h3>Mitos 4: Menambahkan Gula atau Garam pada MPASI Menambah Rasa</h3>
Fakta: Penelitian oleh Ventura, A.K. et al. (2020) dalam "The American Journal of Clinical Nutrition" menegaskan bahwa makanan bayi tidak memerlukan tambahan gula atau garam. Pemberian makanan alami membantu mengembangkan preferensi rasa yang sehat sejak dini.
<h3>Mitos 5: Pemberian MPASI Tepat Waktu Meningkatkan Kualitas Tidur Bayi</h3>
Fakta: Studi oleh Brown, A. et al. (2020) dalam "JAMA Pediatrics" menunjukkan bahwa waktu pemberian MPASI sebelum atau setelah usia 6 bulan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas tidur bayi, yang lebih dipengaruhi oleh kebutuhan tidur individu dan rutinitas tidur yang baik.
<h3>Mitos 6: Memberikan Makanan Alergenik Meningkatkan Risiko Alergi</h3>
Fakta: Penelitian dalam "Pediatric Allergy and Immunology" oleh Perkin, M.R. et al. (2020) menunjukkan bahwa memperkenalkan makanan alergenik (seperti: gluten, ikan, telur) pada usia dini (6 bulan) dapat membantu mengurangi risiko alergi, dengan syarat diberikan secara bertahap dan terkontrol.
<h3>Mitos 7: Bayi Harus Menghabiskan Seluruh Porsi MPASI yang Diberikan</h3>
Fakta: Ini jelaPenelitian oleh Hurley, K.M. et al. (2020) dalam jurnal "Pediatrics" menunjukkan bahwa bayi memiliki kemampuan alami untuk mengatur asupan makanan mereka. Memberikan kebebasan kepada bayi untuk mengontrol porsinya sendiri membantu mereka mengembangkan kemampuan mengatur makanan sejak dini.
<h3>Mitos 8: MPASI Sebaiknya Diberikan Setiap Hari</h3>
Fakta: Studi oleh Forbes, L.E. et al. (2020) dalam "International Breastfeeding Journal" menyoroti bahwa MPASI sebaiknya diperkenalkan sebagai pelengkap ASI atau ASIP, bukan pengganti. Pengenalan MPASI secara bertahap membantu bayi dalam beradaptasi dengan perubahan pola makan mereka.
<h3>Mitos 9: Menghentikan ASI Setelah Memulai MPASI</h3>
Fakta: Penelitian oleh Pries, A.M. et al. (2020) yang diterbitkan dalam "Maternal &amp; Child Nutrition" menekankan bahwa pemberian ASI atau ASIP tetap penting bahkan setelah memperkenalkan MPASI. Keduanya saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi.
<h3>Mitos 10: MPASI Harus Dimulai dengan Porsi yang Besar</h3>
Fakta: Menurut "Nutrition Bulletin" tahun 2020, MPASI sebaiknya dimulai dengan porsi kecil dan ditingkatkan secara perlahan. Hal ini membantu bayi mengatasi perubahan makanan dan mengurangi risiko tersedak, sambil memprioritaskan asupan kalori harian dari ASI atau susu formula.
<h3>Mitos 11: Memberikan Kopi Untuk Mencegah Kejang</h3>
Fakta: AAP merekomendasikan tidak memberikan kopi berkafein kepada anak di bawah usia 12 tahun. Anak yang memiliki risiko kejang sebaiknya dibawa ke dokter untuk mendapatkan resep obat anti-kejang, bukan diberi minum kopi sebagai pengobatan.
<h3>Mitos 12: Memberikan Madu Pada MPASI sebagai Gula Alami</h3>
Fakta: Menurut WHO sebagai panduan global, memberikan madu kepada bayi yang berusia di bawah satu tahun dapat meningkatkan risiko terkena botulisme, dapat merusak gigi, dan meningkatkan risiko obesitas. Disarankan untuk menunda pemberian madu sampai bayi mencapai usia satu tahun atau lebih.
Baca juga: <a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=1202">Amankah MPASI dengan BLW? Kenali Anjuran MPASI Anak dari IDAI</a>
<h2>Penutup</h2>
Penting bagi para AyBun untuk memahami perbedaan antara mitos dan fakta terkait MPASI. Dengan dasar penelitian &amp; jurnal ilmiah, artikel ini memberikan panduan yang akurat untuk membantu dalam memberikan makanan yang sesuai dan bermakna bagi perkembangan bayi.
Dapatkan akses lebih banyak ide resep sesuai kebutuhan kalori dan gizi untuk Si Kecil di fitur <a href="tentanganak://food_list?type=food_list">resep</a>. Semoga informasi di atas bermanfaat!

Mitos Seputar MPASI. Cek Faktanya Berdasarkan Penelitian

Membesarkan anak adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, dan salah satu hal yang sering menjadi perdebatan adalah apakah sebaiknya anak diajarkan dua bahasa sejak dini. Seiring dengan globalisasi yang semakin berkembang, kemampuan berbicara dalam dua bahasa telah menjadi sebuah keunggulan yang sangat berharga. Dalam artikel ini, kita akan membahas manfaat

Perkembangan

Stimulasi

NOBAR

Membesarkan anak adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, dan salah satu hal yang sering menjadi perdebatan adalah apakah sebaiknya anak diajarkan dua bahasa sejak dini. Seiring dengan globalisasi yang semakin berkembang, kemampuan berbicara dalam dua bahasa telah menjadi sebuah keunggulan yang sangat berharga.&nbsp;
Dalam artikel ini, kita akan membahas manfaat dari mengajarkan anak dua bahasa sejak dini dan menunjukkan cara membaca buku pada video di atas berjudul READ ALOUD &ldquo;SORRY&rdquo;.
Mari kita simak dan telusuri mengapa belajar dua bahasa merupakan salah satu investasi pendidikan yang baik. Anak-anak yang mengetahui lebih dari satu bahasa dapat memperoleh semua manfaat ini.
<h2>Manfaat Anak Berbicara Dua Bahasa</h2>
<h3>1. Cedas Pada Aspek Kognitif</h3>
Secara khusus, orang yang menguasai dua bahasa memiliki kemampuan yang lebih baik saat dihadapkan dengan pekerjaan yang memerlukan kemampuan berpikir dalam dua bahasa.&nbsp;
Meskipun kelebihan ini sebagian besar dipelajari pada orang dewasa yang memiliki pemahaman dua bahasa dan anak-anak, bukti baru menunjukkan bahwa bayi dan balita yang mengenal dua bahasa menunjukkan manfaat di aspek kognitif. Selain itu, terdapat beberapa bukti bahwa bayi bilingual memiliki keunggulan dalam aspek memori tertentu, misalnya mampu pemecahan masalah, kreativitas, dan pemikiran fleksibel. Anak-anak ini juga dapat memiliki fokus yang baik.
<h3>2. Memiliki Keterampilan Sosial yang Baik</h3>
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bilingual menunjukkan keuntungan tertentu dalam hal pemahaman sosial hal ini karena ketika anak memiliki kemampuan bilingual, mereka akan&nbsp; menghadapi dunia sosial yang lebih kompleks saat berinteraksi dengan orang yang berbeda memiliki pengetahuan bahasa yang berbeda.&nbsp;
Misalnya, anak-anak pra-sekolah bilingual berusaha mengasah keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak-anak monolingual dalam memahami perspektif, pemikiran dan kebutuhan orang lain.. Sehingga, membuat anak-anak yang berbicara dua bahasa juga memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap bagaimana orang berkomunikasi tertentu seperti nada suara, intonasi, dan sebagainya.&nbsp;
<h2>Cara Ajarkan Anak Berbicara Dua Bahasa</h2>
<h3>1. Mulai sejak dini</h3>
Ayah Bunda tidak perlu khawatir soal usia anak yang dianggap masih terlalu dini untuk belajar dua bahasa, justru mulai sesegera mungkin sejak bayi. Jika dimulai sejak dini, si Kecil memiliki kemudahan dalam mengadaptasi intonasi, aksen yang lebih menyerupai penutur aslinya. Lalu, kata atau kalimat seperti apa yang bisa diajarkan?
 Yuk, kita gunakan istilah sehari-hari dan membiasakannya di rumah, misal:&nbsp;
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sebutkan nama makanan, mainan, warna sambil ditunjuk oleh AyBun</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Ajak anak mengobrol dalam bahasa kedua</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kenalkan magic words seperti sorry, please, thank you</li>
</ul>
<h3>2. Gunakan buku atau produk edukasi bilingual</h3>
Buku bergambar adalah salah satu pilihan tepat, Ayah Bunda bisa membacakan cerita tersebut sambil menunjuk gambarnya.
Ayah Bunda bisa menggunakan buku seri SIKAP BAIK dalam versi bilingual, lho! Kini dapat diperoleh baik melalui aplikasi maupun marketplace.&nbsp;
<h3>3. Jangan hiraukan mitos</h3>
Tak jarang Ayah Bunda merasa khawatir jika si Kecil akan mengalami kebingungan berbicara jika diajarkan dua bahasa. Penyerapan bahasa pada si Kecil ternyata lebih efektif sebelum usia 6 tahun, lho! Memang pada awalnya bisa ada yang terlihat lebih lambat perkembangannya, tetapi itu hanya penyesuaian, seiring berkembangnya pengalaman dan usia ia akan lebih lancar menggunakan dua bahasa. Tentunya terus amati perkembangan anak agar sesuai dengan usianya.
&nbsp;
<h3>4. Konsisten</h3>
Kerap kali AyBun mengajarkan kedua bahasa disatukan,, ternyata ini bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi bingung. Oleh karena itu, Ayah Bunda perlu menerapkan konsistensi dalam berkomunikasi, misalnya saat berbicara bahasa Indonesia tidak mencampurkan dengan bahasa kedua &ldquo;Adek please bilang thank you dulu&rdquo; lebih baik katakan &ldquo;Adik, thank you for listening today&rsquo;&rsquo;
 
Nah, semoga dapat membuat Ayah Bunda semakin semangat mengajarkan si Kecil dua bahasa di rumah. Lakukan juga dengan rutin stimulasi dua bahasa pada kategori Bahasa, temukan ide-ide stimulasinya di aplikasi Tentang Anak!
 
Foto: freepik
Sumber:
https://raisingchildren.net.au/babies/connecting-communicating/bilingualism-multilingualism/bilingualism
https://modules.ilabs.uw.edu/module/language-development/sensitive-period-language/&nbsp;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6168212/
https://www.parents.com/bilingual/benefits-of-learning-a-second-language-as-a-child/
https://www.nct.org.uk/baby-toddler/your-childs-development/18-24-months/raising-bilingual-baby-or-child-8-tips-for-how-do-it
https://www.parents.com/bilingual/benefits-of-learning-a-second-language-as-a-child/&nbsp;

Studi: Anak Bilingual Lebih Cerdas, Ajarkan dengan Tutorial Ini Sejak Dini

Pelajari perkembangan motorik bayi berdasarkan usia serta tanda bahaya (red flag) yang perlu diwaspadai. Dukung tumbuh kembang si Kecil dengan memahami tahapan motoriknya dan lakukan skrining perkembangan jika diperlukan.
&nbsp;

Perkembangan motorik bayi adalah salah satu aspek penting dalam tumbuh kembang anak yang perlu diperhatikan oleh setiap orang tua.&nbsp;
Setiap tahap usia memiliki pencapaian motorik yang berbeda, mulai dari menggenggam hingga merangkak.&nbsp;
Namun, penting bagi AyBun untuk mengenali tanda-tanda perkembangan motorik normal dan kapan perlu waspada terhadap milestone nya yang mungkin mengindikasikan keterlambatan.&nbsp;
Dengan mengetahui perbedaannya, AyBun dapat membantu si Kecil mencapai milestone sesuai usianya dan segera mengambil tindakan jika diperlukan.
<h3>Usia 3 Bulan</h3>
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.052%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<td style="width: 50.0706%; text-align: center;">Normal</td>
<td style="width: 50.0706%; text-align: center;">Red Flag</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 50.0706%;">
<ul>
<li aria-level="1">Tummy time tangan mampu menopang tubuh</li>
<li aria-level="1">Dapat mengangkat kepala beberapa detik hingga 1 menit</li>
</ul>
</td>
<td style="width: 50.0706%;">
<ul>
<li>Tidak dapat mengangkat kepala</li>
<li>Kaki kaku</li>
<li>Sering mendorong punggung dengan kepala</li>
<li>Tangan sering mengepal</li>
</ul>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 50.0706%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f29080-6159dbf2-0185-4cc4-9af0-5c080e49c444.png" alt="" width="106" height="55" /></td>
<td style="width: 50.0706%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f290b1-eba33b87-ada5-43f6-a5a4-1f373756d2e0.png" alt="" width="114" height="94" /></td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h3>Usia 6 Bulan</h3>
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.052%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Normal</td>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Red Flag</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Duduk dengan bantuan tangan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berguling dari terlentang ke telungkup dan sebaliknya</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kaki menopang seluruh beban tubuh saat berdiri.</li>
</ul>
</td>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Punggung rounding (melengkung ke depan)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak dapat mengangkat kepala &amp; sulit mengontrol kepala</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak menggapai barang dengan tangan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kaki kaku</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sering posisikan tangan ke arah belakang.</li>
</ul>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f29115-e1226e0c-4c87-4c25-bde7-0794a74191c0.png" alt="" width="79" height="89" /></td>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f29191-8709fb38-16e6-499f-a810-0c38d8d9ab9e.png" alt="" width="96" height="113" /></td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h3>Usia 9 bulan</h3>
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.052%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Normal</td>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Red Flag</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Duduk stabil (bisa ambil mainan tanpa jatuh)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Duduk dari posisi terlentang atau tengkurap</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mulai merayap/merangkak</li>
</ul>
</td>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sulit gunakan tangan saat duduk</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menggunakan satu tangan predominan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Hanya gunakan satu sisi badan untuk bergerak</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Punggung rounding</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak merayap/merangkak</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kaki tidak bisa menopang berat tubuh</li>
</ul>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f291c3-e514ccc5-7124-4688-8584-cf71a26f563f.png" alt="" width="108" height="128" /></td>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f291ef-88de125b-c5f3-4957-997e-01342cd30644.png" alt="" width="92" height="150" /></td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h3>Usia 12 bulan</h3>
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.052%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Normal</td>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Red Flag</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berdiri &amp; merayap di sepanjang furniture</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berdiri mandiri / jalan beberapa langkah.</li>
</ul>
</td>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sulit berdiri karena kaki kaku/cenderung jinjit</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Hanya mampu menggunakan tangan untuk menarik badan ke posisi berdiri</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Duduk dengan beban di satu sisi</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tangan sering menekuk atau memanjang tapi kaku</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Butuh tangan untuk menopang saat duduk</li>
</ul>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f29218-aa0ad4df-24ec-49f9-8a1f-a50651dc7fa4.png" alt="" width="94" height="128" /></td>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f2924b-cd4e00ec-8f6a-4a9c-ac3a-5b28f6eed555.png" alt="" width="74" height="209" /></td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h3>Usia 15 Bulan</h3>
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.052%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Normal</td>
<td style="width: 47.6345%; text-align: center;">Red Flag</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jalan mandiri, jarang jatuh</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bisa jongkok untuk ambil mainan.</li>
</ul>
</td>
<td style="width: 47.6345%;">
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sulit jalan mandiri</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Keseimbangan berdiri kurang, sering jatuh</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jalan jinjit.</li>
</ul>
</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f29280-f1e7f1b3-205f-49b8-b5c4-6f8b4cfd8faa.png" alt="" width="91" height="149" /></td>
<td style="width: 47.6345%;"><img style="display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/66f2929a-c51b87ec-64c9-422d-9aa7-926ce15308e8.png" alt="" width="76" height="124" /></td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h2>Penutup</h2>
Memantau perkembangan motorik bayi dan mengenali red flag adalah langkah penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal.
AyBun juga bisa lho melakukan skrining perkembangan motorik si Kecil melalui fitur <a href="tentanganak://screening?type=screening">skrining perkembangan</a> di Aplikasi Tentang Anak untuk memastikan si Kecil mendapatkan perhatian yang tepat sejak dini.