Anak Memiliki IQ di Bawah 90 Akibat Kekurangan Gizi

Simak tips dan perbincangan krusial terkait nutrisi anak bersama Prof. DR. Dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp. A(K) dan dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A pada segmen Tanya Ahli berikut ini.

Kesehatan Anak

Apa saja yang harus dilakukan orang tua untuk menjadikan anak cerdas? Bagaimana mencegah anak menjadi picky eater? Benarkah jika kedua orang tua pendek, anak juga akan pendek? &nbsp;dan tahukah, Aybun, ternyata asupan gizi berhubungan juga dengan IQ anak! Pastikan AyBun sudah menyiapkan nutrisi makanan si Kecil sejak dalam kandungan, agar tercipta SDM yang berkualitas.
Simak tips dan perbincangan krusial terkait nutrisi anak bersama Prof. DR. Dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp. A(K) dan dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A pada segmen Tanya Ahli berikut ini.
Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp. A(K) adalah seorang dokter anak dengan keahliannya dibidang nutrisi dan penyakit metabolik anak.

Prof.Damayanti: 65% Anak Memiliki IQ di Bawah 90 Akibat Kekurangan Gizi di Tahun Pertama Kehidupan!

cara keramas yang benar sesuai jenis rambut anak

Pahami perbedaan frekuensi keramas untuk anak dengan rambut lurus dan keriting. Simak panduan lengkapnya untuk menjaga kesehatan rambut anak usia 8-12 tahun!

Saat merawat rambut anak, jenis rambut memainkan peran penting dalam menentukan frekuensi keramas.&nbsp;
Misalnya, rambut keriting dan lurus punya kebutuhan yang berbeda dalam hal keramas dan perawatan.&nbsp;
Untuk anak-anak yang masih di bawah usia 12 tahun, cukup keramas 1-2 kali seminggu.&nbsp;
Tapi, kalau si Kecil sudah lebih besar, terutama yang berusia 12 tahun ke atas, ada beberapa hal yang perlu AyBun perhatikan.
<h2>Rambut Lurus: Cenderung Lebih Berminyak</h2>
Menurut AAD (American Academy of Dermatology), anak dengan rambut lurus biasanya membutuhkan keramas lebih sering, bahkan bisa setiap hari.&nbsp;
Hal ini karena rambut lurus lebih mudah membawa minyak dari kulit kepala ke helai rambut, sehingga lebih cepat terasa berminyak.&nbsp;
Usahakan untuk tidak menggosok rambut dengan handuk. Cukup tepuk-tepuk dengan lembut dan biarkan kering secara alami atau gunakan hair dryer dengan suhu rendah.
Untuk rambut lurus, menyisir rambut bisa dilakukan setelah keramas saat rambut sudah hampir kering.
Tips: Jika rambut anak terlalu berminyak, tingkatkan frekuensi keramas, namun jika rambut terlihat kering atau mulai rontok, sebaiknya kurangi.
<h2>Rambut Keriting: Cenderung Lebih Kering</h2>
Sebaliknya, bagi anak dengan rambut keriting, minyak dari kulit kepala sulit mencapai ujung rambut karena pola melingkar pada rambut keriting.&nbsp;
Hal ini membuat rambut lebih mudah kering. Karena itu, cukup keramas setiap 7-10 hari saja. Jika terlalu sering, justru rambut bisa semakin kering dan rapuh.&nbsp;
Usahakan untuk tidak menggosok rambut dengan handuk. Cukup tepuk-tepuk dengan lembut dan biarkan kering secara alami atau gunakan hair dryer dengan suhu rendah.
Untuk rambut keriting, sebaiknya menyisir rambut saat masih setengah basah dengan sisir yang memiliki gerigi lebar. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada helai rambut keriting yang lebih rentan kusut dan patah.
Tips: Hindari produk shampoo yang mengandung deterjen keras seperti SLS/SLES, karena dapat membuat rambut keriting semakin kering dan mudah patah, terutama jika kulit kepala anak cenderung sensitif.
<h2>Pentingnya Memilih Produk yang Tepat</h2>
Produk yang digunakan juga sangat mempengaruhi kesehatan rambut anak. Pastikan untuk memilih shampoo dan kondisioner yang sesuai dengan jenis rambut anak.&nbsp;
Hindari produk yang mengandung SLS/SLES, terutama untuk anak-anak dengan kulit kepala yang sensitif.&nbsp;
Selain itu, AyBun juga bisa memilih produk yang memiliki kandungan alami untuk menjaga kesehatan kulit kepala dan rambut si kecil.
<h3>Kesimpulan</h3>
Frekuensi keramas anak dapat bervariasi tergantung pada karakteristik rambut, usia, dan tingkat aktivitas.
Anak dengan rambut lurus dan berminyak mungkin perlu keramas setiap hari atau dua hari sekali, terutama jika mereka aktif bermain atau berolahraga.&nbsp;
Sebaliknya, anak dengan rambut kering dan keriting cukup keramas 1-2 kali per minggu, atau bahkan setiap 7-10 hari.&nbsp;
Pastikan untuk selalu menyesuaikan frekuensi keramas sesuai dengan kondisi rambut dan kulit kepala, serta gunakan produk yang aman dan sesuai untuk menjaga kesehatan rambut anak.

Video: Pahami Cara Keramas Anak Rambut Keriting dengan Anak Rambut Lurus yang Berbeda!

Saat merawat anak asakit memang hal yang membuat Ayah Bunda seringkali bingung bagaimana cara mengatasinya. Berbagai cara menyembuhkan anak baik metode yang modern hingga tradisional dilakukan. Salah satunya kerokan, tapi sebenarnya apakah hal itu diperbolehkan secara medis? Yuk, simak artikelnya.

Pertolongan Pertama

Masalah Kesehatan

Kerokan merupakan salah satu pengobatan tradisional di masyarakat Asia yang dipercaya dapat meredakan gejala masuk angin, seperti badan pegal-pegal, sakit kepala, dan demam. Namun, apakah kerokan aman dilakukan pada anak-anak?
<h2>Pandangan Medis</h2>
Dari sisi medis, kerokan tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat untuk membuktikan bahwa dapat menyembuhkan masuk angin. Kerokan hanya merupakan salah satu cara untuk meredakan gejala masuk angin, seperti rasa nyeri dan pegal.
Bahkan, kerokan tidak disarankan untuk dilakukan pada bayi dan anak di bawah usia 1 tahun. Hal ini karena kulit bayi dan anak yang masih sangat tipis, sehingga rentan mengalami luka dan infeksi akibat kerokan. Selain itu, bayi dan anak di bawah usia 1 tahun juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna, sehingga lebih rentan terhadap infeksi.
<h3>Risiko kerokan pada anak</h3>
Selain risiko luka dan infeksi, kerokan juga dapat menimbulkan beberapa bahaya lain pada anak, seperti:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Rasa nyeri yang dapat mengganggu aktivitas anak</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menyebabkan ruam pada kulit</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menyebabkan iritasi pada kulit</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menjadi jalan masuk kuman penyebab infeksi</li>
</ul>
Cara mengatasi masuk angin pada anak
Ada beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masuk angin pada anak, seperti:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Istirahat yang cukup</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Minum air putih yang banyak</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mengonsumsi makanan bergizi</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menggunakan pakaian yang hangat</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mandi air hangat</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menggunakan obat-obatan yang dijual bebas</li>
</ul>
Berdasarkan berbagai pertimbangan, kerokan tidak disarankan untuk dilakukan pada anak-anak, terutama bayi dan anak di bawah usia 1 tahun. Jika anak mengalami gejala masuk angin, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
<h2>Tips Aman Kerokan</h2>
Memang kerokan tidak dianjurkan untuk si Kecil, tetapi bagi Ayah Bunda yang ingin kerokan, sebaiknya perhatikan tips berikut agar aman:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Gunakan benda tumpul yang bersih untuk kerokan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Gunakan minyak atau lotion sebagai pelicin agar tidak terjadi luka pada kulit.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kerokan dengan tekanan yang ringan.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Hindari kerokan pada area kulit yang sensitif, seperti area wajah, leher, dan area vital.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Setelah kerokan, bersihkan kulit dengan air hangat dan sabun.</li>
</ul>
<h3>Penjelasan lebih lanjut</h3>
Kerokan adalah metode pengobatan tradisional yang dilakukan dengan cara menggoreskan benda tumpul, biasanya koin atau batu, pada kulit yang telah dilumuri minyak. Kerokan dipercaya dapat mengeluarkan angin yang dianggap menjadi penyebab masuk angin.
Namun, dari sisi medis, kerokan tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat untuk membuktikan bahwa dapat menyembuhkan masuk angin. Kerokan hanya merupakan salah satu cara untuk meredakan gejala masuk angin, seperti rasa nyeri dan pegal.
Jika ada keluhan, yuk cek di fitur Tanya Ahli pada aplikasi!
Foto: Freepik
Sumber: https://www.medicalnewstoday.com/articles/320397#overview
https://www.nytimes.com/2022/09/12/well/live/lymphatic-drainage-gua-sha.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8483130/

Anak Kerokan saat Masuk Angin, Emang Boleh?

Keterlambatan kemampuan bicara atau speech delay pada anak membuat orang tua khawatir. Kenali penyebab dan cara mengatasinya di sini.

Gangguan Perkembangan

Perkembangan si Kecil yang baik tentunya membuat Ayah dan Bunda bersemangat dalam mengasuh dan mendampingi anak. Salah satu perkembangan yang yang terlihat secara signifikan adalah kemampuan berbicara. Sayangnya, beberapa dari anak mengalami keterlambatan kemampuan berbicara atau speech delay.
Speech delay terjadi ketika anak tidak bisa mengembangkan kemampuan berbicara dan bahasanya sesuai rentang usia yang diharapkan. Hal ini bisa terjadi karena gangguan pendengaran, gangguan kesehatan, atau anak hanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk belajar berbicara.
Lalu apa penyebab dan cara mengatasi speech delay? Bagaimana cara orang tua untuk mendeteksi ciri-cirinya lebih dini? Berikut ini penjelasan lengkap mengenai speech delay pada anak.
<h2>Apa Itu Speech Delay?</h2>
Speech delay merupakan kondisi keterlambatan kemampuan bicara dan bahasa pada anak sesuai dengan tingkat usia yang diharapkan. Speech delay ini terlihat saat anak cukup sulit untuk mengatakan isi hatinya dan masih cukup sulit dimengerti oleh orang tua.
Pada umumnya, anak usia dua tahun akan memiliki pengetahuan 50 kata dengan kemampuan berbicara dua atau tiga kata. Kemampuan berbicara ini semakin meningkat seiring bertambahnya usia anak.
Namun, saat anak mengalami speech delay, ia dapat mengucapkan satu atau dua kata, tetapi sulit untuk menggabungkannya. Jika anak menunjukkan tanda-tanda tersebut, Ayah dan Bunda bisa mengenali penyebab speech delay dan cara mengatasinya berikut ini.
<h2>Ciri-Ciri dan Penyebab Speech Delay</h2>
Ada beberapa penyebab yang membuat anak mengalami speech delay. Kondisi ini biasanya terjadi karena faktor kemampuan kognitif anak, kecerdasan, atau kondisi medis tertentu. Untuk lebih jelasnya, berikut ciri-ciri dan penyebab speech delay pada anak.
<h3>Ciri-Ciri Speech Delay</h3>
Kenali ciri-ciri speech delay pada anak saat perkembangan berbicaranya tidak sesuai rentang yang diharapkan, yakni mulai dari:
<ol>
<li> Anak menghindari kontak mata saat diajak berbicara dengan orang tua.</li>
<li> Anak tidak bereaksi saat dipanggil oleh orang tua.</li>
<li> Sulit untuk berbicara atau meniru perkataan orang lain.</li>
<li> Belum bisa merangkai kata-kata.</li>
<li> Lebih banyak menunjukkan gestur tubuh daripada berbicara kepada orang tua.</li>
<li> Pengumpulan kosa kata pada anak masih rendah.</li>
</ol>
<h3>Penyebab Speech Delay</h3>
Ciri-ciri speech delay tersebut terjadi karena beberapa penyebab yang mungkin dialami oleh anak, mulai dari kondisi kesehatan hingga lingkungan yang kurang mendukung. Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya, yakni sebagai berikut.
<h4>1. Kurangnya Stimulus dari Ayah dan Bunda</h4>
Speech delay bisa terjadi karena lingkungan sekitar anak kurang memberikan stimulasi kepada anak, mulai dari mengajaknya berbicara, menggendongnya, mengajaknya main, hingga mengajaknya bercanda.
Dalam hal ini, anak tidak pernah terlibat dalam percakapan bersama orang tuanya. Untuk itu, Ayah dan Bunda harus menstimulasi anak sesuai usianya agar memiliki kemampuan bicara yang baik.
&nbsp;
<h4>2. Screentime yang Berlebihan</h4>
Selain mengajaknya berbicara, tumbuh kembang anak dapat diisi dengan screen time dengan menonton televisi atau gadget. Namun, hal ini dapat membuat kemampuan berbahasa anak kurang berkembang dengan baik.
Alasannya, screen time merupakan aktivitas yang dilakukan satu arah, sedangkan kemampuan berbahasa anak dapat dilatih dengan cara berkomunikasi dua arah.
Dilansir dari American Academy of Pediatrics, sebuah rumah sakit anak di Kanada pernah mengamati hampir 900 anak-anak berusia enam bulan dan dua tahun. Mereka menemukan bahwa bayi yang sering diberikan gadget secara berlebihan akan mengalami speech delay.
<h4>3. Memiliki Masalah Oral-Motorik</h4>
Penyebab selanjutnya adalah masalah oral-motorik, seperti apraksia. Gangguan ini terjadi saat area otak anak yang bertugas untuk menghasilkan ucapan sedang terganggu.
Akibatnya, anak akan mengalami speeh delay, sulit untuk mengkoordinasikan lidah, mulut, dan gerakan bicara. Hal ini juga akan membuat anak kesulitan dalam makan.
<h4>4. Autism spectrum disorder</h4>
Gejala autisme menjadi salah satu penyebab anak mengalami speech delay. Ciri-ciri anak yang mengalami autisme adalah perilaku yang dilakukan berulang, kata-kata yang diucapkan berulang kali, kurang bisa berinteraksi, dan memiliki kemampuan bicara yang cukup rendah.
<h4>5. Masalah pada Mulut</h4>
Masalah pada mulut yang dapat menyebabkan speech delay adalah akyloglossia. Masalah ini terjadi saat lidah anak tidak bisa bergerak bebas karena&nbsp; lipatan di bawah lidah yang terlalu pendek.Kondisi ini membuat anak sulit untuk menyebutkan beberapa huruf, seperti R, S, T, Z, D, dan&nbsp; L.
Selain itu, bibir sumbing juga bisa menjadi salah satu penyebab speech delay karena kondisi mulut yang dapat memengaruhi kemampuan bicara anak sesuai dengan rentang usia yang di diharapkan.
<h2>Cara Mengatasi Speech Delay</h2>
Tak perlu khawatir, speech delay tak selalu berbahaya jika anak tidak memiliki kondisi medis tertentu atau gangguan pada kesehatan. Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan Ayah dan Bunda untuk mengatasi speech delay.
<h4>1. Memberikan Stimulasi kepada Anak</h4>
Langkah pertama untuk mengatasi speech delay pada anak adalah orang tua dapat mengajaknya berbicara secara rutin, membacakannya cerita, dan menyanyikan lagu untuk anak. Ayah dan Bunda juga dapat melatih kecerdasan logika anak dengan belajar merangkai benda, mengelompokkan sesuatu, atau memilih mainan yang cocok untuk anak.
Selain itu, Ayah dan Bunda bisa merangsang otak anak dengan mendengarkan lagu, memainkan alat musik, atau mengajaknya bernyanyi.
<h4>2. Membatasi Screen Time Gadget atau Televisi</h4>
Selanjutnya, Ayah dan Bunda harus membatasi screen time gadget atau televisi kepada anak. Penggunaan gadget yang berlebihan dapat menghambat dan menurunkan kemampuan berbicaranya.
Usahakan Ayah dan Bunda memberikan penggunaan gadget maksimal 2 jam per hari di bawah pengawasan orang tua. Pemberian gadget juga bisa diberikan hanya untuk video call atau menelepon keluarga lainnya.
<h4>3. Membacakan Cerita kepada Anak</h4>
Ayah dan Bunda dapat membacakan cerita atau dongeng dengan gambar-gambar yang menarik. Minta anak untuk menyebutkan gambar-gambar yang ada di dalam buku, misalnya gambar hewan atau benda.&nbsp;
Dengan membacakan cerita, daya ingat, imajinasi, dan tambahan kosakata untuk anak akan meningkat.
<h4>4. Berkonsultasi dengan Dokter atau Ahli</h4>
Namun, jika anak belum bisa berbicara apa pun karena kondisi medis tertentu. Ayah dan Bunda dapat membawa Si Kecil ke dokter anak atau spesialis agar diberikan penanganan yang tepat. Untuk itu, selalu kenali ciri-ciri atau penyebab speech delay pada anak.
<h2>Apakah Vitamin Speech Delay Bermanfaat atau Hanya Mitos?</h2>
Speech delay dapat diatasi dengan mengajak anak bicara, memberikan stimulasi, mendengarkan orang di sekitarnya, dan berkonsultasi ke dokter. Penggunaan vitamin secara umum belum terbukti bisa mengatasi speech delay.&nbsp;
Kondisi ini dapat diatasi dengan terapi wicara. Namun, kondisi dapat berbeda jika anak memiliki kondisi medis tertentu. Sebelum memberikan vitamin atau obat, ada baiknya Ayah dan Bunda dapat mengkonsultasikannya langsung dengan dokter.
____________________________________________________________________________
Speech delay atau keterlambatan bicara dan bahasa pada anak dapat dilatih dengan peran orang tua yang begitu besar untuk mengajak anak bicara atau memberikan stimulasi yang cukup.
Perkembangan setiap anak berbeda-beda, jadi Ayah dan Bunda jangan terlalu khawatir akan kondisi speech delay ini. Namun, saat anak mengalami kondisi medis tertentu yang cukup berbeda dengan anak-anak lainnya, jangan lupa untuk membawanya ke dokter spesialis, ya!

Penyebab, Ciri dan Cara Mengatasi Speech Delay pada Anak


Banyak yang bertanya tentang bolehkah ibu hamil makan jengkol? Artikel ini akan membahas semuanya dan telah diulas oleh ahli dari Tim Tentang Anak.

Kehamilan

Kehamilan merupakan masa penuh perhatian terhadap makanan yang dikonsumsi. Salah satu pertanyaan umum yang sering muncul adalah apakah ibu hamil boleh makan jengkol.&nbsp;
Jengkol dikenal dengan aromanya yang kuat dan rasanya yang enak, namun juga dianggap kontroversial karena beberapa alasan.&nbsp;
Artikel ini membahas lebih dalam apakah jengkol aman dikonsumsi ibu hamil. Selain itu, baca juga tentang informasi penting soal manfaat dan risiko jengkol selama kehamilan.
<h2>Manfaat Nutrisi Jengkol</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64d35860-8043ef1c-2acb-4b22-bac6-5e78a685bd6b.png" />
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita lihat beberapa manfaat nutrisi yang ada pada jengkol.&nbsp;
Jengkol mengandung protein, serat, zat besi, kalsium, fosfor dan beberapa vitamin B kompleks. Serat membantu pencernaan dan mencegah sembelit yang umum terjadi selama kehamilan.&nbsp;
Kandungan zat besi dapat membantu mencegah anemia, yang merupakan masalah umum pada wanita hamil.
<h2>Risiko Mengkonsumsi Jengkol saat hamil</h2>
Meski jengkol mengandung nutrisi yang berharga, ada beberapa alasan mengapa konsumsi jengkol harus dipantau selama kehamilan:
<h3>Gas dan Pencernaan:</h3>
Jengkol mengandung senyawa yang dapat menyebabkan terlalu banyak gas dalam sistem pencernaan.&nbsp;
Pada wanita hamil, masalah pencernaan seperti gas dan kembung sering terjadi. Mengkonsumsi jengkol tentu dapat memperparah kondisi ini.
<h3>Alergi:</h3>
Beberapa orang memiliki reaksi alergi terhadap jengkol. Reaksi alergi selama kehamilan dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin.
<h3>Pemicu Asam Urat:</h3>
Jengkol mengandung zat purin yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Ini bisa menjadi masalah serius, apalagi jika ibu hamil memiliki riwayat penyakit asam urat.&nbsp;
<h2>Pertimbangan Penting</h2>
Jika Anda tetap ingin mengonsumsi jengkol saat hamil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
<h3>Total Konsumsi:</h3>
Secara umum, jengkol sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah terbatas, terutama saat hamil. Jangan makan dalam porsi besar.
<h2>Persiapan yang baik:</h2>
Memasak jengkol dengan benar dapat membantu mengurangi kadar senyawa penyebab gas. Rebus jengkol lebih lama dan ganti air rebusan beberapa kali.
<h3>Saran medis:</h3>
Sebelum menambahkan jengkol ke dalam makanan Anda, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi. Mereka dapat memberikan saran yang disesuaikan berdasarkan kondisi kesehatan Anda.
<h2>Nutrisi Alternatif untuk Ibu Hamil</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64d3587f-9eb0d2c5-455f-4ee5-a028-ec5fedea3d85.jpg" />
Jika ingin menghindari risiko yang terkait dengan konsumsi jengkol, ada banyak alternatif nutrisi lainnya. Tujuannya, supaya Anda tetap mendapatkan manfaat serupa atau bahkan lebih baik selama kehamilan.&nbsp;
Beberapa sumber protein baik, antara lain daging tanpa lemak, telur, tahu, tempe, dan kacang-kacangan.
<h2>Kesimpulan</h2>
Saat menjawab pertanyaan &ldquo;Bolehkah ibu hamil makan jengkol?&rdquo;, jawabannya tidak hitam putih atau ya-tidak.
Meski jengkol mengandung nutrisi yang berharga, risikonya juga harus diwaspadai, termasuk yang berkaitan dengan pencernaan, alergi, dan kadar asam urat.&nbsp;
Jika Anda memutuskan untuk mengkonsumsinya, lakukan dengan bijak dan dalam jumlah terbatas.&nbsp;
Tetapi mengingat risikonya, lebih bijaksana untuk memilih alternatif nutrisi yang lebih aman dan selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum mengubah pola makan kehamilan Anda.&nbsp;

Bolehkah Ibu Hamil Makan Jengkol? Semua yang Perlu Anda Ketahui

Warna belek anak ternyata menandakan kesehatan matanya lho, AyBun. Yuk, pahami agar bisa segera ditangani oleh dokter!

Sebagai orang tua, AyBun pasti pernah memperhatikan adanya kotoran mata atau belek pada si kecil. Tahukah Aybun bahwa warna belek anak bisa menjadi petunjuk tentang kondisi kesehatan matanya?
Berikut adalah penjelasan tentang berbagai warna belek dan artinya yang wajib Aybun ketahui!
<h2>Apa Itu Belek?</h2>
Belek adalah kotoran yang dikeluarkan mata sebagai mekanisme pembersihan diri. Mata membersihkan dirinya secara alami menggunakan kombinasi air mata dan lendir. Biasanya, kotoran ini terhapus saat kita berkedip sepanjang hari.
Namun, selama tidur, belek dapat menumpuk di tepi mata karena kita tidak berkedip. Ini adalah hal yang normal.
Namun, produksi belek yang berlebihan atau tidak biasa dapat terjadi jika mata mengalami iritasi atau peradangan. Hal ini bisa menjadi tanda adanya infeksi, alergi, mata kering, atau masalah lain.
Belek yang abnormal biasanya memiliki tekstur, warna, atau jumlah yang tidak biasa dibandingkan dengan belek normal atau mata berair.
<h2>Arti Warna Belek Anak</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/67739bff-6a7af168-8a15-42b8-ae96-ecf97d562b74.jpg" />
<h3>1. Kuning</h3>
Belek berwarna kuning biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti konjungtivitis bakteri. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat, seperti pemberian antibiotik yang diresepkan oleh dokter.
<h3>2. Hijau</h3>
Belek berwarna hijau juga menandakan adanya infeksi bakteri, yang bisa berupa keratitis bakteri, konjungtivitis bakteri, atau bahkan selulitis periorbital. Jika si kecil memiliki belek hijau, segera konsultasikan dengan dokter mata untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
<h3>3. Bening atau Putih Berair</h3>
Jika belek si kecil bening atau putih dan cenderung berair, kemungkinan besar itu disebabkan oleh reaksi alergi atau sindrom mata kering. Untuk mengatasinya, hindari paparan alergen dan pastikan si kecil cukup mengonsumsi cairan.
<h3>4. Lendir Putih Berserat</h3>
Belek dengan lendir putih berserat biasanya terkait dengan infeksi virus. Jenis belek ini sering kali disertai gejala lain, seperti mata merah atau berair. Penanganannya memerlukan kesabaran karena infeksi virus umumnya sembuh dengan sendirinya.
<h2>Tips Penanganan Belek pada Anak</h2>
<ul data-spread="false">
<li>
Jangan asal memberikan tetes mata antibiotik tanpa konsultasi dokter.
</li>
<li>
Bersihkan area mata dengan kapas steril dan air hangat.
</li>
<li>
Segera konsultasikan ke dokter jika belek disertai pembengkakan, nyeri, atau demam.
</li>
</ul>
<h2>Penutup</h2>
Penting untuk diingat, AyBun, beda warna belek, beda pula penyebab dan penanganannya. Memahami jenis infeksi pada mata si kecil bisa membantu AyBun mengambil langkah yang tepat untuk menjaga kesehatan matanya.
Jika AyBun merasa ada yang salah dengan belek si Kecil, bisa konsultasikan ke dokter di fitur <a href="tentanganak://consult_list?type=consult_list">Tanya Ahli</a> lewat aplikasi Tentang Anak.
<div>&nbsp;</div>

Warna Belek Anak dan Artinya, Ini yang Harus Aybun Pahami!

Studi terbaru menunjukkan bahwa usia awal pubertas maju kurang lebih 3 bulan setiap 10 tahun, membuat Gen Z mengalami pubertas lebih awal dibanding generasi sebelumnya. Apa penyebabnya? Simak faktor risiko dan cara pencegahannya di sini!

Pubertas adalah fase penting dalam perkembangan anak yang menandai transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Biasanya, pubertas terjadi antara usia 8 hingga 13 tahun pada anak perempuan dan 9 hingga 14 tahun pada anak laki-laki. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa generasi Z mengalami pubertas lebih awal dibandingkan generasi sebelumnya.
Sebuah studi menemukan bahwa usia awal pubertas maju sekitar 3 bulan setiap 10 tahun, menyebabkan semakin banyak anak mengalami pubertas dini. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental anak di kemudian hari.
Lalu, apa penyebab pubertas dini pada Gen Z? Mari kita bahas faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini.
<h2 data-start="829" data-end="878">Faktor Penyebab Pubertas Dini pada Gen Z</h2>
<h3 data-start="880" data-end="911">1. Paparan Asap Rokok</h3>
Paparan asap rokok, terutama dari lingkungan rumah, berperan besar dalam meningkatkan risiko pubertas dini, terutama pada anak perempuan.
Studi pada 63.618 anak perempuan di Korea menemukan bahwa anak yang terpapar asap rokok di rumah lebih berisiko mengalami menstruasi dini.
Asap rokok mengandung bahan kimia toksik yang dapat mengganggu fungsi endokrin, yaitu sistem hormon yang mengatur pubertas dan menstruasi.
Gangguan pada sistem endokrin ini bisa menyebabkan produksi hormon seksual lebih cepat, sehingga mempercepat datangnya pubertas.
<h3 data-start="1488" data-end="1533">2. Obesitas dan Kadar Hormon Leptin</h3>
Obesitas menjadi salah satu penyebab utama pubertas dini, terutama pada anak perempuan.
Bagaimana obesitas mempengaruhi pubertas?
<ul data-start="1678" data-end="2038">
<li data-start="1678" data-end="1802">Di dalam tubuh, sel lemak memproduksi hormon leptin, yang berperan dalam mengatur nafsu makan dan fungsi reproduksi.</li>
<li data-start="1803" data-end="1907">Leptin yang tinggi dapat memicu pubertas lebih cepat karena memengaruhi produksi hormon seksual.</li>
<li data-start="1908" data-end="2038">Anak perempuan yang mengalami obesitas cenderung memiliki kadar leptin lebih tinggi, sehingga pubertas terjadi lebih awal.</li>
</ul>
Risiko lebih lanjut: Selain pubertas dini, obesitas juga dapat meningkatkan risiko diabetes, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya di kemudian hari.
<h3 data-start="2214" data-end="2247">3. Kekurangan Vitamin D</h3>
Vitamin D memainkan peran penting dalam mengontrol pubertas karena bekerja pada otak dan ovarium.
Studi di China yang melibatkan 280 anak perempuan dengan pubertas dini menemukan bahwa:
<ul>
<li data-start="2350" data-end="2602">91,7% dari mereka mengalami kekurangan vitamin D.</li>
<li data-start="2350" data-end="2602">Anak-anak ini juga memiliki BMI lebih tinggi, yang mengindikasikan kelebihan berat badan.</li>
</ul>
Jadi, kekurangan vitamin D dapat mengganggu regulasi hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan seksual.
Solusi: Pastikan anak mendapatkan asupan vitamin D yang cukup melalui makanan, suplemen, atau paparan sinar matahari.
<h3 data-start="2849" data-end="2894">4. Faktor Lingkungan dan Pola Hidup</h3>
Selain faktor biologis, lingkungan dan gaya hidup modern juga berkontribusi terhadap pubertas dini pada Gen Z.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi:
<ul>
<li data-start="3010" data-end="3331">Paparan bahan kimia (seperti BPA dalam plastik) yang mengganggu hormon tubuh.</li>
<li data-start="3010" data-end="3331">Kurangnya aktivitas fisik yang berhubungan dengan peningkatan obesitas.</li>
<li data-start="3010" data-end="3331">Waktu tidur yang tidak cukup, karena hormon pertumbuhan bekerja maksimal saat anak tidur nyenyak.</li>
</ul>
Gaya hidup modern yang semakin tidak sehat ini dapat mempercepat proses pubertas pada anak-anak.
<h2 data-start="3441" data-end="3493">Bagaimana Mencegah Pubertas Dini pada Anak?</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/67d27902-63cc6292-58bb-4346-88b0-cd454d947322.jpg" />
Meskipun ada faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan, beberapa langkah dapat dilakukan untuk mencegah pubertas dini, antara lain:
<ul>
<li data-start="3495" data-end="3630">Jaga pola makan sehat dengan mengurangi makanan tinggi lemak dan gula.</li>
<li data-start="3495" data-end="3630">Dorong aktivitas fisik untuk menjaga berat badan ideal.</li>
<li data-start="3495" data-end="3630">Pastikan anak mendapatkan cukup vitamin D, baik dari makanan, suplemen, maupun sinar matahari.</li>
<li data-start="3495" data-end="3630">Cukupkan waktu tidur anak agar hormon tubuh bekerja optimal.</li>
<li data-start="3495" data-end="3630">Lindungi anak dari paparan asap rokok dan bahan kimia berbahaya.</li>
<li data-start="3495" data-end="3630">Rutin periksa kesehatan anak ke dokter spesialis anak untuk mendeteksi tanda-tanda pubertas dini sejak dini.</li>
</ul>
<h2 data-start="4143" data-end="4162">Kesimpulan</h2>
Fenomena pubertas dini pada Gen Z bukan sekadar tren, tetapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Studi menunjukkan bahwa usia awal pubertas semakin maju, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti paparan asap rokok, obesitas, kekurangan vitamin D, serta gaya hidup modern.
Dampak pubertas dini tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga psikologis anak. Oleh karena itu, penting bagi AyBun untuk memperhatikan pola makan, aktivitas fisik, serta lingkungan anak agar perkembangan mereka tetap optimal.

Fenomena Pubertas Dini pada Gen Z, Apa Penyebabnya?

Selama masa kehamilan, banyak ibu hamil mungkin menghadapi situasi di mana mereka perlu mengonsumsi obat untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, amankah bagi ibu hamil untuk minum obat? Artikel ini akan membahas panduan dan pertimbangan penting seputar penggunaan obat pada ibu hamil. Pentingnya Konsultasi dengan

Selama masa kehamilan, banyak ibu hamil mungkin menghadapi situasi di mana mereka perlu mengonsumsi obat untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, amankah bagi ibu hamil untuk minum obat? Artikel ini akan membahas panduan dan pertimbangan penting seputar penggunaan obat pada ibu hamil.
<h2>Pentingnya Konsultasi dengan Dokter</h2>
Sebelum ibu hamil memutuskan untuk mengonsumsi obat, penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan yang merawat kehamilan. 
Dokter akan mengevaluasi manfaat dan risiko penggunaan obat, serta mempertimbangkan kondisi kesehatan ibu dan perkembangan janin.
Dalam banyak kasus, dokter akan mempertimbangkan untuk menghindari obat-obatan selama trimester pertama kehamilan, periode yang paling rentan terhadap perkembangan janin. Namun, dalam beberapa situasi, manfaat dari penggunaan obat dapat melebihi risikonya.
<h3>Obat-obatan yang Umumnya Aman untuk Ibu Hamil</h3>
Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan keamanan obat untuk ibu hamil dan menyusui menjadi lima kategori antara lain kategori A, B, C, D, dan X). 
Walaupun FDA telah mengembangkan labeling terbaru dalam keamanan obat untuk ibu hamil dan menyusui yang disebut Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR), namun kategori menggunakan huruf masih banyak digunakan.
Kategori A adalah obat-obat yang tidak menunjukkan efek berbahaya dalam uji klinik pada ibu hamil trimester pertama. Contoh obat seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc
Kategori B adalah obat-obat yang tidak menunjukkan efek berbahaya dalam uji pada hewan coba namun belum ada uji klinik yang dilakukan pada wanita hamil. 
Contoh obat seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil, cefadroksil, cefepim, cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, eritromisin, ibuprofen, insulinlansoprazol, loratadin, me penem, metformin, metildopa, metronidazol.
Kategori C adalah obat-obat menunjukkan efek berbahaya dalam uji pada hewan coba namun belum ada uji klinik yang dilakukan pada wanita hamil. 
Contoh obat seperti albendazol, allopurinol, aspirin, amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin, klonidin, kotrimoksazol, codein + parasetamo dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin, flukonazol
&nbsp;
Kategori D adalah obat-obat yang jelas menunjukkan efek berbahaya namun masih dapat dipergunakan pada ibu hamil jika manfaat yang mungkin didapat adalah lebih banyak. 
Contoh obat seperti alprazolam, amikasin, amiodaron, carbamazepin, klordiaz epoksid, diazepam, kanamisin, fenitoin, asam valproate
Parasetamol (Acetaminophen): Parasetamol sering digunakan untuk meredakan nyeri dan demam. Dalam dosis yang disarankan, parasetamol dianggap aman selama kehamilan.
Obat-obatan untuk Mual dan Muntah: Beberapa obat seperti doxylamine dan piridoksin (B6) sering diresepkan untuk mengatasi mual dan muntah selama kehamilan. Namun, sebaiknya konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi obat ini.
Antibiotik tertentu: Beberapa antibiotik, seperti amoksisilin, eritromisin, dan sefalosporin, dapat dianggap aman untuk ibu hamil jika diresepkan oleh dokter untuk mengatasi infeksi.
Suplemen Zat Besi dan Asam Folat: Suplemen zat besi dan asam folat sangat penting selama kehamilan untuk mencegah anemia dan mendukung perkembangan janin. Dokter dapat meresepkan suplemen ini jika diperlukan.
Obat Pilihan untuk Penyakit Kronis yang Terkontrol: Beberapa ibu hamil mungkin memiliki penyakit kronis seperti diabetes, asma, atau hipertensi sebelum hamil. 
Dalam beberapa kasus, dokter dapat merekomendasikan obat untuk mengontrol kondisi ini selama kehamilan.
<h3>Pertimbangan Penting</h3>
Trimester Kehamilan: Risiko dan manfaat penggunaan obat dapat bervariasi tergantung pada trimester kehamilan. Sebagai contoh, trimester pertama seringkali menjadi periode paling kritis untuk perkembangan janin. Oleh karena itu, penggunaan obat harus dievaluasi dengan hati-hati selama trimester pertama.
Dosis yang Disarankan: Penting untuk mengikuti dosis yang direkomendasikan oleh dokter. Mengonsumsi dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan dapat meningkatkan risiko efek samping atau komplikasi.
Efek Samping Potensial: Beberapa obat mungkin memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan. Dokter akan mempertimbangkan manfaat dari penggunaan obat dibandingkan dengan potensi risiko terhadap ibu dan janin.
Kondisi Kesehatan Ibu: Kondisi kesehatan ibu juga memainkan peran penting dalam menentukan keamanan penggunaan obat. Ibu hamil dengan kondisi kesehatan tertentu mungkin memerlukan manajemen yang lebih ketat dan pengawasan dokter yang lebih intensif.
Pilihan Pengobatan Alternatif: Terkadang, ada pilihan pengobatan alternatif yang dapat dipertimbangkan selain obat-obatan. Pendekatan ini bisa melibatkan perubahan gaya hidup, terapi fisik, atau strategi manajemen stres.
<h2>Obat-obatan yang Harus Dihindari Selama Kehamilan</h2>
Meskipun ada beberapa obat yang dianggap aman, ada juga beberapa obat yang harus dihindari selama kehamilan. 
Kategori X adalah obat-obat yang jelas menunjukkan efek berbahaya dan mutlak manfaatnya tidak lebih besar dari resiko yang ditimbulkan. Contoh obat seperti (amlodipin atorvastatin), atorvastatin, (kafein + ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol, miso prostol, oksitosin, simvastatin, warfarin.
Beberapa contoh obat yang mungkin berisiko tinggi termasuk:
Isotretinoin: Digunakan untuk mengobati jerawat, tetapi dapat menyebabkan cacat lahir serius jika digunakan selama kehamilan.
Thalidomide: Sebelumnya digunakan untuk mengatasi mual dan muntah selama kehamilan, tetapi telah dikaitkan dengan kelainan lahir.
ACE inhibitors dan ARBs: Obat-obatan ini, yang biasanya digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi, dapat berisiko tinggi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan dan harus dihindari.
NSAIDs (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs): Penggunaan NSAIDs, seperti ibuprofen, sebaiknya dihindari terutama pada trimester ketiga karena dapat memengaruhi perkembangan sistem kardiovaskular pada janin.
Keputusan untuk mengonsumsi obat selama kehamilan harus didasarkan pada evaluasi risiko dan manfaat yang cermat, dengan konsultasi dokter sebagai langkah pertama. 
Sangat penting bagi ibu hamil untuk terbuka dengan dokter tentang kondisi kesehatan mereka, riwayat pengobatan, dan pertanyaan atau kekhawatiran yang mereka miliki.
Penting untuk diingat bahwa setiap ibu hamil berbeda, dan apa yang aman untuk satu individu mungkin tidak aman untuk yang lain. 
Dengan pendekatan yang hati-hati dan komunikasi terbuka antara ibu hamil dan dokter, penggunaan obat selama kehamilan dapat dikelola dengan aman untuk mendukung kesehatan ibu dan perkembangan bayi.
Itulah empat tips mengonsumsi obat saat hamil. Kalau ibu masih punya pertanyaan seputar obat yang aman bagi ibu hamil, gunakan aplikasi Tentang Anak saja. 
Sebab melalui aplikasi Tentang Anak, ibu bisa bertanya pada dokter spesialis obstetri dan ginekologi kapan saja dan di mana saja melalui Tanya Ahli Jadi, yuk download aplikasi Tentang Anak di App Store dan Google Play sekarang juga!
 Foto: Freepik
Sumber:&nbsp;
https://klinik.ub.ac.id/obat-obatan-untuk-ibu-hamil-apakah-aman/
https://dinkes.kalbarprov.go.id/artikel/penggunaan-obat-yang-aman-selama-masa-kehamilan/
Food and Drug Administration, HHS, 2014

Amankah Ibu Hamil Minum Obat? Cek Panduan dan Pertimbangannya

Kebiasaan baik anak di rumah, walaupun terlihat sederhana dan sepele, tapi bisa membantunya bertumbuh menjadi manusia yang utuh. Simak apa saja kebiasaan tersebut!

Membangun kebiasaan baik sejak usia dini adalah langkah awal untuk mendukung perkembangan anak secara optimal. Anak usia 2 tahun sudah mulai memahami rutinitas sederhana, sehingga ini menjadi waktu yang tepat untuk mengenalkan kebiasaan baik.
Berikut adalah daftar kebiasaan yang bisa dimulai sejak usia 2 tahun:
<h2>Kebiasaan Baik Anak yang Bisa Dilakukan di Rumah</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/67404296-5507d14d-0aff-4fdf-827f-62fd2fff4c3b.jpg" />
<h3>1. Membaca Buku</h3>
Anak usia 2 tahun mulai menikmati&nbsp;<a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=365"> membaca buku </a>dengan melihat gambar dan mendengarkan cerita. AyBun bisa memilih buku dengan ilustrasi menarik dan cerita sederhana.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Membuat anak merasa senang dan terhibur.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Meningkatkan kecerdasan emosional melalui pemahaman cerita.</li>
<li>Memupuk kreativitas saat anak membayangkan cerita.</li>
<li>Melatih konsentrasi karena anak belajar memperhatikan buku.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>2. Bermain Bersama</h3>
Bermain permainan sederhana, seperti menyusun balok atau bermain peran, membantu anak belajar bersosialisasi.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Anak merasa terhibur dan mendapatkan perhatian dari orang tua.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Mengasah kemampuan problem-solving melalui permainan.</li>
<li>Mengembangkan kemampuan sosial saat bermain dengan orang lain.</li>
<li>Mendukung pemahaman bahasa dan matematika secara alami, misalnya saat menghitung mainan.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>3. Berpelukan dengan Orang Tua</h3>
Pelukan hangat memberikan rasa aman dan nyaman, terutama setelah anak mengalami hari yang sibuk.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Anak merasa dicintai dan terlindungi.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Meningkatkan perkembangan otak karena adanya hormon oksitosin.</li>
<li>Memperkuat imunitas tubuh anak.</li>
<li>Menumbuhkan kepercayaan diri pada anak.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>4. Sarapan Pagi</h3>
Biasakan anak untuk memulai hari dengan sarapan bergizi, seperti bubur, telur, atau buah.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Memberikan energi untuk bermain dan belajar sepanjang hari.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Meningkatkan kemampuan akademik di masa depan.</li>
<li>Mendukung fokus dan atensi anak saat melakukan aktivitas.</li>
<li>Memperkuat ingatan dengan nutrisi yang cukup.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>5. Beraktivitas Fisik</h3>
Aktivitas fisik sederhana seperti bermain bola, berlari, atau menari membantu anak tetap aktif dan bahagia.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Anak menikmati waktu bermain sambil bergerak bebas.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Mendukung kemampuan akademik dengan tubuh yang sehat.</li>
<li>Mengurangi risiko depresi dan kecemasan.</li>
<li>Menjaga berat badan ideal, mengurangi risiko obesitas.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>6. Tidur yang Cukup dan Berkualitas</h3>
Pastikan <a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=2063">anak tidur</a> dalam rutinitas yang teratur, seperti setelah mendengarkan cerita sebelum tidur.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Membantu anak merasa segar dan memiliki suasana hati yang baik.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Mendukung pertumbuhan optimal melalui tidur yang berkualitas.</li>
<li>Menjaga kesehatan mental anak.</li>
<li>Membantu anak meningkatkan konsentrasi selama aktivitas.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>7. Makan Bersama Keluarga</h3>
Jadikan momen makan bersama sebagai waktu untuk saling bercerita dan mempererat hubungan keluarga.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Membuat anak merasa dihargai dan bagian dari keluarga.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Menjaga kesehatan mental anak.</li>
<li>Meningkatkan kesehatan fisik dengan kebiasaan makan yang baik.</li>
<li>Mendukung kemampuan akademik melalui pola makan teratur.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<h3>8. Membantu Pekerjaan Rumah</h3>
Ajarkan anak membantu pekerjaan kecil, seperti membereskan mainan atau mengelap meja.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Anak merasa senang karena bisa membantu orang tua.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Meningkatkan kepercayaan diri karena merasa mampu melakukan sesuatu.</li>
<li>Melatih tanggung jawab sejak dini.</li>
<li>Membiasakan anak menghadapi kesulitan dengan cara yang positif.</li>
</ul>
</li>
</ul>
Baca Juga: <a href="tentanganak://article_detail?type=article_detail&amp;id=1075">Ingin Anak Mandiri Sejak Kecil? Yuk, Terapkan Rutinitas Harian Anak (GRATIS PRINTABLES AKTIVITAS)</a>
<h3>9. Berbicara Dua Bahasa</h3>
Kenalkan anak pada bahasa kedua melalui nyanyian, cerita, atau percakapan sederhana di rumah.
<ul>
<li>Jangka Pendek: Anak lebih mudah berkomunikasi dengan berbagai orang.</li>
<li>Jangka Panjang:
<ul>
<li>Meningkatkan kecerdasan otak melalui pengolahan bahasa.</li>
<li>Mengembangkan keterampilan sosial saat berinteraksi dengan orang lain.</li>
</ul>
</li>
</ul>
<div class="flex max-w-full flex-col flex-grow">
<div class="min-h-8 text-message flex w-full flex-col items-end gap-2 whitespace-normal break-words [.text-message+&amp;]:mt-5" dir="auto" data-message-author-role="assistant" data-message-id="0e0375bd-cf7e-4666-896c-9c153d4d7082" data-client-thread-id="WEB:7234f353-92f6-4d77-a252-6df15de802b7" data-message-model-slug="gpt-4o">
<div class="flex w-full flex-col gap-1 empty:hidden first:pt-[3px]">
<div class="markdown prose w-full break-words dark:prose-invert light">
<h2>Kesimpulan</h2>
Membangun kebiasaan baik sejak usia 2 tahun tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek seperti kebahagiaan dan kenyamanan, tetapi juga berdampak besar pada perkembangan fisik, mental, dan sosial anak di masa depan.
Dengan aktivitas sederhana seperti membaca buku, bermain bersama, atau membantu pekerjaan rumah, AyBun bisa menciptakan fondasi yang kokoh untuk masa depan si kecil.
Bingung harus mulai dari mana? Yuk, temukan ide-ide aktivitas seru untuk dilakukan bersama anak di fitur <a href="tentanganak://activity?type=activity">Stimulasi</a>!
Dalam fitur ini, AyBun akan menemukan berbagai aktivitas yang dapat membantu tumbuh kembang anak, mulai dari bermain kreatif, belajar sambil bermain, hingga aktivitas untuk meningkatkan keterampilan sosial dan emosional.
</div>
</div>
</div>
</div>

9 Kebiasaan Baik Anak yang Berdampak Positif di Masa Depan, Terapkan Yuk!

Kenapa bayi sering ngulet, menggeliat, atau meluruskan tubuh? Temukan alasan medis dan perkembangan di balik perilaku ini, serta kapan orang tua perlu waspada dan membawa bayi ke dokter.

Bayi yang baru lahir sering kali membuat gerakan seperti ngulet, meluruskan tangan dan kaki, menggeliat, bahkan disertai tangisan atau suara menggeram. Bagi banyak orang tua, ini bisa menimbulkan kekhawatiran: apakah ini wajar? Apakah ini tanda bayi merasa tidak nyaman atau sakit?
Tapi tenang, AyBun. Dalam artikel ini kita akan membahas secara mendalam kenapa bayi sering ngulet, kapan hal ini normal, dan kapan AyBun perlu lebih waspada. Yuk, simak penjelasan lengkapnya!
<h2>Mengapa Bayi Sering Ngulet?</h2>
Ngulet atau menggeliat adalah bagian dari proses perkembangan alami bayi. Sejak dalam kandungan, bayi sudah mulai melakukan gerakan-gerakan spontan yang menstimulasi otot dan sistem sarafnya. Ketika lahir, gerakan ini tetap terjadi karena beberapa alasan penting:
<h3>1. Merangsang Fungsi Tubuh Bayi</h3>
Saat bayi ngulet, mereka sebenarnya sedang membantu tubuhnya melakukan fungsi-fungsi penting seperti:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Melancarkan pencernaan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mengeluarkan gas dari perut</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Merangsang pergerakan usus agar BAB lebih mudah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Melenturkan otot-otot yang kaku pasca kelahiran</li>
</ul>
Bayi belum bisa duduk, berdiri, atau berjalan, jadi ngulet adalah salah satu cara mereka membantu tubuhnya berfungsi optimal.
<h3>2. Adaptasi Otot dan Sendi Setelah Lahir</h3>
Saat proses persalinan, bayi bisa mengalami tekanan pada bagian tubuh tertentu, seperti leher atau kepala. Hal ini bisa membuat otot menjadi kaku. Ngulet menjadi cara alami bayi untuk "meregangkan" bagian tubuh tersebut, mirip seperti kita melakukan stretching saat bangun tidur.
<h3>3. Tanda Bahwa Bayi Sedang Nyaman (Atau Tidak Nyaman)</h3>
Menurut Dr. J. Evans, seorang dokter osteopatik, ada dua panduan penting dalam menilai ngulet bayi:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jika bayi tampak senang dan tenang saat ngulet, maka itu bagian dari perkembangan normal.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jika bayi menangis dan terlihat kesakitan, bisa jadi ada masalah seperti gas yang terperangkap, konstipasi, atau refluks. </li>
</ul>
<h2>Ngulet dan Masalah Pencernaan</h2>
Masalah pencernaan adalah penyebab paling umum kenapa bayi sering ngulet, terutama disertai tangisan, mengerutkan wajah, atau mengangkat lutut ke dada. Beberapa kondisi yang bisa menjadi pemicunya antara lain:
<h3>1. Gas dan Kembung</h3>
Bayi yang baru lahir sering menelan udara saat menyusu. Jika udara ini tidak segera keluar sebagai sendawa, bisa menyebabkan kembung. Bayi akan mencoba mengeluarkan gas ini dengan menggeliat dan mengangkat kakinya.
<h3>2. Refluks atau Kolik</h3>
Bayi dengan refluks akan merasa tidak nyaman karena isi lambung naik ke kerongkongan. Gejalanya bisa meliputi:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sering ngulet sambil melengkungkan punggung ke belakang</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menangis keras, terutama setelah makan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Groaning atau mengerang dalam waktu lama</li>
</ul>
Kolik juga menyebabkan bayi rewel dan menangis lama tanpa sebab jelas. Ngulet bisa menjadi ekspresi ketidaknyamanan akibat tekanan di perut.
<h2>Tanda-tanda Ngulet yang Perlu Diwaspadai</h2>
Ngulet biasanya tidak berbahaya, tapi AyBun harus waspada jika melihat tanda-tanda berikut:
<table>
<tbody>
<tr>
<td>
Tanda
</td>
<td>
Penjelasan
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Bayi menangis terus saat ngulet
</td>
<td>
Bisa jadi ada nyeri atau gangguan pencernaan
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Tidak bisa tidur nyenyak dan selalu gelisah
</td>
<td>
Tanda adanya ketidaknyamanan
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Ngulet disertai demam atau tidak mau menyusu
</td>
<td>
Harus segera diperiksakan ke dokter
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Bayi tidak BAB atau buang angin selama lebih dari 1 hari
</td>
<td>
Bisa jadi konstipasi atau obstruksi usus ringan
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<h2>Manfaat Membantu Bayi Ngulet</h2>
Tahukah AyBun? Membantu bayi melakukan gerakan stretching bisa sangat bermanfaat! Dengan bimbingan dan teknik yang benar, ini bisa membantu:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Meredakan nyeri perut karena gas</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Melancarkan BAB</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mencegah kepala peyang (flat head syndrome)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menenangkan bayi yang sedang rewel</li>
</ul>
AyBun bisa belajar teknik stretching bayi yang aman melalui video tutorial. Dengan cara ini, AyBun bisa membantu si Kecil merasa lebih nyaman setiap hari.
<h2>Kapan Harus ke Dokter?</h2>
Jika ngulet disertai dengan gejala berikut, sebaiknya segera periksakan bayi ke dokter:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bayi sangat lemas, tidak aktif</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak mau menyusu sama sekali</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Demam tinggi</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Tidak pipis dalam 6-8 jam</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Menangis terus-menerus lebih dari 3 jam sehari selama lebih dari 3 hari berturut-turut</li>
</ul>
Ingat, menangis itu normal, tapi bayi yang diam, lemah, dan tidak responsif justru lebih mengkhawatirkan.
<h2>Kesimpulan</h2>
Ngulet adalah bagian alami dari pertumbuhan dan perkembangan bayi. Tapi sebagai orang tua, penting untuk memahami kapan gerakan ini merupakan tanda bahwa si Kecil sedang merasa tidak nyaman.
Dengan memahami penyebab umum bayi sering ngulet, seperti pencernaan yang belum sempurna, gas, hingga kolik, AyBun bisa mengambil langkah yang tepat untuk membantu. Apalagi dengan teknik stretching yang tepat, banyak masalah bisa dicegah dan diredakan di rumah.
Tetap peka terhadap tanda-tanda yang menunjukkan bayi benar-benar sakit, dan jangan ragu untuk meminta bantuan medis saat dibutuhkan. Karena pada akhirnya, kesehatan dan kenyamanan si Kecil adalah prioritas utama.