Kenapa ada anak yang tantrum dan tidak? Ini penjelasannya! Ketahui faktor penyebab tantrum dan cara meningkatkan kecerdasan emosional anak agar lebih tangguh dalam menghadapi kehidupan.

Kesehatan Anak

Setiap anak memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan emosinya. Ada yang tampak tenang dalam menghadapi situasi sulit, sementara yang lain mudah mengalami tantrum. Mengapa bisa begitu?
Faktanya, anak memiliki kemampuan mengolah emosi yang lebih fleksibel dibandingkan orang dewasa.
Namun, faktor lingkungan, pola asuh, dan dukungan emosional yang diberikan orang tua sangat memengaruhi bagaimana mereka menyalurkan perasaannya. Artikel ini akan membahas penyebab tantrum pada anak serta cara meningkatkan kecerdasan emosional mereka.
<h2 class="" data-start="637" data-end="682">Mengapa Anak Bisa Mengalami Tantrum?</h2>
Tantrum adalah ledakan emosi yang umum terjadi pada anak, terutama di usia balita. Namun, tidak semua anak mengalami tantrum dengan intensitas yang sama. Berikut adalah beberapa penyebab utama tantrum:
<h3 class="" data-start="889" data-end="934">1. Anak Kehilangan "Tabungan Emosi"</h3>
Seperti halnya orang dewasa, anak juga memiliki kapasitas emosional yang bisa penuh atau terkuras. Beberapa kebiasaan berikut dapat mengurangi tabungan emosi anak dan membuatnya lebih rentan terhadap tantrum:
Orang tua sering terdistraksi saat bermain dengan anak Solusi: Luangkan waktu 15-20 menit per hari untuk bermain secara mindful bersama anak.
Meremehkan atau melarang anak merasakan emosinya Solusi: Validasi perasaan anak dengan gestur atau ekspresi wajah, bantu ia menenangkan diri.
Mengancam, mengabaikan, menghukum, atau mengungkit kesalahan anak Solusi: Apresiasi usaha anak dan pahami alasan di balik perilakunya.
Menganggap orang tua selalu benar dan tidak mau meminta maaf Solusi: Tunjukkan sikap rendah hati dengan meminta maaf jika salah dan ajak anak mencari solusi bersama.
Menyalahkan anak saat tidak tuntas menyelesaikan tugas Solusi: Dampingi anak dalam tugas sulit, berikan bantuan sesuai kebutuhannya.
<h3 class="" data-start="1930" data-end="1979">2. Cara Kerja Otak Anak vs Orang Dewasa</h3>
Studi menunjukkan bahwa otak anak bekerja dengan cara yang berbeda dari orang dewasa, yang mempengaruhi cara mereka mengolah emosi.
<table style="border-collapse: collapse; width: 100.081%;" border="1">
<tbody>
<tr>
<th style="width: 52.9032%;" data-start="2115" data-end="2126">Anak</th>
<th style="width: 47.0968%;" data-start="2126" data-end="2142">Dewasa</th>
</tr>
<tr>
<td style="width: 52.9032%;">Menggunakan otak kanan dan kiri secara bersamaan saat mengerjakan sesuatu.</td>
<td style="width: 47.0968%;">Sebagian besar tugas spesifik diproses hanya di satu sisi otak.</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 52.9032%;">Otak lebih fleksibel dan terhubung dalam memproses informasi.</td>
<td style="width: 47.0968%;">Otak lebih terfokus pada satu tugas, tetapi kurang fleksibel.</td>
</tr>
<tr>
<td style="width: 52.9032%;">Memiliki neuroplastisitas tinggi, yang berarti lebih mudah belajar dan beradaptasi.</td>
<td style="width: 47.0968%;">Kurang fleksibel dibandingkan otak anak dalam menerima informasi baru.</td>
</tr>
</tbody>
</table>
<div class="overflow-x-auto contain-inline-size">&nbsp;</div>
Karena otak anak lebih plastis dan fleksibel, cara mereka menangani emosi sangat bergantung pada bagaimana mereka diajarkan dan didukung oleh lingkungannya.
<h2 class="" data-start="2777" data-end="2845">Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Kecerdasan Emosional?</h2>
Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence, EQ) adalah kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi sendiri serta orang lain. Anak dengan EQ yang baik lebih mampu mengontrol emosinya, lebih tangguh menghadapi tantangan, dan memiliki hubungan sosial yang lebih sehat.
Berikut beberapa cara meningkatkan kecerdasan emosional anak:
<h3 data-start="3192" data-end="3412">Kenalkan berbagai emosi sejak dini</h3>
Bantu anak memahami bahwa setiap emosi itu valid. Salah satu cara efektif adalah melalui buku cerita. Setelah membaca, tanyakan bagaimana perasaannya terhadap cerita tersebut.
<h3 data-start="3414" data-end="3600">Latih anak dalam mengatasi emosi negatif</h3>
Alihkan tantrum dengan teknik pernapasan dalam, menghitung mundur, atau menggunakan kata-kata sederhana untuk mengekspresikan perasaan.
<h3 data-start="3602" data-end="3762">Jadilah contoh dalam mengelola emosi</h3>
Anak belajar dengan mengamati. Jika orang tua mampu mengelola emosi dengan baik, anak akan meniru pola yang sama.
<h3 data-start="3764" data-end="3897">Bangun komunikasi yang terbuka dan suportif</h3>
Pastikan anak merasa aman untuk mengungkapkan perasaannya tanpa takut dihakimi.
<h3 data-start="3899" data-end="4059">Berikan dukungan sosial yang cukup</h3>
Anak yang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan cenderung lebih stabil secara emosional dan lebih bahagia.
<h2 class="" data-start="4066" data-end="4085">Kesimpulan</h2>
Tidak semua anak mengalami tantrum dengan cara yang sama, karena banyak faktor yang memengaruhi cara mereka mengelola emosi. Otak anak yang lebih fleksibel memberikan potensi besar untuk belajar mengendalikan emosi, tetapi hal ini harus didukung dengan pola asuh yang tepat.
Dengan memberikan perhatian yang cukup, memvalidasi emosi anak, dan memberikan contoh yang baik, orang tua bisa membantu anak mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Semakin baik kecerdasan emosional anak, semakin tangguh mereka dalam menghadapi kehidupan.
Jadi, sudahkah Ayah dan Bunda membantu meningkatkan kecerdasan emosional si Kecil secara optimal?

Kenapa Ada Anak yang Tantrum dan Tidak? Ini Penjelasannya!

Anak usia dini tidak boleh terlalu banyak terpapar audio dan visual yang berlebihan karena bisa menyebabkan overstimulasi. Nah, apakah hal ini membuat tidak bolehnya ajak anak ke bioskop? Simak penjelasannya.

Baru-baru ini, media sosial kembali diramaikan dengan pro dan kontra membawa anak nonton bioskop. Hal ini menjadi perbincangan lantaran membawa anak nonton di bioskop dianggap mengganggu karena ada saja anak yang menangis atau terlalu banyak bergerak.&nbsp;
Bagi orang tua, membawa anak ke bioskop bisa menjadi cara untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan menyuguhkan hiburan yang menarik bagi anak-anak. 
Namun, seperti halnya kegiatan lainnya, menonton film di bioskop juga memiliki dampak tertentu bagi perkembangan anak. Dalam artikel ini, kita akan membahas manfaat dan risiko membawa anak ke bioskop berdasarkan hasil penelitian dari sumber jurnal yang relevan.
<h2>Dampak Ajak Anak ke Bioskop</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64c7822a-9d1837c9-07ef-42d6-8518-22f12d0f0e9d.jpg" />
<h3>1.&nbsp; Konten Tidak Sesuai Usia</h3>
Salah satu risiko membawa anak ke bioskop adalah kemungkinan terpapar pada konten yang tidak sesuai untuk usia mereka. 
Bioskop seringkali menayangkan film dengan berbagai rating, dan tidak semua film cocok untuk anak-anak. Orang tua perlu memastikan bahwa film yang akan ditonton sesuai dengan usia dan kematangan anak.
<h3>2.&nbsp; Pengaruh Perilaku dan Nilai&nbsp;</h3>
Film yang ditonton anak-anak dapat mempengaruhi perilaku dan nilai-nilai yang mereka anut. 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan pada kekerasan atau perilaku negatif dalam film dapat meningkatkan tingkat agresi dan perilaku meniru pada anak.
<h3>3.&nbsp; Kesehatan Mata dan Kesejahteraan Fisik&nbsp;</h3>
Menonton film dalam kegelapan dan fokus pada layar yang besar dapat memberikan beban pada mata anak. 
Selain itu, kebiasaan duduk terlalu lama di dalam ruangan yang gelap dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik anak.
<h2>Harus diperhatikan Sebelum Ajak Anak ke Bioskop</h2>
Sebelum membawa anak ke bioskop, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh orang tua:
<h3>1.&nbsp; Pilih Film yang Tepat&nbsp;</h3>
Periksa rating film dan sinopsisnya sebelum memutuskan untuk menonton bersama anak. Pastikan film tersebut sesuai dengan usia dan minat anak-anak.
<h3>2.&nbsp; Pilih Jadwal yang yang sesuai&nbsp;</h3>
Jadwalkan waktu menonton dengan bijaksana. Pastikan anak dalam kondisi bugar dan segar sehingga mereka dapat menikmati pengalaman menonton dengan baik. Misalnya tidak menonton saat malam.
<h3>3.&nbsp; Diskusikan Film Setelah Menonton&nbsp;</h3>
Ajak anak berbicara tentang cerita film dan nilai-nilai yang dapat dipetik dari film tersebut. Diskusi ini dapat membantu anak memahami cerita dengan lebih baik dan mengaitkannya dengan nilai-nilai positif.
&nbsp;
Foto: Freepik

Dampak Ajak Anak Nonton ke Bioskop

Apa yang paling penting ketika AyBun memiliki anak? Yuk, cari jawabannya lewat podcast Tanya Ahli bersama&nbsp;Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), seorang Dokter Spesialis Konsultan Tumbuh Kembang Anak.

<div class="flex max-w-full flex-col flex-grow">
<div class="min-h-8 text-message flex w-full flex-col items-end gap-2 whitespace-normal break-words text-start [.text-message+&amp;]:mt-5" dir="auto" data-message-author-role="assistant" data-message-id="341eb817-b4a2-4792-ab05-dfdb4f4d36b2" data-message-model-slug="gpt-4o">
<div class="flex w-full flex-col gap-1 empty:hidden first:pt-[3px]">
<div class="markdown prose w-full break-words dark:prose-invert light">
Sudahkah AyBun memutuskan untuk memiliki anak, atau mungkin AyBun sudah menjadi orang tua? Apa AyBun tahu apa yang paling penting dipersiapkan, baik saat hamil maupun setelah si kecil lahir?
Apakah bantal hamil, baju hamil, atau susu kehamilan? Hmm, sepertinya bukan itu jawabannya.
Yuk, simak lebih lengkap di Tanya Ahli bersama Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), seorang Dokter Spesialis Konsultan Tumbuh Kembang Anak, dan Dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, MPH, dokter anak sekaligus founder Tentang Anak.
Temukan tips dan pengetahuan penting untuk mendukung tumbuh kembang si kecil!
</div>
</div>
</div>
</div>

#TanyaAhli Eps 3 Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) | Stimulasi Sejak Bayi Tingkatkan IQ 24%! Kunci Perkembangan Optimal

Survey berhadiah voucher belanja di aplikasi Tentang Anak sebagai bahan perbaikan sehingga bisa memberikan pengalaman dan fitur yang lebih baik lagi kedepannya. Yuk, buruan isi

Kami telah mendengar semua saran dan masukan dari AyBun. Oleh karena itu, saat ini kami sedang melakukan survey sebagai bahan perbaikan sehingga bisa memberikan pengalaman dan fitur yang lebih baik lagi kedepannya di aplikasi Tentang Anak.
🎁 Psst, ada voucher belanja di aplikasi Tentang Anak senilai Rp 50.000 lho untuk AyBun yang terpilih! 🥳
Yuk, buruan isi formnya di <a href="http://bit.ly/surveyaplikasi-TA24">bit.ly/surveyaplikasi-TA24</a>. Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit kok 😉. Periode pengisian form sampai dengan 09 Juni 2024 pukul 23:59 WIB.

Isi Survey untuk Aplikasi Tentang Anak yang Lebih Baik 🚀

Manfaat Beraktivitas Fisik Tanpa Alas Kaki untuk Anak

Nyeker bikin sehat? Cari tahu manfaat luar biasa dari aktivitas fisik tanpa alas kaki untuk anak usia 6-10 tahun, berdasarkan studi ilmiah!

Jangan takut kotor, AyBun! Ternyata, membiarkan si Kecil beraktivitas tanpa alas kaki alias "nyeker" bisa membawa banyak manfaat kesehatan, lho!
Sebuah studi dari Frontiers in Pediatrics (2018) membuktikan bahwa anak-anak yang bertelanjang kaki punya skor keseimbangan lebih baik dan kemampuan melompat lebih tinggi dibandingkan yang selalu memakai sepatu.
Terutama untuk anak usia 6&ndash;10 tahun, kebiasaan ini penting untuk mendukung perkembangan motorik kasar dan sensorik mereka. Yuk, kita bahas lebih dalam manfaat nyeker untuk si Kecil!
<h2 class="" data-start="2924" data-end="2978">Mengapa Anak Perlu Beraktivitas Tanpa Alas Kaki?</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/67f78b81-77c23141-3112-4e14-a791-4325a6bb021b.jpg" />
<h3 class="" data-start="2980" data-end="3026">1. Dukungan untuk Perkembangan Alami Kaki</h3>
Pada usia 0&ndash;2 tahun, bertelanjang kaki sebanyak mungkin bisa membantu pembentukan struktur kaki secara alami. Ini penting agar otot-otot kecil di kaki berkembang optimal, memperkuat fondasi tubuh si Kecil untuk bergerak lebih bebas.
<h3 class="" data-start="3262" data-end="3300">2. Peningkatan Keseimbangan Tubuh</h3>
Bertelanjang kaki meningkatkan koneksi otak terhadap gerakan tubuh, membuat anak lebih cepat belajar menjaga keseimbangan.
Studi menunjukkan, anak yang sering nyeker memiliki skor keseimbangan lebih tinggi dibanding yang selalu memakai sepatu.
<h3 class="" data-start="3547" data-end="3604">3. Penguatan Motorik Kasar dan Keterampilan Melompat</h3>
Motorik kasar seperti berlari dan melompat berkembang lebih baik saat anak bebas menggunakan otot-otot kakinya tanpa batasan sepatu. Hasilnya? Anak jadi lebih cekatan dan berani mencoba berbagai gerakan fisik.
<h2 class="" data-start="3822" data-end="3871">Studi Ilmiah: Kaki Telanjang vs. Bersepatu</h2>
Penelitian oleh Zech dkk. (2018) menemukan bahwa anak-anak yang tumbuh bertelanjang kaki memiliki kemampuan motorik seperti keseimbangan dan lompat jauh lebih baik dibandingkan teman sebaya yang memakai sepatu terus-menerus.
Manfaat nyeker paling besar dirasakan pada anak usia 6&ndash;10 tahun, masa penting untuk membangun keterampilan motorik dasar yang akan dibutuhkan sepanjang hidup.
<h2 class="" data-start="4379" data-end="4425">Manfaat Sensorik dari Bertelanjang Kaki</h2>
Tanpa alas kaki, kulit di telapak kaki langsung menerima berbagai sensasi dari permukaan tanah, seperti keras, lembut, atau kasar. Ini melatih otak anak untuk cepat beradaptasi.
Dengan bertelanjang kaki, refleks dan koordinasi tubuh si Kecil menjadi lebih terasah. Mereka lebih cepat merespons perubahan permukaan, sehingga mengurangi risiko jatuh.
<h2 class="" data-start="4870" data-end="4915">Tips Aman Beraktivitas Tanpa Alas Kaki</h2>
<h3 class="" data-start="4917" data-end="4959">1. Hindari Permukaan Panas atau Kasar</h3>
Pastikan si Kecil tidak berjalan di atas permukaan yang panas atau kasar, seperti aspal panas atau jalan berbatu.
<h3 class="" data-start="5076" data-end="5116">2. Perhatikan Kebersihan Lingkungan</h3>
Lingkungan tempat bermain harus bersih dan bebas dari potensi bahaya seperti pecahan kaca atau sampah tajam.
<h3 class="" data-start="5228" data-end="5273">3. Cegah Infeksi dengan Kebiasaan Bersih</h3>
Ajarkan anak untuk mencuci tangan dan kaki dengan sabun setelah bermain tanpa alas kaki agar terhindar dari infeksi kulit atau parasit.
<h2 class="" data-start="5417" data-end="5458">Kapan Tetap Harus Pakai Alas Kaki?</h2>
<h3 class="" data-start="5460" data-end="5501">1. Area dengan Risiko Cacing Tambang</h3>
Waspada ya, AyBun! Gunakan alas kaki saat anak bermain di tempat yang tampak kotor atau mungkin terkontaminasi kotoran hewan untuk menghindari risiko infeksi cacing tambang.
<h3 class="" data-start="5678" data-end="5725">2. Pentingnya Alas Kaki yang Sesuai Ukuran</h3>
Jika si Kecil harus memakai alas kaki, pastikan ukurannya pas dan tidak terlalu ketat agar tetap nyaman dan mendukung pertumbuhan kaki.
<h2 class="" data-start="6820" data-end="6837">Kesimpulan</h2>
Membiarkan anak beraktivitas tanpa alas kaki memiliki banyak manfaat, mulai dari meningkatkan keseimbangan, keterampilan motorik kasar, hingga memperkuat umpan balik sensorik.
Studi ilmiah membuktikan bahwa anak usia 6&ndash;10 tahun yang sering bertelanjang kaki menunjukkan perkembangan fisik yang lebih baik.
Namun, AyBun tetap perlu memperhatikan lingkungan dan menjaga kebersihan si Kecil. Yuk, dukung perkembangan motorik si Kecil dengan bijak, dan jangan takut kotor!

Nyeker Bikin Sehat? Ini Manfaat Beraktivitas Fisik Tanpa Alas Kaki untuk Anak!


kesehatan mental anak merupakan aspek penting dalam perkembangannya.

Psikologi Anak

Parenting

Kesehatan mental anak adalah aspek yang sangat penting dalam perkembangan mereka. Anak yang memiliki kesejahteraan mental yang baik cenderung lebih bahagia, sukses, dan mampu menghadapi tantangan kehidupan. 
Salah satu isu serius yang bisa mempengaruhi kesejahteraan mental anak adalah depresi. Depresi pada anak-anak bukanlah hal yang jarang terjadi dan harus diatasi dengan serius. Dalam artikel ini, kita akan membahas cara-cara untuk mencegah anak depresi dan mendukung kesejahteraan mental mereka.
<h2>Apa Itu Depresi pada Anak?</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64e8cb59-8043b7ad-5c70-4c7b-a146-7f2c350399dd.jpg" />
Depresi pada anak-anak adalah kondisi kesehatan mental yang serius yang bisa memengaruhi cara anak berpikir, merasa, dan berperilaku. Ini bisa memengaruhi kualitas hidup anak, hubungan sosial mereka, dan prestasi sekolah. 
Depresi pada anak-anak seringkali disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan perubahan hormon saat tumbuh. Tanda-tanda umum depresi pada anak termasuk perubahan mood yang signifikan, perubahan dalam pola tidur dan makan, penurunan minat dalam aktivitas yang mereka nikmati sebelumnya, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
<h2>Mengapa Penting Mencegah Depresi pada Anak?</h2>
<img src="https://d1yumyy1wq8q4y.cloudfront.net/images/article/64e8cb79-c685df00-eafa-4af8-b755-02429bc289b1.jpg" />
Mencegah depresi pada anak sangat penting karena dapat berdampak jangka panjang pada kehidupan mereka. 
Anak yang mengalami depresi cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental di masa dewasa, seperti gangguan kecemasan, bipolar, atau masalah lainnya. 
Selain itu, depresi pada anak juga dapat mengganggu perkembangan mereka secara umum, termasuk perkembangan akademik dan sosial. Oleh karena itu, tindakan pencegahan sangat penting.
<h2>Cara-Cara untuk Mencegah Anak Depresi</h2>
<h3>1. Komunikasi Terbuka</h3>
Salah satu cara paling efektif untuk mencegah depresi pada anak adalah dengan menjaga saluran komunikasi yang terbuka. 
Pastikan anak merasa nyaman berbicara tentang perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau diabaikan. Dengarkan dengan seksama ketika mereka ingin berbicara, dan berikan dukungan emosional yang mereka butuhkan.
<h3>2. Beri Contoh yang Positif</h3>
Anak-anak seringkali meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Oleh karena itu, penting untuk memberi contoh yang positif dalam cara kita menghadapi stres dan masalah. 
Tunjukkan kepada mereka bagaimana mengatasi tantangan dengan cara yang sehat dan positif.
<h3>3. Dorong Keterlibatan Sosial</h3>
Aktivitas sosial dapat membantu anak merasa lebih terhubung dan memiliki dukungan sosial yang kuat. 
Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial seperti olahraga, klub, atau kegiatan sekolah lainnya yang mereka minati. Ini dapat membantu mereka merasa lebih percaya diri dan memiliki lingkungan yang mendukung.
<h3>4. Ajarkan Keterampilan Koping</h3>
Ajarkan anak-anak keterampilan koping yang sehat untuk mengatasi stres dan tekanan. Ini bisa meliputi teknik relaksasi, meditasi, atau bahkan hanya mengambil napas dalam-dalam ketika mereka merasa cemas atau marah.
<h3>5. Pantau Perubahan dalam Perilaku</h3>
Jika Ayah Bunda melihat perubahan drastis dalam perilaku anak, seperti penurunan minat dalam aktivitas yang mereka nikmati atau penurunan prestasi sekolah, segera perhatikan. Perubahan seperti ini bisa menjadi tanda depresi. 
Dalam kasus ini, konsultasikan dengan seorang profesional kesehatan mental untuk evaluasi lebih lanjut.
<h3>6. Ciptakan Lingkungan yang Mendukung</h3>
Pastikan lingkungan di rumah aman, positif, dan mendukung. Anak yang merasa nyaman di rumah cenderung lebih tahan terhadap stres di luar. Dorong hubungan yang sehat antara anggota keluarga, dan hindari konflik yang berkepanjangan.
<h3>7. Pertimbangkan Konseling</h3>
Jika Anda memiliki kekhawatiran serius tentang kesejahteraan mental anak Ayah Bunda, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental. Konseling dapat memberikan dukungan yang sangat diperlukan dan strategi koping yang efektif.
Mencegah depresi pada anak adalah tugas bersama bagi orang tua, guru, dan masyarakat pada umumnya. Dengan komunikasi terbuka, memberikan contoh yang positif, dan menciptakan lingkungan yang mendukung, kita dapat membantu anak-anak mengatasi stres dan tekanan yang mereka hadapi. 
Jika diperlukan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Dengan upaya bersama, kita dapat menjaga kesejahteraan mental anak-anak dan memberi mereka landasan yang kuat untuk masa depan yang cerah.

Cegah Anak Depresi: Ini Cara Mendukung Kesejahteraan Mental Mereka

penanganan-kejang-demam-pada-anak-di-rumah


Si Kecil mengalami kejang demam? Jangan Panik! Yuk, ketahui bagaimana penanganan kejang demam pada anak di rumah berikut ini!

Pertolongan Pertama

Masalah Kesehatan

Menurut studi, sekitar 1 dari 10 orang mungkin mengalami kejang demam selama hidupnya. Meskipun kejang demam biasanya tidak berbahaya dan hilang dengan sendirinya dalam beberapa menit atau jam, namun ini bisa mengkhawatirkan.
Umumnya kejang demam disebabkan oleh lonjakan aktivitas listrik otak dan dapat menyebabkan anak jatuh dan gemetar atau berkedut hebat. Dalam beberapa kasus, eorang anak mungkin tiba-tiba menjadi tidak responsif.
Jika hal ini terjadi pada si Kecil saat di rumah, Ayah dan Bunda tentu perlu mengetahui bagaimana penanganan yang tepat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Lalu, bagaimana penanganan kejang demam pada anak di rumah?
Untuk mengetahuinya, yuk simak pembahasan tentang kejang demam berikut ini!
<h2>Apa itu Kejang Demam?</h2>
Kejang demam adalah jenis kejang tersering pada anak usia 1-6 tahun. Mayoritas akan berakhir dengan sendirinya dalam 5 menit dan tidak mengakibatkan komplikasi/kecacatan.
Kejang demam dapat menyebabkan kejang otot yang kuat dan tiba-tiba, yang dapat menyebabkan kejang pada bagian tubuh anak, termasuk wajah, lengan, dan kaki.
Sementara itu, kejang demam biasanya tidak berbahaya dan biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa menit atau jam, tetapi dapat menyebabkan rasa sakit dan ketakutan pada anak.&nbsp;
<h2>Penyebab Kejang Demam pada Anak</h2>
Penyebab kejang demam tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diyakini bahwa kejang demam terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium atau gangguan pada sistem saraf yang disebabkan oleh infeksi atau demam.&nbsp;
Selain itu, faktor-faktor berikut juga dapat menjadi kemungkinan penyebab terjadinya kejang demam pada anak:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Infeksi virus atau bakteri, seperti infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran kemih, atau meningitis.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Vaksinasi atau setelah terpajan terhadap obat-obatan tertentu.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Riwayat keluarga kejang atau pada anak-anak dengan riwayat kejang yang sebelumnya.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Usia, kejang demam lebih umum terjadi pada anak-anak di bawah 6 tahun.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Demam yang tinggi, kejang demam lebih umum terjadi pada tingkat demam yang tinggi.</li>
</ul>
Meskipun demam dapat meningkatkan risiko kejang demam, kejang demam tidak selalu terjadi pada demam yang tinggi. Kejang demam juga dapat terjadi pada demam yang lebih rendah.
<h2>Dampak Kejang Demam pada Anak</h2>
Dampak dari kejang demam pada anak dapat bervariasi, tergantung pada frekuensi dan durasi kejang, serta tingkat keparahan demam. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah:
<h3>1. Kekhawatiran dan ketakutan</h3>
Kejang demam dapat menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman pada anak, yang dapat menyebabkan kekhawatiran dan ketakutan pada anak dan orang tua.
<h3>2. Gangguan tidur</h3>
Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tidur pada anak, yang dapat menyebabkan kelelahan dan menurunkan konsentrasi pada anak.
<h3>3. Masalah kognitif</h3>
Kejang demam yang terjadi dengan sangat sering atau dengan durasi yang lama dapat menyebabkan masalah kognitif pada anak, seperti masalah belajar atau masalah bahasa.
<h3>4. Kerusakan otak</h3>
Kejang demam yang terjadi secara berulang atau dengan durasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak, meskipun ini sangat jarang terjadi.
<h2>Cara Menangani Kejang Demam di Rumah</h2>
Gejala kejang demam pada si Kecil yaitu pada kondisi demam dimana suhu tubuh lebih dari 38 derajat celcius, tungkai dan tangan terlihat gemetar, kaku, atau menyentak tidak terkontrol. Anak mengerang, menggigit keras lidahnya, bola matanya berputar ke atas, tidak merespons saat diajak berkomunikasi, pingsan atau kehilangan kesadaran.
Jika Ayah dan Bunda menemukan gejala-gejala di atas, maka sebaiknya Ayah dan Bunda segera lakukan pertolongan pertama kejang pada anak sebagai berikut:
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Untuk meyakinkan AyBun apakah ia benar-benar kejang, coba sentuh tangan/kakinya dan panggil namanya dengan keras, lalu lihat respon anak.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jika tidak ada respon, segera letakkan ia di lantai/tempat datar dan luas guna mencegah terbentur atau tertimpa.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Longgarkan pakaiannya terutama area leher.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Catat atau hitung berapa lama kejang berlangsung.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Posisikan seluruh tubuhnya miring (dari kepala hingga kaki) atau tengkurap untuk mencegah tersedak jika muntah.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jangan memasukkan benda apapun (kopi, air, sendok, dll) ke dalam mulut anak.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Berikan obat penurun panas melalui anus dan kompres dengan air hangat untuk membantu menurunkan suhu.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Jika memungkinkan, rekam kejadian saat ia kejang untuk memudahkan AyBun saat berkonsultasi ke dokter.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Bawa anak ke dokter untuk diperiksa dan dievaluasi lebih lanjut.</li>
</ol>
<h2>Faktor Risiko Berulangnya Kejang Demam</h2>
Kejang demam dapat terjadi secara berulang pada beberapa kasus. Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kejang demam yang berulang adalah:
<ol>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Riwayat kejang dalam keluarga</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Usia lebih dari 12 bulan</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Temperatur yang rendah saat kejang</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Cepatnya kejang setelah demam</li>
</ol>
Bila seluruh faktor ada, kemungkinan kejang akan berulang adalah sekitar 80%. Ayah dan Bunda sebaiknya mempersiapkan obat kejang dan obat penurun panas suppositoria (atas rekomendasi dokter).
Selain itu, pastikan Ayah dan Bunda selalu temani dan amati kondisi anak saat kejang. Jika si Kecil terlihat kesulitan bernapas, wajah menjadi pucat kebiruan ini merupakan tanda kekurangan oksigen dan segera bawa anak ke fasilitas kesehatan!
Itu dia pembahasan tentang kejang demam, termasuk penyebab, gejala, dan cara mencegah kejang demam.&nbsp;
Meskipun kejang demam biasanya tidak berbahaya dan hilang dengan sendirinya dalam beberapa menit atau jam, namun ini dapat menyebabkan rasa sakit dan ketakutan pada anak.
Oleh sebab itu, pastikan Ayah dan Bunda mengetahui bagaimana cara penangan kejang demam pada si Kecil ya!
AyBun juga bisa menyaksikan kembali Live IG 5aling Bertanya bersama Tasya Kamila yang mengulas tentang atasi kejang demam, di bawah ini!

Cara Menangani Kejang Demam pada Anak

cara keramas yang benar sesuai jenis rambut anak

Pahami perbedaan frekuensi keramas untuk anak dengan rambut lurus dan keriting. Simak panduan lengkapnya untuk menjaga kesehatan rambut anak usia 8-12 tahun!

Saat merawat rambut anak, jenis rambut memainkan peran penting dalam menentukan frekuensi keramas.&nbsp;
Misalnya, rambut keriting dan lurus punya kebutuhan yang berbeda dalam hal keramas dan perawatan.&nbsp;
Untuk anak-anak yang masih di bawah usia 12 tahun, cukup keramas 1-2 kali seminggu.&nbsp;
Tapi, kalau si Kecil sudah lebih besar, terutama yang berusia 12 tahun ke atas, ada beberapa hal yang perlu AyBun perhatikan.
<h2>Rambut Lurus: Cenderung Lebih Berminyak</h2>
Menurut AAD (American Academy of Dermatology), anak dengan rambut lurus biasanya membutuhkan keramas lebih sering, bahkan bisa setiap hari.&nbsp;
Hal ini karena rambut lurus lebih mudah membawa minyak dari kulit kepala ke helai rambut, sehingga lebih cepat terasa berminyak.&nbsp;
Usahakan untuk tidak menggosok rambut dengan handuk. Cukup tepuk-tepuk dengan lembut dan biarkan kering secara alami atau gunakan hair dryer dengan suhu rendah.
Untuk rambut lurus, menyisir rambut bisa dilakukan setelah keramas saat rambut sudah hampir kering.
Tips: Jika rambut anak terlalu berminyak, tingkatkan frekuensi keramas, namun jika rambut terlihat kering atau mulai rontok, sebaiknya kurangi.
<h2>Rambut Keriting: Cenderung Lebih Kering</h2>
Sebaliknya, bagi anak dengan rambut keriting, minyak dari kulit kepala sulit mencapai ujung rambut karena pola melingkar pada rambut keriting.&nbsp;
Hal ini membuat rambut lebih mudah kering. Karena itu, cukup keramas setiap 7-10 hari saja. Jika terlalu sering, justru rambut bisa semakin kering dan rapuh.&nbsp;
Usahakan untuk tidak menggosok rambut dengan handuk. Cukup tepuk-tepuk dengan lembut dan biarkan kering secara alami atau gunakan hair dryer dengan suhu rendah.
Untuk rambut keriting, sebaiknya menyisir rambut saat masih setengah basah dengan sisir yang memiliki gerigi lebar. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada helai rambut keriting yang lebih rentan kusut dan patah.
Tips: Hindari produk shampoo yang mengandung deterjen keras seperti SLS/SLES, karena dapat membuat rambut keriting semakin kering dan mudah patah, terutama jika kulit kepala anak cenderung sensitif.
<h2>Pentingnya Memilih Produk yang Tepat</h2>
Produk yang digunakan juga sangat mempengaruhi kesehatan rambut anak. Pastikan untuk memilih shampoo dan kondisioner yang sesuai dengan jenis rambut anak.&nbsp;
Hindari produk yang mengandung SLS/SLES, terutama untuk anak-anak dengan kulit kepala yang sensitif.&nbsp;
Selain itu, AyBun juga bisa memilih produk yang memiliki kandungan alami untuk menjaga kesehatan kulit kepala dan rambut si kecil.
<h3>Kesimpulan</h3>
Frekuensi keramas anak dapat bervariasi tergantung pada karakteristik rambut, usia, dan tingkat aktivitas.
Anak dengan rambut lurus dan berminyak mungkin perlu keramas setiap hari atau dua hari sekali, terutama jika mereka aktif bermain atau berolahraga.&nbsp;
Sebaliknya, anak dengan rambut kering dan keriting cukup keramas 1-2 kali per minggu, atau bahkan setiap 7-10 hari.&nbsp;
Pastikan untuk selalu menyesuaikan frekuensi keramas sesuai dengan kondisi rambut dan kulit kepala, serta gunakan produk yang aman dan sesuai untuk menjaga kesehatan rambut anak.

Video: Pahami Cara Keramas Anak Rambut Keriting dengan Anak Rambut Lurus yang Berbeda!

Menggandeng anak bila dengan cara yang kurang tepat akan berdampak buruk untuk tulang anak bahkan mengakibatkan cedera, untuk itu yuk cari tahu selengkapnya di sini!

Kondisi Kronik

Menggandeng anak bila tidak dengan cara yang tepat bisa menyebabkan nursemaid&rsquo;s elbow yaitu kondisi ligamen siku yang berubah akibar hentakan kuat mendadak. Kondisi ini seringkali terjadi saat nurse/maid pengasuh berusaha mengamankan si Kecil dari bahaya dengan menarik tangannya secara tiba-tiba hingga terjadi cedera.&nbsp;
Cedera juga dapat terjadi selama bermain ketika seorang teman atau anggota keluarga yang lebih tua mengayunkan seorang anak hanya dengan memegang lengan atau tangan. &nbsp; wiNursemaid&rsquo;s elbow jarang disebabkan oleh jatuh. Jika seorang anak melukai siku saat jatuh dengan tangan terulur atau langsung ke siku, itu mungkin patah tulang daripada nursemaid&rsquo;s elbow.
Ternyata cedera paling sering terjadi pada anak di bawah 5 tahun karena tulang yang menghubungkan lengan atas dan lengan bawah belum kuat. Gejala tersering nursemaid&rsquo;s elbow &nbsp;anak akan langsung menangis karena nyeri dan tidak mau menggerakkan sikunya sama sekali, dan Anak akan menahan tangannya di satu posisi. Lalu, apakah ada gejala lainnya? Simak di bawah ini
<h2>Gejala Nursemaid&rsquo;s Elbow</h2>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Nyeri langsung di lengan dan siku yang cedera, dan terkadang nyeri di pergelangan tangan dan/atau bahu</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Penolakan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan lengan yang cedera</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Memegang lengan diam dan lurus di samping mereka, mungkin dengan siku sedikit ditekuk dan tangan diputar ke arah tubuh</li>
</ul>
Nursemaid&rsquo;s elbow bisa terasa nyeri, tetapi biasanya tidak ada memar atau bengkak. Jika anak Anda sakit parah, mereka mungkin mengalami patah tulang.
Penyebab nursemaid&rsquo;s elbow untuk menarik lengan anak tiba-tiba, menghentak lengan anak, mengayunkan anak pada pergelangan tangan, dan jatuh dengan lengan terulur.
<h2>3 Langkah Cegah Nursemaid&rsquo;s Elbow</h2>
Sebelum terjadinya cedera da 3 langkah yang dapat Ayah Bunda lakukan sebagai berikut
<h3>1. Tidak Menarik Lengan Bawah</h3>
Jika Ayah Bunda hendak menjaga atau mencegah anak dari hal yang berbahaya di sekitarnya jangan tarik lengan bagian bawah anak.
<h3>2. Hindari Mengayunkan Berlebihan</h3>
Bermain dengan anak memang merupakan hal yang menyenangkan, tetapi bila dilakukan berlebihan misalnya menganyun-ayun anak bisa saja berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan.
<h3>3. Sangga Tubuh Anak di Bawah Lengah</h3>
Untuk mengangkat anak dengan aman, pegang dengan lembut di bawah lengan. Jangan mengangkat anak dengan memegang tangan atau lengannya.
Nah, jadi sudah tahu kan Bunda betapa fatalnya jika menarik lengan anak dengan mendadak atau sembarangan. Jika terlanjur maka segera hubungi dokter anak atau langsung bawakan ia ke dokter orthopedi ya.&nbsp;
Buat Ayah Bunda yang masih bingung atau kewalahan mendampingin anak? Yuk, manfaatkan juga fitur-fitur di aplikasi Tentang Anak untuk menjawab semua pertanyaan Ayah Bunda mulai dari parenting, perencanaan keuangan, hingga belanja kebutuhan keluarga, tunggu apalagi unduh sekarang aplikasinya!
&nbsp;
Foto: Designed by freepik
Sumber: Healthy Children &amp; Royal Children Hospital, Melbourne

Hindari Menggandeng Tangan Anak Seperti Ini!

Anak yang terindikasi hepatitis dimulai dari gejala ringan hingga gejala berat seperti diare

Balita

Wabah hepatitis akut berawal pada April 2022 saat WHO mengumumkan ratusan kasus baru hepatitis dengan penyebab yang belum jelas di 11 negara di Eropa dan Amerika, seperti di : Inggris, Spanyol, Israel, Amerika Serikat, Denmark, Irlandia, Belanda, Italia, Norwegia, Perancis, Romania, Belgia.&nbsp;
Satu bulan berselang, kasus hepatitis dikabarkan mewabah di Indonesia pada Mei 2022. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyebut dugaan hepatitis akut 'misterius' mewabah di banyak negara dan umumnya menyerang usia anak 5 tahun hingga 16 tahun.
Indonesia melaporkan kasus pertama hepatitis akut ditandai tiga pasien anak DKI Jakarta meninggal dunia setelah mendatangi rumah sakit dengan kondisi terlanjur kritis.&nbsp;
Seminggu kemudian, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur dr. Kasil Rokhmat mengumumkan pasien anak berusia 7 tahun meninggal dunia diduga kuat terkait hepatitis misterius, dan akhirnya berpulang.&nbsp;
Hasil laboratorium pasien disebut negatif virus hepatitis A, B, C, D, atau E. Namun, Kementerian Kesehatan RI masih memasukkan kasus anak di Tulungagung dalam klasifikasi pending, lantaran perlu melakukan analisis lebih lanjut sebagai konfirmasi.
<h2>Ciri Hepatitis Akut pada Anak</h2>
Menteri Kesehatan Budi Gunadi belum secara pasti saat itu menjelaskan virus apa yang menjangkit dan masuk dalam kategori hepatitis, namun kemungkinan besar adalah adenovirus strain 41 yang umumnya menyebabkan infeksi saluran cerna.&nbsp;
Dikutip dari website Sekretariat Kabiet Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyebut gejala anak terdeteksi hepatitis. Supaya AyBun lebih waspada, kenali ciri-ciri hepatitis akut pada anak. Sehingga jika anak terindikasi dari awal bisa cepat ditangani.&nbsp;
<h3>1. Gejala Ringan Terindikasi Hepatitis:&nbsp;</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Mual</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Muntah</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Sakit perut</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Diare</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Demam ringan</li>
</ul>
<h3>2. Gejala Berat Terindikasi Hepatitis:&nbsp;</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Air kencing berwarna pekat seperti warna teh&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">BAB bewarna putih pucat&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Kulit anak terlihat menguning&nbsp;</li>
</ul>
<h3>Pencegahan Hepatitis&nbsp;</h3>
Meskipun lonjakan kasus hepatitis tak terjadi di Asia, dan kita tentu tidak mengharapkan anak terjangkit maka diperlukan penerapan protokol kesehatan yang ketat.&nbsp;
Lewat penerapan protokol kesehatan, AyBun bisa mencegah si kecil terinfeksi. Nah bagaimana pencegahannya, berikut cara yang bisa dilakukan berdasarkan rekomendasi WHO dan IDAI.&nbsp;&nbsp;
<ul>
<li aria-level="1">
<h3>Rutin mencuci tangan dengan sabun</h3>
</li>
</ul>
Lakukan sebelum, setelah makan. Selain itu biasakan mencuci tangan juga saat: mengolah atau menghidangkan makanan, menyusui bayi, buang air dan mengganti popok bayi.&nbsp;
<ul>
<li aria-level="1">
<h3>Tidak jajan sembarangan&nbsp;</h3>
</li>
</ul>
Biasakan mengonsumsi makanan yang dimasak di dapur sendiri. Saat mengolah makanan dengan standar tinggi seperti: kebersihan terjaga, dimasak sampai matang, menggunakan air bersih dan menggunakan bahan makanan yang segar.&nbsp;
<ul>
<li aria-level="1">
<h3>Imunisasi&nbsp;</h3>
</li>
</ul>
<h3>Pastikan anak telah sudah diimunisasi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.&nbsp;</h3>
<h3>4. Cek Lab&nbsp;</h3>
Lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap pada setiap kasus yang dicurigai hepatitis
Tingkatkan kewaspadaan dan tetap tenang ya AyBun, ada baiknya mulai sekarang mulai pola hidup sehat dimanapun berada. Terutama bagi si kecil, pastikan selalu berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat.
Foto: Designed by Freepik
Sumber:
https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/multi-country-acute-severe-hepatitis-of-unknown-origin-in-children
https://www.cdc.gov/media/releases/2022/s0421-hepatitis-alert.html
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenal-hepatitis-a-pada-anak